Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Sabtu, 16 Mei 2015

PENILAIAN AUTENTIK TERHADAP HASIL BELAJAR ASPEK AFEKTIF




                                                                             BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat yang sering dilontarkan kepada sistem pendidikan. Kritik tersebut sangat komplek, di mulai dari sistem pendidikan yang berubah-ubah ketika ganti menteri pendidikan, kurikulum yang kurang tepat dengan mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan, dan lain sebagainya, namun demikian, masalah sering menjadi perhatian setiap sistem pendidikan problem penilaian hasil belajar yang kurang efektif.
Kritik dari berbagai pihak tentang penilaian hasil belajar tersebut merupakan hal yang wajar, sebab penilaian hasil belajar merupakan kerangka dasar untuk mengetahui kualitas dan mutu pendidikan. Hal tersebut dikarenakan, penilaian hasil belajar sangat terkait dengan keseluruhan proses belajar mengajar, tujuan pengajaran dan proses belajar mengajar. Penilaian hasil belajar mengajar merupakan bagian dalam proses pendidikan. Penilaian hasil belajar pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek-aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi atau performance, aspek afektif yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan dibina melalui mata ajar atau mata kuliah yang diberikannya. Tujuan penilaian hasil belajar untuk mengetahui perbedaan kemampuan peserta didik dan mengukur keberhasilan mereka, baik secara individu maupun kelompok.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini di sebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
Melihat pentingnya evaluasi pendidikan, khususnya mengukur kegiatan belajar mengajar, maka penilaian hasil belajar pendidikan harus dilakukan pada semua mata pelajaran. Evaluasi dilaksanakan tidak hanya mengukur aspek kognitif dan psikomotorik, namun juga harus aspek afektif. Oleh sebab itu penulis berasumsi untuk membuat makalah yang berjudul “ Penilaian Autentik Terhadap Hasil Belajar Afektif”.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka pemakalah membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud hasil belajar afektif ?
2.      Apa saja komponen yang harus ada dalam penyusunan tes afektif ?
3.      Bagaimana prosedur penyusunan tes afektif ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hasil Belajar Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.[1]Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Evaluasi ranah afektif ialah penilaian terhadap aspek sikap siswa untuk mengetahui sejauhmana perilaku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap suatu obyek, fenomena, atau masalah. Sikap dapat dibentuk dan merupakan ekspresi perasaan, nilai, atau pandangan hidup yang terkait dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah pengetahuan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.[2]
Dalam aspek afektif ini peserta didik dinilai sejauh mana ia mampu menginternalisasikan nilai-nilai pembelajaran ke dalam dirinya. Aspek afektif ini erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, aqidah akhlak merupakan salah satu pelajaran yang tidak terpisahkan dari domain/aspek afektif.Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek.
Ranah afektif terbagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: [3]
1)      Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan)
Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia untuk menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya ialah peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
2)      Responding (menanggapi)
Mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini setingkat dengan jenjang receiving.Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding ialah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
3)      Valuing (menilai / menghargai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk.Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing ialah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
4)      Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai  lain, pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.Contoh hasil belajar afektif jenjang organization ialah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional. Mengatur dan mengorganisasikan merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi lagi ketimbang receiving, responding dan valuing.
5)      Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan  suatu nilai atau kompleks nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini ialah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT., yang tertera dalam al-Qur’an surat al-Ashr sebagai pegangan hidupnya. Dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

B.     Penilaian Kompetensi Afektif / Sikap dalam Kurikulum 2013
Sikap merupakan sebuah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang. Dalam kurikulum 2013, kompetensi sikap dibagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.[4]Sikap spiritual tertuang dalam kompetensi inti yang pertama (KI 1) dan sikap sosial tertuang dalam kompetensi inti yang kedua (KI 2).
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Sikap (spiritual dan sosial) untuk LHB terdiri atas sikap dalam mata pelajaran dan sikap antar mata pelajaran. Sikap dalam mata pelajaran diisi oleh setiap guru mata pelajaran berdasarkan rangkuman hasil pengamatan guru, penilaian diri, penilaian sejawat, dan jurnal, ditulis dengan predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), atau Kurang (K). Sikap antar mata pelajaran diisi oleh wali kelas setelah berdiskusi dengan semua guru mata pelajaran, disimpulkan secara utuh dan ditulis dengan  deskripsi koherensi.
Untuk penilaian Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 dan KI-2) menggunakan nilai Kualitatif sebagai berikut:
Bentuk Nilai
Nilai (Angka)
SB    = Sangat Baik      
= 80 – 100
B      = Baik                    
= 70 – 79
C      = Cukup                 
= 60 – 69
K      = Kurang                
= < 60

C.    Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik  merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral :[5]
1.      Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan  sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya PAI, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran PAI dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2.      Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a.       mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b.      mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c.       pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d.      menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e.       mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f.       acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
g.      mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h.      bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i.        meningkatkan motivasi belajar peserta didik.



3.      Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
a.       Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b.      Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
c.       Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
d.      Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
e.       Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
f.       Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
g.      Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
h.      Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
i.        Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
j.        Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
k.      Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
l.        Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
m.    Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
n.      Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o.      Peserta didik mampu menilai dirinya.
p.      Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
q.      Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4.      Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5.      Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.  Ranah afektif lain yang penting adalah:
a.       Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
b.      Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
c.       Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d.      Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

D.    Teknik Penilaian Sikap
Teknik yang dapat digunakan dalam penilaian afektif peserta didik adalah sebagai berikut :[6]
a)      Teknik Observasi
Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dengan bantuan orang lain, seperti guru lain, orang tua, siswa, dan karyawan sekolah.
Teknik penilaian observasi dapat digunakan untuk menilai ketercapaian sikap spiritual dan sikap sosial. Pengembangan teknik penilaian observasi untuk menilai sikap spiritual dan sikap sosial berasarkan pada kompetensi inti kedua ranah ini. Sikap spiritual ditunjukkan dengan perilaku beriman, bertaqwa, dan bersyukur. Sedangkan sikap sosial adalah sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Sikap spiritual dan sikap sosial dalam kompetensi ini dijabarkan secara spesifik dalam kompetensi dasar. Oleh karena itu sikap yang diobservasi juga memperhatikan sikap yang dikembangkan dalam kompetensi dasar.
Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah pedoman observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Daftar cek digunakan untuk mengamati ada tidaknya suatu sikap atau perilaku. Sedangkan skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku siswa dalam suatu rentangan sikap.
Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar.
Contoh Rubrik Penilaian Sikap Santun
Kriteria
Skor
Indikator
Sangat Baik (SB)
4
Selalu santun dalam bersikap dan bertutur kata kepada guru dan teman
Baik (B)
3
Sering santun dalam bersikap dan bertutur kata kepada guru dan teman
Cukup (C)
2
Kadang-kadang santun dalam bersikap dan bertutur kata kepada guru dan teman
Kurang (K)
1
Tidak pernah santun dalam bersikap dan bertutur kata kepada guru dan teman.
b)      Teknik Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya, penguasaan kompetensi yang ditargetkan, dan menghargai, menghayati serta pengamalan perilaku berkepribadian jujur, jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena pendidikan. Dalam skala Likert terdapat dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan positif yang berfungsi untuk mengukur sikap positif, dan pernyataan negatif yang berfungsi untuk mengukur sikap negatif objek sikap.
Contoh Daftar Cek Penialian Diri
No
Pernyataan
Ya
Tidak
1
Dalam penelitian PAI terhadap tatacara khutbah sholat jum’at, saya mencatat data apa adanya


2
Saya melaksanakan tugas penelitian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan


3
Saya melaporkan hasil penelitian sesuai dengan literatur, meskipun tidak didukung data


4
Dsb


c)      Teknik Penilaian diri Terbuka
Peserta didik mampu untuk menentukan sikap terhadap suatu situasi atau pernyataan yang membutuhkan tanggapan, lengkap dengan alasan terhadap pilihannya tersebut. Teknik ini menuntut siswa berani untuk mengungkapkan pendapat pribadi dari masing-masing siswa. Guru bisa memilah jawaban-jawaban siswa yang mampu mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan yang posistif dalam hidup mereka.
d)     Skala SemanticDifferential
      Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
Contoh skala beda Semantik:
Pelajaran ekonomi

a
b
c
d
E
f
g
h

Menyenangkan








Membosankan
Sulit








Mudah
Bermanfaat








Sia-sia
Menantang








Menjemukan
Banyak








Sedikit
Dst.








Dst

e)      Penilaian Antarteman
Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Aspek kompetensi yang dinilai adalah kompetensi inti spritual yaitu menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, dan kompetesi inti sosial yaitu perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri.
Instrumen yang digunakan untuk penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek dan skala penilaian (ratingscale) dengan teknik sosiometri berbasis kelas. Guru dapat menggunakan salah satu dari keduanya atau menggunakan dua-duanya.
Instrumen ini digunakan sebagai crosscheck terhadap hasil penilaian diri yang dilakukan oleh peserta didik. Daftar cek disusun oleh pihak sekolah dan dapat diperbaiki atau disempurnakan setiap semester. Instrumen daftar cek yang disediakan oleh sekolah sekurang-kurangnya 10 eksemplar untuk setiap peserta didik atau 20% dari jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar. Peserta didik dinilai oleh teman satu kelasnya.
f)       Jurnal Harian
Teknik penilaian selanjutnya adalah Jurnal Harian. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Guru memberikan penilaian kepada peserta didik dengan memberikan deskripsi terhadap sikap dan perilaku peserta didik khususnya berkaitan dengan Kompetensi Inti 1 (yang mencakup menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya) dan Kompetensi Inti 2 (yaitu menghargai dan menghayati perilaku Jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya).
Teknik jurnal harian memiliki kelebihan dimana peristiwa/kejadian dicatat dengan segera. Dengan demikian, jurnal bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami siswa dengan lebih tepat. Sementara itu, kelemahan yang ada pada jurnal adalah reliabilitas yang dimiliki rendah, menuntut waktu yang banyak, perlu kesabaran dalam menanti munculnya peristiwa sehingga dapat mengganggu perhatian dan tugas guru, apabila pencatatan tidak dilakukan dengan segera, maka objektivitasnya berkurang.
Pencatatan peristiwa pribadi dalam jurnal, membutuhkan perhatian khusus dan guru perlu mengenal dan memperhatikan perilaku peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Aspek-aspek pengamatan ditentukan terlebih dahulu oleh guru sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diajar. Aspek-aspek pengamatan yang sudah ditentukan tersebut kemudian dikomunikasikan terlebih dahulu dengan peserta didik di awal semester.

E.     Pengukuran Aspek Afektif
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.  Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
Penilaian afektif (sikap) sangat menentukan keberhasilan peserta didik untuk mencapai ketuntasan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal.
Secara umum aspek afektif yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran terhadap berbagai mata pelajaran mencakup beberapa hal, sebagai berikut:
1.      Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Berawal dari sikap positif terhadap mata pelajaran akan melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
2.      Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memilki sikap positif terhadap guru, sehingga ia mudah menyerap materi yang diajarkan oleh guru.
3.      Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran, sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk pandai-pandai mencari metode yang kira-kira dapat merangsang peserta didik untuk belajar serta tidak merasa jenuh.
4.      Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya peserta didik mempunyai sikap positif terhadap upaya sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan program penghijauan sekolah.
5.      Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi setiap kurikulum yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan.[7]
Sedangkan untuk mengukur sikap dari beberapa aspek yang perlu dinilai, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan yang khusus tentang kejadian-kejadian yang berkaitan dengan siswa selama di sekolah.[8]  Contoh guru membuat bagan catatan observasi.
Hari/tanggal
Nama siswa/i
Catatan
Tindak lanjut
Senin 12/10/12
Ahmad
Belajar bahasa inggris tidak bersemangat
Diberi penjelasan tentang manfaat belajar bahasa inggris
Kolom catatan diisi dengan berbagai kejadian yang berhubungan dengan peserta didik yang bersangkutan baik positif maupun negatif, sedangkan kolom tindak lanjut diisi dengan upaya-upaya yang ditempuh sebagai solusi dari setiap kejadian yang menimpa peserta didik.[9]
Pertanyaan langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal,[10] contoh guru mengajukan pertanyaan tentang bagaimana upaya memberantas tauran di lingkungan sekolah, kemudian dari jawaban peserta didik, guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta didik tersebut terhadap suatu objek.
Sedangkan penggunaan skala sikap, baik menggunakan Skala Diferensiasi Semantik. Teknik ini dapat digunakan pada berbagai bidang, dan teknik ini sederhana dan mudah diimplementasikan dalam pengukuran dan skala sikap kelas.[11] Contoh guru membuat skala sikap terhadap kegiatan Ramadhan di sekolah.
Pernyataan
Pilihan sikap
SS
S
N
TS
STS
Kegiatan di sekolah pada bulan Ramadhan perlu diadakan





Pengaktifan kegiatan Ramadhan kurang menyenangkan





Kegiatan Ramadhan perlu didukung oleh guru & wali murid





Kegiatan Ramadhan untuk mengisi waktu luang






Kemudian hasil penilain sikap dapat digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan pembinaan terhadap peserta didik. Guru dapat memantau setiap perubahan perilaku yang dimunculkan peserta didik dengan melakukan pengamatan.

F.     Prosedur Penilaian
Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses penilaian hasil belajar, yaitu:
1.      Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Mengingat fungsi penilaian hasil belajar adalah mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran, maka perlu dilakukan upaya mempertegas tujuan pengajaran sehingga dapat memberikan arah terhadap penyusunan alat-alat penilaian.
2.      Mengkaji kembali materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan silabus mata pelajaran. Hal ini penting mengingat isi tes atau pertanyaan penilaian berkenaan dengan bahan pengajaran yang diberikan. Penguasaan materi pengajaran sesuai dengan tujuan-tujuan pengajaran merupakan isi dan sasaran penilaian hasil belajar.
3.      Menyususn alat-alat penilaian, baik tes maupun non-tes, yang cocok digunakan dalam menilai jenis-jenis tingkah laku yang tergambar dalam tujuan pengajaran. Dalam penyusunan alat penilaian hendaknya diperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal.
4.      Menggunakan hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian tersebut,yakni untuk kepentingan pendeskripsian kemampuan siswa-siswi, kepentingan perbaikan pengajaran, kepentingan bimbingan belajar, maupun kepentingan laporan pertanggungjawaban pendidikan.

Contoh Penilaian Sikap
Berikut salah satu contoh dari obervasi perilaku:[12]
Contoh format penilaian sikap dalam praktek ipa
Mata pelajaran            : IPA
Kelas / Semester         : III (Tiga) / I
Kompetensi Dasar      :3.1    mengenal bagian-bagian utama hewan dan                                 tumbuhan disekitar rumah dan sekolah melalui pengamatan
Indikato                      : 3.1.1 menjelaskan ciri-ciri hewan dan tumbuhan
                                    3.1.2   menjelaskan kebutuhan hewa dan tumbuhan
Materi Pokok              : pengamatan hewan dan tumbuhan

NO
Nama
Perilaku
Nilai
Keterangan
Bekerja sama
Berinisiatif
Penuh perhatian
Bekerja sistematis
1.
2.
3.
Asnia
Ratna
Prayit






Catatan:
a.       kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut
1    = sangat kurang
2    = kurang
3    = sedang
4    = baik
5    = amat baik
b.      Nalai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku
c.       Keterangan di isi dengan kriteria berikut:
1.      Nilai 18-20 berarti amat baik
2.      Nilai 14-17 berarti baik
3.      Nilai 10-13 berarti sedang
4.      Nilai 6-9 berarti kurang
5.      Nilai 0-5 berarti sangat kurang



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Kita hanya dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex. Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar.
Pengukuran aspek afektif meliputi sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru, terhadap proses pembelajaran, sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, dan sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Cara penilaiannya bisa melalui catatan observasi yang dilakukan oleh pendidik atau melalui angket.


DAFTAR PUSTAKA

Haryati, Mimin. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press. 2009.
Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. Implementasi Kurikulum2013 : Konsep dan Penerapan.Surabaya : Kata Pena. 2014.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011.
Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2004.
Sudradjat,Akhmad. Penilaian Ranah Afektif,  pada http://akhmadsudradjat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif/, diakses pada tanggal 26 April 2015.
Sugiar, dkk.Pembelajaran Tematik. Yogyakarta : Apis. 2009.


[1] Nana Sudjana,  Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), hlm.53.
[2]Akhmad Sudradjat, Penilaian Ranah Afektif,  pada http://akhmadsudradjat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif/, diakses pada tanggal 26 April 2015.
[3]Ibid.
[4] Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Implementasi Kurikulum2013 : Konsep dan Penerapan, (Surabaya : Kata Pena, 2014), hlm. 65.
[5]Akhmad Sudradjat, Penilaian Ranah Afektif,  pada http://akhmadsudradjat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif/, diakses pada tanggal 26 April 2015.
[6]Ibid
[7]Mimin Haryati. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 62-63.
[8]Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.215.
[9] Mimin Haryati, Op.Cit, hlm. 65.
[10] Abdul Majid, Op.Cit. hlm. 215
[11]Ibid, hlm. 216
[12] Sugiar, dkk, Pembelajaran Tematik, (Yogyakarta : Apis, 2009), hlm. 21-24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar