Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Sabtu, 16 Mei 2015

ETIKA BERTAMU DALAM MASYARAKAT ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam telah datang dengan kesempurnaannya untuk mengarahkan manusia dari perbuatan – perbuatan yang tidak manusiawi, salah satu aturan yang telah diatur dalam berkehidupan adalah tata cara bertamu, kepedulian dan penghargaan harga diri manusia sangat disanjung tinggi guna memperoleh ikatan batin dan anggapan sebagai manusia yang memanusiakan manusia, dan itu tidak semata-mata hanya berharap balasan apa-apa kecuali apa yang sudah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berbuat baik pada sesama manusia. Kadang masih dibutuhkan legitimasi keberagamaan kita dengan munculnyaberbagai permasalahan yang komplek dan baru seiring dengan perkembangan zaman yang semakin global dan instant.
Inilah salah satu alasan mengapa al-qur’an turun dengan tidak memerinci setiap undang – undang berkehidupan namun secara universal setiap permasalahan dituturkan dengan begitu lugasnya. Dengan begitu justru umat islam dituntut untuk bisa menginterpretasi setiap permasalahan yang muncul tiba-tiba dan membutuhkan refleksi baru dari pemaknaan al-qur’an alkarim tersebut. Segala sesuatu yang berujung baik maka akan bermakna baik jika standard kebaikan itu masih dipegan erat oleh muslimin dan tidak bergeser maknanya dalam kejahatan dan kedzaliman.
Penulis berharap bahwa makalah yang berjudul etika bertamu dalam masyarakat Islam ini bisa dijadikan tolak ukur bagi prilaku muslim saat mereka bertandang atau bertamu supaya membawa berkah dan keridhoan Allah yang maha kuasa.


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana etika dalam bertamu dalam Islam ?
2.      Bagaimana etika seorang tuan rumah yang baik menurut Islam ?

























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Makna dan Tujuan Bertamu
Bertamu berarti pertemuan dua orang atau lebih pada satu tempat, seperti rumah, kantor, gedung dan sebagainya.[1] Bertamu dalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Maksud orang lain disini bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya.
Tujuan utama bertamu menurut islam adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim.[2] Silaturrahim tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain.
Mempererat tali sillaturahim baik dengan tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah agama Islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin.
Silahturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan baru tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki, dan sebagainya.
Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.

Description: 4:1

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1)[3]
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaraan. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.  
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:




Description: 24:58





Artinya: “hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An Nur : 58)[4]
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.



B.     Etika Bertamu
Bahwa seorang yang hendak bertamu kepada orang lain, tidak sewenang-wenangnya seenaknya  sendiri, bahwa tingkah laku kita mencerminkan suatu nilai dalam kehidupan kita, maka ada beberapa etika bertamu sebagai berikut :[5]
1.      Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, من دعى فليجب
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
من ترك الدعوة فقد عصى الله ورسوله                                                              
 “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR.Bukhari).
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.Orang yang mengundang adalah muslim.Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasilan haram.
Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang. Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut. Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
2.      Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3.      Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari).
4.      Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak bagi tuan rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim no. 1928)
5.      Mengetuk pintu rumah penamu[6]
Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya orang di dalam rumah. Ketentuan mengetuk pintu bagi seorang tamu ialah sebagai berikut :
a.       Tidak boleh dilakukan secara keras-keras yang dapat mengganggu ketenangan tuan rumah.
b.      Tidak boleh lebih dari tiga kali dan setiap tiga kali ketuk. Apabila sudah dilakukan tiga kali dan tuan rumah belum muncul, hendaklah ia pergi meninggalkan rumah itu. Sikap seperti itu telah dianjurkan Rasul dalam sabdanya yang bermakna :
Dari Abu Musa al-As’ary dari Nabi SAW berkata : “Apabila salah seorang kamu meminta izin (masuk ke rumah orang lain) sampai tiga kali dan tidak ada izin baginya, maka hendaklah ia pulang”. (H.R.Bukhori)
6.      Jangan mengintip ke dalam rumah[7]
Mengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya,
 “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
7.      Meminta izin sebelum memasuki rumah[8]
Dalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan, sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik rumah.
“jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nur : 28).
Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)



8.      Berpakaian yang rapi dan pantas[9]      
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Firman Allah,
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS. Al Isra : 7)
9.      Membacakan salam
Setelah tuan rumah mempersilahkan masuk maka tamu tersebut masuk dengan membacakan salam untuk semua penghuni rumah, dan diikuti dengan berjabat tangan.[10]
10.  Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
11.  Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
                        Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
12.  Masuk dan duduk dengan sopan
                        Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.
13.  Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
                        Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
                        Rasulullah bersabda, “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
14.  Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.[11]
15.  Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih
                        Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
16.  Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
                        Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
17.  Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:اد دعى احدكم فليجب فان كان صائما فليصل وان كان مفطرا فليطعم
‘’Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim).
18.  Segeralah pulang setelah selesai urusan[12]
                        Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
19.  Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.[13]
20.  Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
                        Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.[14]

C.    Membiasakan Akhlak Bertamu[15]
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Tujuan bertamu sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiaaan positif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala masalah mudah diatasi.
Al Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertemu dapat nejaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu haru berusaha menahan segala keinginan dan kehendaknya baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya. Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah uai, maka seorang yang bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang beik dan menyenagkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.[16]

D.    Hikmah
  1. Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
  2. Dengan bertamu seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
  3. Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan terhadap seamanya.
  4. Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.[17]

E.     Etika menerima tamu
Tuan rumah yang baik adalah yang memuliakan tamunya, dan sikap ini merupakan cerminan iman seseorang.[18] Adapun etika bagi tuan rumah sebagai berikut : [19]
1.      Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,:
لا تصاحب الا مؤمنا ولا ياءكل طعامك الا تقي                                      
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
2.      Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,: شر الطعام طعام الوليمة يدعى لها الا غنيآ,ويترك الفقرآ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orangmiskinnya ditinggalkan.”
(HR. Bukhari Muslim(
3.      Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4.      Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkandari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,:مرحبا با لوفد الذين جاؤا غير خزايا ولالندمى    
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari).
5.      Menerima tamu dengan sikap yang baik[20]
                        Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
6.      Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakan
                        Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya. Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
7.      Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.[21]
8.      Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
9.      Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.[22]
                        Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
10.  Lama waktu[23]
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah,
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
 “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)
11.  Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya
                        Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman,
“… Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”. (QS. An Nisa : 34)
Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)
            Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar).
                        Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.
F.     Membiasakan Berakhlak Menerima Tamu[24]
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertau telah dijamun hak-haknya dalam islam.karena itu menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan statu social ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka menis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk ditempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selau dijaga kerapian dan kelestariannya.
Kalau tamu dating dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya mekimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunyaatau tidak.Menurut Rasulullah saw menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek soial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang dating dengan penyambutan dengan suka cita.
Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harua menghadirkan pikiran yang positif (husnudon)terhadap tammu, jangan sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negative dari tuan rumah (su’udzon).
Apabila suatu saat tuan rumah meraakan berat untuk menerima kehadirab tamunya, maka tuan rumah haru tetap menunjukkan sikap yang arif dan bijak, jngan sampai menyinggung perasaan tamu. Seyogyanya setiap muslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap tamunya, mulai dari keramahan diri dalam menyambut tamu, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadai, serta memberikan jamuan makan ataupun minuman yang memenui tamu.

G.    Hikmah
  1. Setiap muslim telah diikat oleh suetu tata aturan supaya hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesame manusia.
  2. Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah.
  3. Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.[25]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Agama Islam adalah agama yang sempurna, mengatur manusia dalam segala aspeknya seperti bertamu serta menerima tamu tetap ada aturannya dalam Islam. Bertamu dapat menyambung tali silaturahmi, baik kepada siapapun. Ketika kita bertamu, juga harus ingat aturan, karena kita bukan berada didalam rumah kita sendiri. Menerima tamu juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita wajib menerima tamu apabila ia berada didalam rumah kita selama tiga hari. Apabila tamu itu menginap dirumah kita lebih dari tiga hari, maka menerima ia dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak mengusir ia apabila mengganggu ketentraman didalam rumah. Dan menjadi sedekah apabila kita tetap melayani ia didalam rumah kita.

B.     Saran
Didalam bertamu hendaklah kita menerapkan etika bertamu. Karena dengan beretika kita dapat menghindari hal-hal yang tidak baik dan tetap dapat menjaga akhlak yang mulai di dalam bermasyarakat.












DAFTAR PUSTAKA


Amir, Syarifuddin. 1997. Mutiara Hadits. Jakarata : PT. LOGOS Wacana Ilmu.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro.

Khalaf, Abdul Wahab. 1996. ‘’Hadits-Hadits Nabi’’. Bandung : Gema Risalah Perss.

Ritonga, Rahman. 2005. Akhlak Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia. Surabaya : Amelia.


http://makalahfull.blogspot.com/2013/02/adab-bertamu.html, diakses pada tanggal 24 Maret 2014 Pukul 15.00

http://warkopmbahlalar.com/3461/etika-bertamu-menurut-islam/ diakses pada tanggal 24 Maret pukul 14.00




[1] Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia, (Surabaya : Amelia, 2005), hlm.176
[2] Ibid., hlm. 176
[3] Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Bandung : Diponegoro, 2005)
[4] Ibid.
[5] Prof.Dr.Abdul Wahab Khalaf, ‘’Hadits-Hadits Nabi’’, (Bandung : Gema Risalah Perss, 1996), hlm. 197.
[6] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 178.
[7] http://warkopmbahlalar.com/3461/etika-bertamu-menurut-islam/ diakses pada tanggal 24 Maret pukul 14.00
[8] Ibid, hlm. 179.
[10] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 180.
[11] Prof.Dr.Abdul Wahab Khalaf, Op. Cit.,  hlm. 198.
[12] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 182.
[13] Prof.Dr.Abdul Wahab Khalaf, Op. Cit.,  hlm. 198.
[14] http://makalahfull.blogspot.com/2013/02/adab-bertamu.html, diakses pada tanggal 24 Maret 2014 Pukul 15.00
[16] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 176.
[18] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 183.
[20] Rahman Ritonga, Op. Cit., hlm. 184.
[21] Syarifuddin Amir, Mutiara Hadits, (Jakarata : PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1997), hlm.124.
[22] Ibid., hlm. 125.
[23] http://makalahfull.blogspot.com/2013/02/adab-bertamu.html, diakses pada tanggal 24 Maret 2014 Pukul 15.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar