Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Sabtu, 16 Mei 2015

IMPLIKASI INTELEGENSI (KECERDASAN) DALAM PROSES PEMBELAJARAN


                                                                           BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Melihat perkembangan zaman yang semakin modern dan maju, sehingga pentingnya faktor Intelegensi untuk di kembangkan dan dimodivikasi agar di pahami dalam proses pembelajaran, kenyataan yang ada terutama di kalangan peserta didik banyak yang memilki potensi Intelegensi yang sangat beragam dan kurang dipahami dalam proses pembelajaran, misalnya yang hanya mementingkan dan mengidolakan satu Intelegensi padahal sebaiknya kita lebih memahami dan mengembangakan Intelegensi yang dimiliki setiap individu, baik itu Intelegensi yang menyangkut tentang intelektual, emosional maupun yang menyangkut tentang nilai-nilai aqidah yang ada dalam masyarakat.
Kualitas otak seseorang bisa dikaitkan dengan intelegensi atau tingkat Intelegensi seseorang. Seperti halnya bahwa individu itu memilki karakteristik yang berbeda antara yang satu dan lainnya, intelegensi antara orang yang satudan lainnya pun tidaklah sama, sekali pun mereka adalah kembar identik. Intelegnsi ini adalah sesuatu yang unik dan rumit.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa jika seseorang tidak memiliki intelegensi yang tinggi maka tidak akan berhasil, dan dari pemikiran tersebut banyak orang tua yang resah. Hampir bisa dikatakan jika semua orang tua menginginkan anak yang memiliki Intelegensi yang tinggi sehingga ia akan mampu memilki kesuksesan.
Inteligensi itu sendiri ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Dari pernyataan tersebut masih terdapat hal yang tidak bisa dipahami dengan mudah. Hubungan antara intelegensi dan pencapaian seseorang tidak bisa hanya dengan definisi tersebut.[1]
Untuk itu penyusun merasa penting untuk mengangkat judul ‘’IMPLIKASI INTELEGENSI (KECERDASAN) DALAM PROSES PEMBELAJARAN’’, agar bisa menambah pemahaman tentang keragaman Intelegensi yang dimiliki setiap individu untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, dengan melakukan terobosan-terobosan baru dengan berbagai tektik, yang dilakukan seorang guru agar peserta didik bisa berkembang dengan berbagai aspek baik dari segi pengetahuan, ketrampilan maupun bakat yang bisa dijadikan motivasi untuk cerdas dan kritis dalam berfikir melalui proses pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas pemakalah meruumuskan suatu masalah, yaitu: bagaimana implikasi gejala perasaan dan emosi dalam pendidikan seorang remaja.

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Psikologi Umum Semester 3 di STIT Pemalang tahun 2013/2014. Selain itu tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana implikasi intelegensi (kecerdasan) dalam proses pembelajaran, sehingga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa saat terjun ke lapangan (mengajar) dalam dunia pendidikan untuk dapat mengoptimalkan intelegensi yang berbeda-beda yang dimiliki peserta didik.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Intelegensi
Secara etimologi intelegensi berasal dari bahasa Inggris  “Intelligence”  yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau keterangan-keterangan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa intelijen adalah orang yang bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas rahasia.[2]
Secara terminologi intelegensi menurut John W Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[3]
Menurut Garner, intelegensi harus memiliki standar tertentu, yaitu kemampuan untuk mengatasi masalah dalam kehidupan, kemampuan untuk menggeneralisir masalah baru untuk diatasi serta kemampuan untuk membuat atau menawarkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya.[4]
Setiap oarang dilahirkan dengan berbagai bakat dan kemampuan yang merupakan sesuatu yang “inheren” dalam diri seseorang, yang dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otak yang berkaitan dengan intelegensi, kemampuan intelektual merupakan ekspresi dari apa yang disebut intelegensi dan kepada kemampuan intelek ini kita juga bersandar dalam mengusai dan memperlakukan perubahan kebudayaan serta pembaruan teknologi di dalam masyarakat.[5]
Intelegensi sangat berkaitan dengan bakat sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan walaupun kedunya saling berbeda, karena orang yang cerdas secara umum berati orang yang memiliki prestasi yang tinggi yang mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul yang meliputi kemampuan intelektual umum, kemampuan akademis khusus, kemampuan berpikir kreatif dan produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga) sehingga orang cerdas bukan di ukur dari intelektual semata tetapi dari beberapa aspek yang mendukung perkembangan potensi yang semuanya dapat berperan aktif.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru.

B.     Teori – Teori Intelegensi
1)      Teori – teori faktor[6]
Menurut Spearman, intelegensi mengandung dua macam faktor, yaitu general faktor (faktor G) dan special faktor (faktor S). Karena itu teori Spearman dikenal sebagai teori dwi factor atau two factor theory. General factor selalu didapati dalam setiap performance, sedangkan special faktor adalah merupakan faktor yang bersifat khusus., yaitu mengenai bidang – bidang tertentu.
P = G + S
            Menurut Burt, dalam intelegensi ada 3 macam faktor, yaitu faktor G, faktor S, dan faktor C. Faktor C (common factor) adalah merupakan faktor sesuatu kelompok kemampuan tertentu, misalnya common factor dalam hal bahasa, dalam hal matematika, dsb.
Pi = G + S + Cx, Cx = misalnya common faktor berhitung
Menurut Thurstone, dalam intelegensinya ada faktor – faktor primer, yaitu:[7][3]
a.       S (spatial relation), yaitu kemampuan untuk melihat atau mempersespsi gambar dengan dua atau tiga dimensi, menyangkut jarak (spatial)
b.      P (perceptual speed), kemampuan yang berkaitan dengan dengan kecepatan dan ketepatan dalam memberikan judging mengenai persamaan dan perbedaan atau dalam respons terhadap apa yang dilihatnya secara detail
c.       V (Verbal comprehension), kemampuan yang menyangkut pemahaman kosa kata  (vocabulary), analogi secara verbal, dan sejenisnya
d.      W (Word Fluency), kemampuan yang menyangkut dengan kecepatan yang berkaitan dengan kata – kata, dengan anagram, dan sebagainya.
e.       N (Number facility), kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan dan ketetapan dalam berhitung
f.       M (associative memory), kemampuan yang berkaitan dengan ingatan
g.      I (induction), kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh prinsip atau hukum
Teori Thurstone ini disebut sebagai teori kelompok – faktor (group factor theory).

2)      Teori Orientasi Proses (Process-Oriented Theories)
Teori ini mendasarkan atas orientasi bagaimana proses intelektual dalam pemecahan masalah. Teori proses informasi mengenai intelegensi mengemukakan bahwa inteligensi akan diukur dari fungsi – fungsi seperti proses sensoris, koding, ingatan, dan kemampuan mental yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali (remembering).[8]

C.    Tingkat-tingkat Intelegensi
1.      Kecerdasan Binatang
Pada mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[9]

2.      Kecerdasan Anak-anak
Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.[10]
Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.

3.      Kecerdasan Manusia
Sesudah anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak) tidak sama dengan jera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:
a.       Penggunaan Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap  perkembangan pribadi.
1)      Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan dan sebagainya).
2)      Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat
3)      Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak
4)      Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.[11]
b.      Penggunaan Perkakas
Kata Bergson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu maksud.[12]

D.    Macam-macam Intelegensi
Kecerdsan, dalam kepribadian manusia terdiri dari beberapa macam, yang membantu untuk mengembangkan potensi, bakat dan berpikir yang kreatif di antaranya; Intelegensi majemuk (multiple intelegensi), Intelegensi emosional dan Intelegensi spiritual atau yang menyangkut dengan nilai-nilai aqidah.
a.       Intelegensi Majemuk ( Multiple Intelegence ) [13]
Howard Gerner sebagai pelopor yang memperkenalkan konsep multiple intelegensi berpendapat bahwa intelegensi seseorang tidak hanya memiliki kapasitas untuk belajar dan menyelesaikan masalah, tetapi juga memiliki kapasitas menciptakan sesuatu dalam konteks yang kaya serta menciptakan setting yang alamiah. Sebagai contioh : bidang musik, bidang visual ruang serta kinestika tubuh merupakan produk dalam konteks yang kata serta memiliki setting alamiah.
Menurut Garner bidang-bidang ini bukan di sebut sebagai ketangkasan atau bakat tetapi bakat/intelegesi. Dalam Intelegensi majemuk (multipel intelegensi) dengan rinci dapat di artiakan sebagai berikut :[14]
1)     Intelegensi linguistik, merupakan kemampuan yang sangat sensitif pada suara, irama dan kata-kata serta keinginan yang kuat untuk mengekspresikan dalam bentuk tulisan.
2)     Intelegensi logika matematika intelegensi yang meliputi, kemampuan menjumlahkan secara matematis, berpikir secara logis, mampu berfikir secara deduktif dan induktif, serta ketajaman dalam membuat pola-pola dan hubungan-hubungan yang logis.
3)     Intelegensi kinestika tubuh, yang meliputi kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran ke dalam penampilan fisik yang sempurna.
4)     Intelegensi visual ruang, sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual, imajinasi mental, pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggandaan imajinasi nyata serta imajinasi dalam diri/abstrak.
5)     Intelegensi musikal, bahan instrumen berupa musik melalui tubuh manusia,intelegensi musikal adalah struktur berpikir musikal, yang tidak bergantung pada intelegensi lainnya, yang menggunakan tiga komponen utama, yaitu ritme, nada dan timbre atau kualitas suara.
6)     Intelegensi interpersonal, merupakan kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, dengan mampu membedakan suasana hati, temperamen, motivasi dan ketrampilan-ketrampilan orang lain.
7)     Intelegensi intrapersonal, merupakan pemikiran-pemikiran dan perasaan individu.
8)     Intelegensi naturalis, merupkan kemampuan mengenali dan mengkategorisasi species (flora dan fauna) di lingkungan sekitar atau kepekaan pada fenomena alam lainnya.
b.      Intelegensi Emosional (Emotional Question)
Tingkat IQ Intelegensi seseorang umumnya tetap, tetapi Intelegensi emosi EQ, dapat terus ditingkatkan hal ini di dukung oleh seorang pakar EQ yaitu Daniel Goleman sebagai berikut; dalam peningkatan inilah intelegensi emosi sangatlah beda dengan IQ, dalam intelegensi emosi yang dijadikan tolak ukur seperti integritas, komitmen, konsistensi, dan totalitas jadi intelegensi emosional adalah kemampuan merasakan, memahami secara efektif, menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.[15]
Intelegensi emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.[16]
c.       Intelegensi Spiritual (Spiritual Question)
Pada abad ke-20 IQ menjadi besar di kalangan masyarakat, dan bersamaan dengan itu di temukan “Q” yang ke tiga, yaitu SQ untuk melengkapkan intelegensi manusia secara penuh, SQ dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah tentang makna dan nilai, menempatkan berbagai kegiatan dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya, dan memberikan makna. Mengukur atau menilai bahwa salah satu kegiatan atau langkah kehidupan tertentu lebih bermakna dari yang lainnya.[17]
Sehingga perlu di pahami bahwa SQ adalah intelegensi jiwa yang membantu manusia membangun dirinya secar utuh, dengan berdasakan untuk memperoleh ketenangan tetapi tidak selamanya SQ bergantung pada budaya dan nilai, dengan Intelegensi ini individu mampu memakknai setiap kegiatannya adalah ibadah.
Dalam bukunya Abu Ahmadi menjabarkan tentang macam-macam intelegensi yaitu sebagai berikut :[18]
1.      Intelegensi Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.


2.      Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis.

E.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi
            Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi antara lain:[19]
1.      Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
2.      Kematangan
Tiap organ tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu, karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
3.      Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif - motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
4.      Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode – metode yang tertentu dalam memecahkan masalah – masalah.
Disisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi lainnya digambarkan oleh Spearman sebagai berikut :
1.      Faktor umum / general faktor
2.      Faktor-faktor khusus / spesial faktor
            Kemudian, oleh Burt ditambah satu faktor lagi yang menurut pendiriannya faktor tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap intelegensi individu yaitu, faktor grup / kelompok.[20]

F.     Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa, secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetatapkan, dan pengembangan metode di dasarkan pada kondisi yang ada.[21]
Pembelajaran sangat berkaitan dengan belajar karena apabila ada pebelajar optimal atau tidaknya proses pembelajaran tergantung pada keaktifan antara keduanya yang merupakan komponen yang saling menopang. Sehingga dalam pembelajaran jangan mengabaikan karateristik pebelajar, oleh karena itu pembelajaran merupakan suatu program yang akan di lakuakan oleh seorang guru denegan menggunakan ketrampilan.
Sehingga untuk mensukseskan proses pembelajaran seorang guru, harus mempertimbangkan beberapa hal yang paling terpenting bagaimana seorang guru dapat memahami intelegensi intelelek dan bakat yang di miliki siswa, untuk lebih spesifiknya menurut Bigs dan telfer, pembelajaran merupakan faktor penentu dalam diri siswa untuk bekembang dan termotivasi, motivasi instrumental, motivasi sosial, dan motivasi berprestasi rendah misalnya dapat di kondisi secara bersarat agar terjadi peran beljar siswa. adapun yang paling berpengaruh yaitu bagaimana siswa belajar dan berkembang di tentukan oleh guru. kondiisi eksternal yang sangat berpengaruh pada proses belajar yang penting adalah bahan ajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, dan subbjek pembelajar itu sendiri.[22]
Sehingga pembelajaran adalah sebuah upaya yang di lakukan dengan menyesuaikan terhadap kondisi-kondisi siswa untuk bisa berkembang sesuai potensi yang di miliki masing-masing.

G.    Implikasi Intelegensi Dalam Proses Pembelajaran
Intelegensi sangatlah berkaitan dengan proses belajar, yang mana dalam proses pembelajaran faktor yang sangat dominan adalah pribadi individu yang cerdas yang mampu berfikir kritis, sehingga keduannya saling mendominasi suksesnya proses pembelajaran karena terciptanya pemikir-pemikir cerdas baik intelektual, emosional, maupun spiritual dengan berdasarkan dan sesuai dengan kondisi- kondisi siswa dalam proses pembelajaran. Kondisi–kondisi tersebut yaitu bagaimana, pengelolaan intelegensi terhadap pembelajaran yang paling mendasar ada beberapa poin yang harus di perhatikan antara lain :
a.       Memahami peserta didik
Mengajar adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, ketrampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengepresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar Joice dan Well.[23]
Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik, dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subjek bukan sebagai objek, agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal, maka guru harus memahami karakteristik peserta didik.[24]
b.      Bakat dan Intelegensi peserta didik
Bakat dan Intelegensi merupakan dua hal yang berbeda, namun saling berkaitan. Bakat adalah kemampuan yang merupakan suatu yang melekat (inherent) dalam diri seseorang. Bakat peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otaknya, dan cara berinteraksi dengan lingkungan. Potensi bawaan peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan Intelegensi intelektual (IQ), peserta didik.[25]
c.       Identifikasi potensi peserta didik
Mengidentifikasi peserta didik dapat di kenali dari cirri-ciri (indicator) keberbakatan peserta didik dan kecenerungan minat jabatan. Ada tiga kelompok cirri keberbakatan, yaitu kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability), kreativitas (creativity). yang tergolong tinggi, komitmen terhadap tugas ( task commitment) tergolong tinggi.
Mengingat kurikulum yang sudah padat, cara lain yang di gunakan untuk mengingatkan pelajaran emosi ke dalam jaringan kehidupan sekolah, yang sudah ada adalah melalui cara membantu para guru memikirkan kembali bagaimaa mendisiplinkan murid yang berprilaku kurang baik demi kelancaran proses pembelajaran.
Kecakapan emosional terhadap pencegahan juga mempengaruhi proses pembelajaran, beberapa program yang paling berhasil dalam ketrampilan emosional telah di kembangkan untuk menanggapi masalah tertentu, terutama tindak kekerasan. Meninjau ulang peran sekolah, ketrampilan emosional menyiratkan diperluas lagi tugas sekolah, dengan memikul tanggung jawab atas kegagalan keluarga dalam mensosialisasikan anak. Tugas yang memberat ini mementingkan : guru harus melangkah melampaui tugas tradisional mereka dan masyarakat harus terlibat dengan sekolah.
Ada atau tidaknya kelas yang secara tegas dikhususkan bagi ketrampilan emosional barangkali tak ada mata pelajaran di mana mutu seorang guru menjadi sangat penting, karena cara seorang guru menangani kelasnya sendiri, sudah bisa merupakan contoh pelajaran de facto di bidang ketrampilan emosional atau adanya ketrampilan di bidang tersebut.
Peran sekolah yang lebih luas, selain melatih guru ketrampilan emosional memperluas pandangan kita tentang tugas sekolah itu sendiri, membuatnya lebih tegas sebagai agen masyarakat, untuk mengusakan agar anak mempelajari pelajaran penting bagi kehidupan ini suatu pembalikan kearah peran klasik pendidikan, rancangan yang lebih luas ini menuntut, selaun setiap perincian kurikulum, penggunaan peluang di dalam dan di luar kelas untuk membantu murid saat krisis pribadi menjadi pelajaran ketrampilan emosional.
Jadi jelaslah Intelegensi sangatlah berpengaruh, terutama pada kesadaran diri emosional, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati membaca emosi, membina hubungan demokratis dengan sesame hal ini lebih di tegaskan dalam proses pembelajaran.[26]

H.    Strategi Guru untuk Mengoptimalkan Intelegensi dalam Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan peran dan teknik seorang guru dengan mengetahui pentingnya Intelegensi sehingga untuk dioptimalkan dalam proses pembelajaran agar lebih optimal dan tidak salah suai karena keduanya sangatlah berkaitan dan sanagat penting bagi individu untuk berkembang.
a.       Prinsip Pembelajaran
Pembelajarn merupakan perpaduan dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Kunci pokok pembelajaran ada pada seorang guru (pengajar), dalam pembelajaran menuntut keduanya lebih aktif agar tidak ada salah satu yang pasif, dan keduanya menjadi subjek bukan semata-mata objek agar pembelajaran lebih optimal.[27]
b.      Rencana pelajaran melalui Intelegensi ganda
Teori intelegensi ganda membantu guru menyampaikan keberadaan pelajaran ke dalam kegiatan belajar yang banyak melibatkan perasaan siswa. Banyak siswa yang selama ini sudah di didik dengan berbagai pelajaran, namun kesadaran akan pentingnya apa yang dipelajari itu belum muncul dari siswa. Untuk itu pembelajaran yang melibatkan intelegensi ganda berusaha bagaimana guru membangun semua potensi siswa sehingga keberbakatan yang merupakan fariabel internal siswa dapat di kembangkan.
Ketika guru merasa baik melibatkan dua atau tiga intelegensi dalam pembelajara, guru berusaha untuk menggabungkan intelegensi tersebut dalam suatu peristiwa pembelajaran yang sifatnya harus nyata agar terlibat langsung dan prestasi meningkat merupakan perluasan kapasitas intelektual. Untuk memasukan variasi pelajaran, ke peserta didik dengan cepat, dengan daftar pelajaran disodorkan pada siswa akan membantu guru dalam menentukan pilihan untuk menetapkan intelegensi yang tepat dikembangkan dalam pembelajaran.[28]
c.       Kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran
Spencer and spencer mendefinisikan kemampuan sebagai karateristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Lebih lanjut Spencer and Spencer membagi lima karateristik kompetensi antara lain yaitu; motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.
Ada berapa kompetensi yang menonjol menurut Nana Sujana yaitu; kompetensi bidang kognitif, kompetensi bidang sikap, dan kompetensi perilaku, ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Crow dan Crow, kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi :
1)      Penguasaan subject-matter yang akan di ajarkan.
2)      Keadaan fisik dan kesehatannya.
3)      Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya.
4)      Memahami sifat-hakikat dan perkembangan manusia.
5)      Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar.
6)      Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
7)      Minatnya terhadap perbaikan professional dan pengayaan kultural yang terus menerus dilakukan.[29]
Mengembangkan strategi pembelajaran, dengan menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara procedural haruslah berdasarkan karakteristik siwa, untuk memudahkan siswa memperoleh pelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari yaitu: (a) kegiatan pembelajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta mahasiswa, (d) pengentasan, (e) kegiatan tindak lanjut.[30]

I.       Implementasi Dalam Kehidupan dan Pendidikan
Dalam kenyataannya, sebenarnya sulit untuk menentukannya, bagaimana korelasi intelegensi seseorang dengan kehidupannya. Memang intelegensi seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya. Akan tetapi, kehidupan sangat kompleks, intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Masih banyak lagi faktor yang lain.
Watak seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak diantara orang – orang yang sebenarnya memliki intelegensi cukup tinggi, tetapi tidak mendapat kemaua dalam hidupnya. Ini disebabkan karena, misalnya kurang mampu bergaul dengan orang lain dalam masyarakat, atau kurang memiliki cita – cita yang tinggi, sehingga tidak / kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknnya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletannya. Akan tetapi intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seorang untuk maju dan berkembang,meskipun orang itu ulet dan tekun dalam usahanya.
Jadi, dapat dikatakan, Intelegensi atau intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan bekembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.[31]
Bila ditinjau dari dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan perlunya perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah. Mereka akan sama-sama menimbulkan masalah. Anak yang memiliki intelegensi rendah sehingga kemampuan yang mereka miliki sangat terbatas, memerlukan program khusus yang memungkinkan mereka belajar dengan kecepatan dan beban yang sesuai dengan kemampuan mereka.[32]
Bukan suatu hal yang bijaksana jika anak-anak yang memiliki potensi berbeda diperlakukan sama karena kebetulan mereka duduk di kelas yang sama. Anak yang lambat belajar akan merasa tersiksa baik di sekolah maupun di rumah, karena ketidakmampuan mereka mengikuti pelajaran seperti teman-teman sekelasnya. Anak ini merasa rendah diri, karena merasa tidak sejajar dengan teman-temannya. Karena hal itu, anak ini kadang menunjukkan perilaku kenakalan di kelas dan di sekolah untuk menunjukkan kelebihannya, terutama jika anak ini lebih tua dan bandannya lebih besar (misalnya pernah tinggal kelas).[33]
Berbeda dengan anak yang memiliki intelegensi tinggi, mereka merasa menerima pelajaran yang  terlalu mudah bagi  mereka. Rasa kebosanan di kelas karena kurangnya tantangan bagi potensi mereka, menyebabkan mereka cenderung kreatif untuk berbuat hal - hal yang dapat menjengkelkan guru ataupun teman - teman mereka. Yang lebih buruk lagi, sebenarnya potensi mereka tidak dapat berkembang secara optimal.[34]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.
Intelegensi sebagai sebuah kemampuan yang tertanam dalam diri masing-masing individu dapat ditumbuh kembangkan dengan berbagai cara agar dapat membantu sebagai daya berpikir yang ada dalam diri setiap individu manusia. Karena tanpa adanya intelegensi maka pendidikan hampir mustahil untuk dilaksanakan.
Dalam kehidupan, intelegensi seseorang memegang peranan yang sangat penting, tetapi intelegensi bukan merupakan satu – satunya faktor yang menentukan sukses atau tidaknya seseorang. Watak seseorang juga sangat menentukan. Dapat dikatakan bahwa intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula pada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.
Dalam dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan perlunya perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah. Mereka akan sama – sama menimbulkan masalah.





B.     Implikasi bagi Mahasiswa (Calon Guru)
Implikasi bagi mahasiswa dengan adanya pembuatan makalah ini adalah memberi wawasan, pengetahuan tentang intelegensi dan peran penting intelegensi dalam proses pembelajaran, untuk mengoptimalisasikan tentang strategi guru, agar suksesnya pembelajaran berdasarkan intelegensi dan kapasitas dan kemampuan yang sesuai dengan minat dan bakat agar antara pengajar dan peserta didik, keduanya berperan aktif, karena suksesnya proses pembelajaran untuk merancang pendidikan dengan mengedepankan peran intelegensi dalam penentuan cara dan peran guru dalam proses pembelajaran.
Karena setiap peserta didik itu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda dalam memahami suatu pelajaran maka mahasiswa yang akan terjun untuk mengajar sebagai guru harus dapat lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran dalam kelas, serta harus lebih sabar dalam menghadapi anak-anak yang memiliki intelegensi yang rendah maupun yang tinggi.
















DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Surabaya : Penerbit PT. Bina Ilmu.
Ginanjar, Agustian Ari. 2007. ESQ Emosional Spiritual Questiont. Jakarta:Penerbit Arga.
Hamzah, Uno dan Kuadrat, Masri. 2009. Mengelola Intelegensi dalam Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hamzah, Uno dan Rauf, Abdul Karim. 2008. Desain Pembelajaran. Gorontalo : Nurul.
Hamzah, Uno. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1985. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Karya.
Syamsu, Yusuf dan Nurihsan, Juntika. 2011. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2005. Pengantar Psikologi Umum. Bandung  : Andi Offset.
http://dhilax.blogspot.com/2012/12/implikasi-Intelegensi-dalam-proses.html, diakses pada tanggal 22 Desember 2013 pukul. 14.15 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi diakses pada 22 Desember 2013 pukul 14.00
http://laili-masruroh.blogspot.com/2013/01/makalah-intelegensi.html, diakses pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 15.30 WIB
http://www.scribd.com/doc/93582922/Intelegensi-dan-Implikasinya-dalam-Pendidikan, diakses pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 10.00 WIB.



[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi diakses pada 22 Desember 2013
[3] Ibid.
[4] Yusuf Syamsu, Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 226-227.
[5] Uno Hamzah, Masri Kuadrat. Mengelola Intelegensi dalam Pembelajaran, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 31-32
[6] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Bandung  : Andi Offset, 2005), hlm. 212-215.

[8] Ibid. hlm. 216.
[9] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Surabaya : Penerbit PT. Bina Ilmu, 2009), hlm. 177
[10] Ibid. Hlm. 178
[11] Ibid., hlm. 179
[12] Ibid,. hlm. 179
[13] Yusuf Syamsu, Juntika Nurihsan, Op. Cit. hlm.225
[14] Ibid. hlm. 227-237.
[15]Agustian Ari Ginanjar, ESQ Emosional Spiritual Questiont, (Jakarta:Penerbit Arga, 2007), hlm. 280.
[16] Uno Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 68.
[17] Yusuf Syamsu, Juntika Nurihsan, Op. Cit. hlm.242
[18] Abu Ahmadi, Op.Cit. hlm. 181.
[19] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Karya, 1985), hlm. 58 – 59
[20] Ibid., hlm.128.
[21] Uno Hamzah, Masri Kuadrat, Op. Cit., hlm. 2
[23] Uno Hamzah, Masri Kuadrat, Op. Cit., hlm. 4
[24] Ibid., hlm. 4.
[25] Ibid., hlm. 7.
[27] Uno Hamzah, Abdul Karim Rauf, Desain Pembelajaran, (Gorontalo : Nurul, 2008), hlm. 96
[28] Uno dan Masri kuadrat,  Op. Cit., 161-162
[29] Uno Hamzah, Op. Cit., hlm.129-132.
[30] Ibid., hlm. 145-146.
[31] Ngalim Purwanto, Op. Cit.,  hlm. 62-63
[32] Ibid.
[34] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar