BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Melihat
perkembangan zaman yang semakin modern dan maju, sehingga pentingnya faktor Intelegensi
untuk di kembangkan dan dimodivikasi agar di pahami dalam proses pembelajaran,
kenyataan yang ada terutama di kalangan peserta didik banyak yang memilki
potensi Intelegensi yang sangat beragam dan kurang dipahami dalam proses
pembelajaran, misalnya yang hanya mementingkan dan mengidolakan satu Intelegensi
padahal sebaiknya kita lebih memahami dan mengembangakan Intelegensi yang dimiliki
setiap individu, baik itu Intelegensi yang menyangkut tentang intelektual,
emosional maupun yang menyangkut tentang nilai-nilai aqidah yang ada dalam
masyarakat.
Kualitas otak seseorang bisa dikaitkan
dengan intelegensi atau tingkat Intelegensi seseorang. Seperti halnya bahwa
individu itu memilki karakteristik yang berbeda antara yang satu dan
lainnya, intelegensi antara orang yang satudan lainnya pun tidaklah sama,
sekali pun mereka adalah kembar identik. Intelegnsi ini adalah sesuatu yang
unik dan rumit.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa jika
seseorang tidak memiliki intelegensi yang tinggi maka tidak akan berhasil, dan
dari pemikiran tersebut banyak orang tua yang resah. Hampir bisa dikatakan jika
semua orang tua menginginkan anak yang memiliki Intelegensi yang tinggi
sehingga ia akan mampu memilki kesuksesan.
Inteligensi itu sendiri ialah kemampuan
yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu. Dari pernyataan tersebut masih terdapat hal yang tidak bisa dipahami
dengan mudah. Hubungan antara intelegensi dan pencapaian seseorang tidak bisa
hanya dengan definisi tersebut.[1]
Untuk
itu penyusun merasa penting untuk mengangkat judul ‘’IMPLIKASI INTELEGENSI (KECERDASAN)
DALAM PROSES PEMBELAJARAN’’, agar bisa menambah pemahaman tentang keragaman Intelegensi
yang dimiliki setiap individu untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, dengan
melakukan terobosan-terobosan baru dengan berbagai tektik, yang dilakukan
seorang guru agar peserta didik bisa berkembang dengan berbagai aspek baik dari
segi pengetahuan, ketrampilan maupun bakat yang bisa dijadikan motivasi untuk
cerdas dan kritis dalam berfikir melalui proses pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan di atas pemakalah meruumuskan suatu masalah, yaitu:
bagaimana implikasi gejala perasaan dan emosi dalam pendidikan seorang remaja.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah
Psikologi Umum Semester 3 di STIT Pemalang tahun 2013/2014. Selain itu tujuan
pembuatan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana implikasi
intelegensi (kecerdasan) dalam proses pembelajaran, sehingga dapat menjadi
bekal bagi mahasiswa saat terjun ke lapangan (mengajar) dalam dunia pendidikan
untuk dapat mengoptimalkan intelegensi yang berbeda-beda yang dimiliki peserta
didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Intelegensi
Secara
etimologi intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau keterangan-keterangan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa intelijen adalah orang
yang bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas rahasia.[2]
Secara
terminologi intelegensi menurut John W
Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi
pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[3]
Menurut
Garner, intelegensi harus memiliki standar tertentu, yaitu kemampuan untuk
mengatasi masalah dalam kehidupan, kemampuan untuk menggeneralisir masalah baru
untuk diatasi serta kemampuan untuk membuat atau menawarkan pelayanan yang
bernilai dalam suatu budaya.[4]
Setiap
oarang dilahirkan dengan berbagai bakat dan kemampuan yang merupakan sesuatu
yang “inheren” dalam diri seseorang, yang dibawa sejak lahir dan terkait dengan
struktur otak yang berkaitan dengan intelegensi, kemampuan intelektual merupakan
ekspresi dari apa yang disebut intelegensi dan kepada kemampuan intelek ini
kita juga bersandar dalam mengusai dan memperlakukan perubahan kebudayaan serta
pembaruan teknologi di dalam masyarakat.[5]
Intelegensi
sangat berkaitan dengan bakat sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan walaupun
kedunya saling berbeda, karena orang yang cerdas secara umum berati orang yang
memiliki prestasi yang tinggi yang mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul
yang meliputi kemampuan intelektual umum, kemampuan akademis khusus, kemampuan
berpikir kreatif dan produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu
bidang seni, kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga) sehingga orang
cerdas bukan di ukur dari intelektual semata tetapi dari beberapa aspek yang
mendukung perkembangan potensi yang semuanya dapat berperan aktif.
Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan
proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang
baru.
B.
Teori – Teori Intelegensi
1)
Teori
– teori faktor[6]
Menurut
Spearman, intelegensi
mengandung dua macam faktor, yaitu general faktor (faktor G) dan special faktor
(faktor S). Karena itu teori Spearman dikenal sebagai teori dwi factor atau two factor theory. General factor selalu
didapati dalam setiap performance, sedangkan special faktor adalah merupakan
faktor yang bersifat khusus., yaitu mengenai bidang – bidang tertentu.
P = G + S
Menurut Burt,
dalam intelegensi ada 3 macam faktor, yaitu faktor G, faktor S, dan faktor C.
Faktor C (common factor) adalah merupakan faktor sesuatu kelompok kemampuan
tertentu, misalnya common factor dalam hal bahasa, dalam hal matematika, dsb.
Pi = G + S + Cx, Cx = misalnya
common faktor berhitung
a.
S
(spatial relation), yaitu kemampuan
untuk melihat atau mempersespsi gambar dengan dua atau tiga dimensi, menyangkut
jarak (spatial)
b.
P
(perceptual speed), kemampuan yang
berkaitan dengan dengan kecepatan dan ketepatan dalam memberikan judging
mengenai persamaan dan perbedaan atau dalam respons terhadap apa yang
dilihatnya secara detail
c.
V
(Verbal comprehension), kemampuan
yang menyangkut pemahaman kosa kata (vocabulary), analogi secara verbal, dan
sejenisnya
d.
W
(Word Fluency), kemampuan yang
menyangkut dengan kecepatan yang berkaitan dengan kata – kata, dengan anagram,
dan sebagainya.
e.
N
(Number facility), kemampuan yang
berkaitan dengan kecepatan dan ketetapan dalam berhitung
f.
M
(associative memory), kemampuan yang
berkaitan dengan ingatan
g.
I
(induction), kemampuan yang berkaitan
dengan kemampuan untuk memperoleh prinsip atau hukum
Teori Thurstone ini disebut
sebagai teori kelompok – faktor (group
factor theory).
2)
Teori Orientasi Proses (Process-Oriented Theories)
Teori ini mendasarkan atas
orientasi bagaimana proses intelektual dalam pemecahan masalah. Teori proses
informasi mengenai intelegensi mengemukakan bahwa inteligensi akan diukur dari
fungsi – fungsi seperti proses sensoris, koding, ingatan, dan kemampuan mental
yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali (remembering).[8]
C.
Tingkat-tingkat Intelegensi
1. Kecerdasan
Binatang
Pada
mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang,
karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut
hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[9]
2. Kecerdasan
Anak-anak
Yang
dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun
dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan
percobaan yang telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.[10]
Usaha-usaha
memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam
mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.
3. Kecerdasan
Manusia
Sesudah
anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera.
Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak) tidak sama dengan jera dan
anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:
a. Penggunaan
Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang
besar terhadap perkembangan pribadi.
1) Dengan
bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan dan
sebagainya).
2) Dengan
bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu
maju dan masalahnya selalu meningkat
3) Dengan
bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang
dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret
maupun hal-hal yang abstrak
4) Dengan
bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.[11]
b. Penggunaan
Perkakas
Kata Bergson, perkakas adalah merupakan sifat
terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan
cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan
bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat
merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat atau
objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai
pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/dibulatkan dan
diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat
dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu maksud.[12]
D.
Macam-macam
Intelegensi
Kecerdsan,
dalam kepribadian manusia terdiri dari beberapa macam, yang membantu untuk mengembangkan
potensi, bakat dan berpikir yang kreatif di antaranya; Intelegensi majemuk (multiple intelegensi), Intelegensi
emosional dan Intelegensi spiritual atau yang menyangkut dengan nilai-nilai aqidah.
a. Intelegensi
Majemuk ( Multiple Intelegence ) [13]
Howard Gerner sebagai pelopor yang
memperkenalkan konsep multiple
intelegensi berpendapat bahwa intelegensi seseorang tidak hanya memiliki
kapasitas untuk belajar dan menyelesaikan masalah, tetapi juga memiliki
kapasitas menciptakan sesuatu dalam konteks yang kaya serta menciptakan setting
yang alamiah. Sebagai contioh : bidang musik, bidang visual ruang serta
kinestika tubuh merupakan produk dalam konteks yang kata serta memiliki setting
alamiah.
Menurut Garner bidang-bidang ini bukan di
sebut sebagai ketangkasan atau bakat tetapi bakat/intelegesi. Dalam Intelegensi
majemuk (multipel intelegensi) dengan
rinci dapat di artiakan sebagai berikut :[14]
1) Intelegensi
linguistik, merupakan kemampuan yang sangat sensitif pada suara, irama dan
kata-kata serta keinginan yang kuat untuk mengekspresikan dalam bentuk tulisan.
2) Intelegensi
logika matematika intelegensi yang meliputi, kemampuan menjumlahkan secara
matematis, berpikir secara logis, mampu berfikir secara deduktif dan induktif,
serta ketajaman dalam membuat pola-pola dan hubungan-hubungan yang logis.
3) Intelegensi
kinestika tubuh, yang meliputi kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran ke
dalam penampilan fisik yang sempurna.
4) Intelegensi
visual ruang, sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan,
pemahaman, proyeksi visual, imajinasi mental, pemahaman ruang, manipulasi
imajinasi, serta penggandaan imajinasi nyata serta imajinasi dalam diri/abstrak.
5) Intelegensi
musikal, bahan instrumen berupa musik melalui tubuh manusia,intelegensi musikal
adalah struktur berpikir musikal, yang tidak bergantung pada intelegensi
lainnya, yang menggunakan tiga komponen utama, yaitu ritme, nada dan timbre
atau kualitas suara.
6) Intelegensi
interpersonal, merupakan kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan
orang lain, dengan mampu membedakan suasana hati, temperamen, motivasi dan
ketrampilan-ketrampilan orang lain.
7) Intelegensi
intrapersonal, merupakan pemikiran-pemikiran dan perasaan individu.
8) Intelegensi
naturalis, merupkan kemampuan mengenali dan mengkategorisasi species (flora dan
fauna) di lingkungan sekitar atau kepekaan pada fenomena alam lainnya.
b. Intelegensi
Emosional (Emotional Question)
Tingkat IQ Intelegensi seseorang umumnya
tetap, tetapi Intelegensi emosi EQ, dapat terus ditingkatkan hal ini di dukung
oleh seorang pakar EQ yaitu Daniel Goleman sebagai berikut; dalam peningkatan
inilah intelegensi emosi sangatlah beda dengan IQ, dalam intelegensi emosi yang
dijadikan tolak ukur seperti integritas, komitmen, konsistensi, dan totalitas
jadi intelegensi emosional adalah kemampuan merasakan, memahami secara efektif,
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi
dan pengaruh manusia.[15]
Intelegensi emosional merupakan kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan
menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan
berdo’a.[16]
c. Intelegensi
Spiritual (Spiritual Question)
Pada abad ke-20 IQ menjadi besar di kalangan
masyarakat, dan bersamaan dengan itu di temukan “Q” yang ke tiga, yaitu SQ
untuk melengkapkan intelegensi manusia secara penuh, SQ dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah tentang makna dan nilai, menempatkan
berbagai kegiatan dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya, dan
memberikan makna. Mengukur atau menilai bahwa salah satu kegiatan atau langkah
kehidupan tertentu lebih bermakna dari yang lainnya.[17]
Sehingga perlu di pahami bahwa SQ adalah intelegensi
jiwa yang membantu manusia membangun dirinya secar utuh, dengan berdasakan
untuk memperoleh ketenangan tetapi tidak selamanya SQ bergantung pada budaya
dan nilai, dengan Intelegensi ini individu mampu memakknai setiap kegiatannya
adalah ibadah.
Dalam bukunya Abu Ahmadi menjabarkan tentang macam-macam
intelegensi yaitu sebagai berikut :[18]
1. Intelegensi
Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang
bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya
intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan
berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan
perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat
dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.
2. Intelegensi
Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan
tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu.
Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api,
radio, listrik dan kapal terbang.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan
mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan
maupun yang di tulis.
E. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Intelegensi
Faktor
– faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi antara lain:[19]
1.
Pembawaan
Pembawaan
ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas
kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama
ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang
pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan
itu masih tetap ada.
2.
Kematangan
Tiap organ
tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun
psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal
tertentu, karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ
tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai
soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
3.
Minat
dan pembawaan yang khas
Minat
mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan
itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif - motif) yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Apa yang menarik minat
seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
4.
Kebebasan
Kebebasan
berarti bahwa manusia dapat memilih metode – metode yang tertentu dalam
memecahkan masalah – masalah.
Disisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi
lainnya digambarkan oleh Spearman sebagai berikut :
1. Faktor umum / general faktor
2. Faktor-faktor khusus / spesial faktor
Kemudian,
oleh Burt ditambah satu faktor lagi yang menurut pendiriannya faktor tersebut
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap intelegensi individu yaitu, faktor
grup / kelompok.[20]
F.
Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran
atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa, secara implisit dalam
pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetatapkan, dan pengembangan metode di
dasarkan pada kondisi yang ada.[21]
Pembelajaran
sangat berkaitan dengan belajar karena apabila ada pebelajar optimal atau
tidaknya proses pembelajaran tergantung pada keaktifan antara keduanya yang
merupakan komponen yang saling menopang. Sehingga dalam pembelajaran jangan
mengabaikan karateristik pebelajar, oleh karena itu pembelajaran merupakan
suatu program yang akan di lakuakan oleh seorang guru denegan menggunakan
ketrampilan.
Sehingga
untuk mensukseskan proses pembelajaran seorang guru, harus mempertimbangkan
beberapa hal yang paling terpenting bagaimana seorang guru dapat memahami intelegensi
intelelek dan bakat yang di miliki siswa, untuk lebih spesifiknya menurut Bigs
dan telfer, pembelajaran merupakan faktor penentu dalam diri siswa untuk
bekembang dan termotivasi, motivasi instrumental, motivasi sosial, dan motivasi
berprestasi rendah misalnya dapat di kondisi secara bersarat agar terjadi peran
beljar siswa. adapun yang paling berpengaruh yaitu bagaimana siswa belajar dan
berkembang di tentukan oleh guru. kondiisi eksternal yang sangat berpengaruh
pada proses belajar yang penting adalah bahan ajar, suasana belajar, media dan
sumber belajar, dan subbjek pembelajar itu sendiri.[22]
Sehingga
pembelajaran adalah sebuah upaya yang di lakukan dengan menyesuaikan terhadap
kondisi-kondisi siswa untuk bisa berkembang sesuai potensi yang di miliki
masing-masing.
G.
Implikasi
Intelegensi Dalam Proses Pembelajaran
Intelegensi
sangatlah berkaitan dengan proses belajar, yang mana dalam proses pembelajaran
faktor yang sangat dominan adalah pribadi individu yang cerdas yang mampu
berfikir kritis, sehingga keduannya saling mendominasi suksesnya proses
pembelajaran karena terciptanya pemikir-pemikir cerdas baik intelektual,
emosional, maupun spiritual dengan berdasarkan dan sesuai dengan kondisi-
kondisi siswa dalam proses pembelajaran. Kondisi–kondisi tersebut yaitu bagaimana,
pengelolaan intelegensi terhadap pembelajaran yang paling mendasar ada beberapa
poin yang harus di perhatikan antara lain :
a. Memahami
peserta didik
Mengajar adalah membantu peserta didik
memperoleh informasi, ide, ketrampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengepresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar Joice dan Well.[23]
Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan peserta didik, dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta
didik sebagai subjek bukan sebagai objek, agar pembelajaran dapat mencapai
hasil yang optimal, maka guru harus memahami karakteristik peserta didik.[24]
b. Bakat
dan Intelegensi peserta didik
Bakat dan Intelegensi merupakan dua hal yang
berbeda, namun saling berkaitan. Bakat adalah kemampuan yang merupakan suatu
yang melekat (inherent) dalam diri seseorang. Bakat peserta didik dibawa sejak
lahir dan terkait dengan struktur otaknya, dan cara berinteraksi dengan
lingkungan. Potensi bawaan peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan Intelegensi
intelektual (IQ), peserta didik.[25]
c. Identifikasi
potensi peserta didik
Mengidentifikasi peserta didik dapat di
kenali dari cirri-ciri (indicator)
keberbakatan peserta didik dan kecenerungan minat jabatan. Ada tiga kelompok
cirri keberbakatan, yaitu kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability), kreativitas (creativity). yang tergolong tinggi,
komitmen terhadap tugas ( task commitment)
tergolong tinggi.
Mengingat kurikulum yang sudah padat, cara
lain yang di gunakan untuk mengingatkan pelajaran emosi ke dalam jaringan
kehidupan sekolah, yang sudah ada adalah melalui cara membantu para guru
memikirkan kembali bagaimaa mendisiplinkan murid yang berprilaku kurang baik
demi kelancaran proses pembelajaran.
Kecakapan emosional terhadap pencegahan juga
mempengaruhi proses pembelajaran, beberapa program yang paling berhasil dalam
ketrampilan emosional telah di kembangkan untuk menanggapi masalah tertentu,
terutama tindak kekerasan. Meninjau ulang peran sekolah, ketrampilan emosional
menyiratkan diperluas lagi tugas sekolah, dengan memikul tanggung jawab atas
kegagalan keluarga dalam mensosialisasikan anak. Tugas yang memberat ini
mementingkan : guru harus melangkah melampaui tugas tradisional mereka dan
masyarakat harus terlibat dengan sekolah.
Ada atau tidaknya kelas yang secara tegas
dikhususkan bagi ketrampilan emosional barangkali tak ada mata pelajaran di
mana mutu seorang guru menjadi sangat penting, karena cara seorang guru
menangani kelasnya sendiri, sudah bisa merupakan contoh pelajaran de facto di bidang ketrampilan emosional
atau adanya ketrampilan di bidang tersebut.
Peran sekolah yang lebih luas, selain melatih
guru ketrampilan emosional memperluas pandangan kita tentang tugas sekolah itu
sendiri, membuatnya lebih tegas sebagai agen masyarakat, untuk mengusakan agar
anak mempelajari pelajaran penting bagi kehidupan ini suatu pembalikan kearah
peran klasik pendidikan, rancangan yang lebih luas ini menuntut, selaun setiap
perincian kurikulum, penggunaan peluang di dalam dan di luar kelas untuk
membantu murid saat krisis pribadi menjadi pelajaran ketrampilan emosional.
Jadi jelaslah Intelegensi sangatlah
berpengaruh, terutama pada kesadaran diri emosional, mengelola emosi,
memanfaatkan emosi secara produktif, empati membaca emosi, membina hubungan
demokratis dengan sesame hal ini lebih di tegaskan dalam proses pembelajaran.[26]
H.
Strategi
Guru untuk Mengoptimalkan Intelegensi dalam Proses Pembelajaran
Dalam
proses pembelajaran dibutuhkan peran dan teknik seorang guru dengan mengetahui
pentingnya Intelegensi sehingga untuk dioptimalkan dalam proses pembelajaran
agar lebih optimal dan tidak salah suai karena keduanya sangatlah berkaitan dan
sanagat penting bagi individu untuk berkembang.
a. Prinsip
Pembelajaran
Pembelajarn merupakan perpaduan dua aktivitas,
yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar menyangkut
peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi
harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Kunci pokok pembelajaran
ada pada seorang guru (pengajar), dalam pembelajaran menuntut keduanya lebih
aktif agar tidak ada salah satu yang pasif, dan keduanya menjadi subjek bukan
semata-mata objek agar pembelajaran lebih optimal.[27]
b. Rencana
pelajaran melalui Intelegensi ganda
Teori intelegensi ganda membantu guru
menyampaikan keberadaan pelajaran ke dalam kegiatan belajar yang banyak
melibatkan perasaan siswa. Banyak siswa yang selama ini sudah di didik dengan
berbagai pelajaran, namun kesadaran akan pentingnya apa yang dipelajari itu
belum muncul dari siswa. Untuk itu pembelajaran yang melibatkan intelegensi
ganda berusaha bagaimana guru membangun semua potensi siswa sehingga
keberbakatan yang merupakan fariabel internal siswa dapat di kembangkan.
Ketika guru merasa baik melibatkan dua atau
tiga intelegensi dalam pembelajara, guru berusaha untuk menggabungkan intelegensi
tersebut dalam suatu peristiwa pembelajaran yang sifatnya harus nyata agar
terlibat langsung dan prestasi meningkat merupakan perluasan kapasitas intelektual.
Untuk memasukan variasi pelajaran, ke peserta didik dengan cepat, dengan daftar
pelajaran disodorkan pada siswa akan membantu guru dalam menentukan pilihan
untuk menetapkan intelegensi yang tepat dikembangkan dalam pembelajaran.[28]
c. Kemampuan
guru dalam mendesain pembelajaran
Spencer and spencer mendefinisikan kemampuan
sebagai karateristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan
dengan kinerja efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi. Dari pendapat
tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang
dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.
Lebih lanjut Spencer and Spencer membagi lima karateristik kompetensi antara
lain yaitu; motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi
guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga
kependidikan yang tampak sangat berarti.
Ada berapa kompetensi yang menonjol menurut
Nana Sujana yaitu; kompetensi bidang kognitif, kompetensi bidang sikap, dan kompetensi
perilaku, ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Crow dan Crow,
kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi :
1) Penguasaan
subject-matter yang akan di ajarkan.
2) Keadaan
fisik dan kesehatannya.
3) Sifat-sifat
pribadi dan kontrol emosinya.
4) Memahami
sifat-hakikat dan perkembangan manusia.
5) Pengetahuan
dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar.
6) Kepekaan
dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
7) Minatnya
terhadap perbaikan professional dan pengayaan kultural yang terus menerus
dilakukan.[29]
Mengembangkan strategi pembelajaran, dengan menjelaskan
komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi
secara procedural haruslah berdasarkan karakteristik siwa, untuk memudahkan
siswa memperoleh pelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari yaitu: (a)
kegiatan pembelajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta mahasiswa, (d)
pengentasan, (e) kegiatan tindak lanjut.[30]
I.
Implementasi
Dalam Kehidupan dan Pendidikan
Dalam
kenyataannya, sebenarnya sulit untuk menentukannya, bagaimana korelasi
intelegensi seseorang dengan kehidupannya. Memang intelegensi seseorang
memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya. Akan tetapi, kehidupan
sangat kompleks, intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses
tidaknya kehidupan seseorang. Masih banyak lagi faktor yang lain.
Watak
seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak diantara orang –
orang yang sebenarnya memliki intelegensi cukup tinggi, tetapi tidak mendapat
kemaua dalam hidupnya. Ini disebabkan karena, misalnya kurang mampu bergaul
dengan orang lain dalam masyarakat, atau kurang memiliki cita – cita yang
tinggi, sehingga tidak / kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknnya,
ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja, dapat
lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan
keuletannya. Akan tetapi intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seorang
untuk maju dan berkembang,meskipun orang itu ulet dan tekun dalam usahanya.
Jadi,
dapat dikatakan, Intelegensi atau intelegensi seseorang memberi kemungkinan
bergerak dan bekembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana
kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan
pribadi serta kesempatan yang ada.[31]
Bila
ditinjau dari dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan
perlunya perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat
intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah.
Mereka akan sama-sama menimbulkan masalah. Anak yang memiliki intelegensi
rendah sehingga kemampuan yang mereka miliki sangat terbatas, memerlukan
program khusus yang memungkinkan mereka belajar dengan kecepatan dan beban yang
sesuai dengan kemampuan mereka.[32]
Bukan
suatu hal yang bijaksana jika anak-anak yang memiliki potensi berbeda
diperlakukan sama karena kebetulan mereka duduk di kelas yang sama. Anak yang
lambat belajar akan merasa tersiksa baik di sekolah maupun di rumah, karena
ketidakmampuan mereka mengikuti pelajaran seperti teman-teman sekelasnya. Anak
ini merasa rendah diri, karena merasa tidak sejajar dengan teman-temannya.
Karena hal itu, anak ini kadang menunjukkan perilaku kenakalan di kelas dan di sekolah
untuk menunjukkan kelebihannya, terutama jika anak ini lebih tua dan bandannya
lebih besar (misalnya pernah tinggal kelas).[33]
Berbeda
dengan anak yang memiliki intelegensi tinggi, mereka merasa menerima pelajaran
yang terlalu mudah bagi mereka. Rasa kebosanan di kelas karena
kurangnya tantangan bagi potensi mereka, menyebabkan mereka cenderung kreatif
untuk berbuat hal - hal yang dapat menjengkelkan guru ataupun teman - teman
mereka. Yang lebih buruk lagi, sebenarnya potensi mereka tidak dapat berkembang
secara optimal.[34]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan intelegensi adalah suatu
kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional
untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru. Oleh karena itu, inteligensi
tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.
Intelegensi
sebagai sebuah kemampuan yang tertanam dalam diri masing-masing individu dapat
ditumbuh kembangkan dengan berbagai cara agar dapat membantu sebagai daya
berpikir yang ada dalam diri setiap individu manusia. Karena tanpa adanya
intelegensi maka pendidikan hampir mustahil untuk dilaksanakan.
Dalam
kehidupan, intelegensi seseorang memegang peranan yang sangat penting, tetapi
intelegensi bukan merupakan satu – satunya faktor yang menentukan sukses atau
tidaknya seseorang. Watak seseorang juga sangat menentukan. Dapat dikatakan
bahwa intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam
bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat
direalisasikan, tergantung pula pada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang
ada.
Dalam
dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan perlunya
perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat
intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah.
Mereka akan sama – sama menimbulkan masalah.
B.
Implikasi
bagi Mahasiswa (Calon Guru)
Implikasi
bagi mahasiswa dengan adanya pembuatan makalah ini adalah memberi wawasan,
pengetahuan tentang intelegensi dan peran penting intelegensi dalam proses
pembelajaran, untuk mengoptimalisasikan tentang strategi guru, agar suksesnya
pembelajaran berdasarkan intelegensi dan kapasitas dan kemampuan yang sesuai
dengan minat dan bakat agar antara pengajar dan peserta didik, keduanya
berperan aktif, karena suksesnya proses pembelajaran untuk merancang pendidikan
dengan mengedepankan peran intelegensi dalam penentuan cara dan peran guru
dalam proses pembelajaran.
Karena
setiap peserta didik itu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda dalam
memahami suatu pelajaran maka mahasiswa yang akan terjun untuk mengajar sebagai
guru harus dapat lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi
pembelajaran dalam kelas, serta harus lebih sabar dalam menghadapi anak-anak
yang memiliki intelegensi yang rendah maupun yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum.
Surabaya : Penerbit PT. Bina Ilmu.
Ginanjar, Agustian Ari.
2007. ESQ Emosional Spiritual Questiont. Jakarta:Penerbit
Arga.
Hamzah, Uno dan Kuadrat, Masri. 2009. Mengelola Intelegensi dalam Pembelajaran.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hamzah, Uno dan Rauf, Abdul
Karim. 2008. Desain Pembelajaran.
Gorontalo : Nurul.
Hamzah, Uno. 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1985. Psikologi
Pendidikan. Bandung : Remaja Karya.
Syamsu, Yusuf dan Nurihsan, Juntika. 2011. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2005. Pengantar
Psikologi Umum. Bandung : Andi
Offset.
http://dhilax.blogspot.com/2012/12/implikasi-Intelegensi-dalam-proses.html, diakses pada tanggal 22 Desember
2013 pukul. 14.15 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi
diakses pada 22 Desember 2013 pukul 14.00
http://laili-masruroh.blogspot.com/2013/01/makalah-intelegensi.html, diakses pada tanggal 23 Desember
2013 pukul 15.30 WIB
http://www.scribd.com/doc/93582922/Intelegensi-dan-Implikasinya-dalam-Pendidikan, diakses pada tanggal 23 Desember 2013 pukul
10.00 WIB.
[1] http://www.scribd.com/doc/93582922/Intelegensi-dan-Implikasinya-dalam-Pendidikan,
diakses pada tanggal 23 Desember 2013
[3] Ibid.
[4] Yusuf Syamsu, Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung
: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 226-227.
[5] Uno Hamzah, Masri Kuadrat. Mengelola Intelegensi dalam Pembelajaran,
(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 31-32
[6] Bimo Walgito, Pengantar
Psikologi Umum, (Bandung : Andi
Offset, 2005), hlm. 212-215.
[8] Ibid. hlm. 216.
[10] Ibid. Hlm. 178
[11] Ibid., hlm. 179
[15]Agustian Ari
Ginanjar, ESQ Emosional Spiritual
Questiont, (Jakarta:Penerbit Arga, 2007), hlm. 280.
[16] Uno Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : PT Bumi
Aksara, 2010), hlm. 68.
[19]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung
: Remaja Karya, 1985), hlm. 58 – 59
[22] http://dhilax.blogspot.com/2012/12/implikasi-Intelegensi-dalam-proses.html, diakses pada tanggal 22 Desember 2013.
[24] Ibid., hlm. 4.
[25] Ibid., hlm. 7.
[26] http://dhilax.blogspot.com/2012/12/implikasi-Intelegensi-dalam-proses.html, diakses
pada tanggal 22 Desember 2013.
[30] Ibid., hlm. 145-146.
[31]
Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 62-63
[32] Ibid.
[33] http://laili-masruroh.blogspot.com/2013/01/makalah-intelegensi.html, diakses pada tanggal 23 Desember 2013.
[34] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar