BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara
tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi
pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”.
Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri
manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani,
apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara
mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia.
Menurut
bahasa iman berasal dari kata dasar aamana-yu’minu-iiman yang berarti
pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah :
تَصْدِيْقٌ
بِالْقَلْبِ، وَإِقْرَارٌ بِالِّلسَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ.
“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan”.[1]
Di dalam sebuah hadits,
Jibril pernah bertanya kepada rasulullah saw, “Beritahukanlah kepadaku tentang
iman!” Lalu Rasul SAW menjawab,“Iman itu adalah kepercayaan kepada (adanya)
Allah, malaikat – malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat,
dan percaya kepada al-Qadr (takdir), baik dan buruknya
berasal dari Allah SWT”. Jibril berkata “ Engkau benar” (HR. Muslim, Tarmidzi,
Abu Dawud dan Al-Nassa’i).[2]
Dari penjelasan keimanan pada hadits di atas sering disebut sebagai
rukun iman. Kata rukun atau اَرْكَانٌ
merupakan bentuk jama’ dari "رُكْنُ
الشَّيْءِ، رُكْنٌ" yang berarti sisi sesuatau yang paling
kuat. Sedangkan yang dimaksud rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi
tegaknya iman.[3]
Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada
Allah SWT yang merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam. Orang yang akan
memeluk agama Islam terlebih dahulu harus mengucapkan kalimat syahadat. Pada
hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki manusia sejak ia lahir.
Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah SWT sejak ia berada di
alam arwah.
Iman kepada Allah
adalah kunci dari keimanan seseorang yang paling pertama dan utama. Sebelum
manusia dilahirkan ke dunia, tiap-tiap mereka telah diambil sumpah untuk
menyatakan bahwa hanya kepada Allah saja mereka akan beribadah.
Malaikat diciptakan
Allah dari nur (cahaya). Bentuk tubuh dan rupanya hanya Allah-lah yang lebih
mengetahuinya. Adapun jumlahnya sangat banyak dan tidak terhitung jumlahnya,
yang tidak bertambah ataupun berkurang dan tidak akan mati sebelum tibanya hari
kiamat. Para malaikat merupakan hamba-hamba Allah yang sangat taat, berbakti
dan selalu menuruti apa-apa yang diperintahkan-Nya. Karena itu mereka sangat
dimuliakan oleh Allah SWT. Malaikat tidak membutuhkan makan dan minum dan dapat
menjelma seperti manusia. Hanya para Nabi dan Rasul yang dapat mengenal
jasadnya yang asli maupun pada waktu menjelma seperti manusia biasa. Malaikat
itu hanya mempunyai akal dan tidak mempunyai hawa nafsu. Karena itu malaikat
terpelihara dari kesalahan dan dosa. Di dalam Al-Qur’an banyak difirman Allah
yang berhubungan dengan malaikat beberapa diantaranya:
مَانُنَزِّلُ
الْملَٓئِكَةَ اِلَّابِالْحَقِّ
“Kami
tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar”. (QS. Al-Hijr: 8)[4]
Dalam makalah ini pemakalah akan membatasi pembahasan
hanya tentang “Iman kepada Allah dan Iman kepada Malaikat Allah”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
pemakalah dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
dan bagaimana Iman kepada Allah ?
2.
Apa
dan bagaimana Iman kepada Malaikat Allah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah adalah suatu keyakinan yang mantap dan menghujam
bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu, pemilik dan pengaturnya,
menciptakannya, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan. Dialah yang berhak
diibadahi dan ditaati, ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepadaNya dalam
bentuk ibadah. Dialah yang memiliki sifat maha sempurna dan jauh dari segala
sifat kekurangan.[5]
Iman kepada Allah mencakup pengesaan Allah dalam tiga hal rububiyah,
uluhiyah dan asma wash sifat-Nya.
Arti Iman kepada Allah SWT, yaitu hendaknya
seorang hamba Allah untuk mengitikadkan dengan keteguhan hatinya akan
sifat-sifat Allah SWT, baik yang wajib, mustahil sampai yang jaiz. Secara ijmali (keseluruhan) ia harus beritikad
dengan seteguh hati, bahwa Allah itu wajib mempunyai sifat-sifat kesempurnaan
yang sesuai dengan keadaan Ketuhanan-Nya, dan mustahil bersifat dengan segala
macam sifat kekurangan, serta jaiz bagi Allah untuk melakukan setiap yang
mungkin atau meninggalkan.[6]
Sebelum Islam datang, orang jahiliyah sudah
mengenal Allah SWT. mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan
yang harus disembah itu dzat yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana
diungkapkan di dalam Al-Qur’an :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ * سورة الزخرف 9
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka :
“Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab :
“Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”[7]
Dzat
Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat memikirkan dzat
Allah. Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan puas
dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan
bukti-bukti berupa adanya alam semesta ini, akal pikiran manusia dapat di
gunakan untuk memikirkan dan merenungkan alam ciptaan Tuhan, dengan di dukung
oleh keterangan – keterangan ayat-ayat Al-Quran dan sunnah Rasullah , akan bertambah
subur iman seseorang kedudukan dan keteguhan iman sangat besar artinya dalam
kehidupan seseorang.
Ketika
Rasulullah SAW mendapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang berusaha
memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka
untuk melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda :
“Dari
Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang
(hakekat) dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda : “Pikirkanlah
tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh).
Iman
yang teguh akan membuahkan sikap ihklas dan bersyukur dengan demikian seseorah
yang teguh imannya senantiasa akan merasa tenteram sebagaiman firman Allah (Q.S
Ar-Ra’du: 28)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ(28)
(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.[8]
1.
Dasar Beriman Kepada Allah
Jika
di perhatikan proses pengamatan manusia, mula-mula panca indera menerima
rangsangan dari luar, kesan dan rangsangan itu disalurkan ke otak, otak
menerima dan menyadari rangsangan itu, lalu meminta pertimbangan kepada hati,
hasil pertimbangan dilaporkan kembali ke otak, melalui saraf, otak
mengintruksikan anggota tubuh untuk berbuat.[9]
Semua
kesan / rangsangan dari luar tentang alam ini dipertimbangkan oleh hati, hati
yang memberi pertimbangan atau berkeyakinan untuk berbicara dan berbuat, adanya
alam semesta ini dan dzat yang menciptakannya, yakni Allah di yakini oleh hati.
Keyakinan ini di ikuti dengan ucapan pengakuan akan adanya Allah serta
dibarengi pula dengan perbuatan berupa amal ibadah kepadaNya, pengakuan hati
merupakan dasar iman. Perlu di ingat bahwa hanya pengakuan tidak akan ada
artinya tanpa ucapan lisan dan pengamalan anggota badan, sebab pengakuan hati, pengucapan
lisan dan pengamalan anggota badan merupakan satu kesatuan yang tak dapat di
pisahkan.
Namun demikian untuk mencapai iman yang benar tidak
cukup adanya dengan pengakuan hati, pengucapan lisan dan mengamalkan angota
badan tetapi juga harus dipadukan dengan tuntunan oleh Allah (Al-Quran) serta
hadits Rasullulah.
2.
Cara Beriman Kepada Allah
a. Bersifat Ijamli
Cara beriman bersifat ini, maksudnya mempercayai
Allah secara umum atau secara garis Allah, kita percaya akan Allah itu ada dan
Allah maha pencipta, maha pengatur, maha pengusa hanya Allah yang pantas di
sembah oleh manusia dan meminta pertolongan dan tempat manusia akan kembali.
b. Bersifat Tafsili
Cara beriman dengan tafsili yaitu
mempercaiyai Allah secara terperenci, mempercayai dengan sepenuh hati bahwa
Allah mempunyai sifat wajib, dan Allah, mempunyai sifat mustahil yang jumlahnya
sama dan memiliki sifat jaiz dalam hal kudrat dan iradat-Nya.
3.
Aspek-aspek yang Mencakup Iman Kepada Allah SWT
Adapun
yang mencakup aspek iman kepada Allah SWT ialah[10]
:
a. Iman akan adanya Allah
Kebesaran
Allah ini dapat dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ (Al-Quran dan Hadits) dan perasaan,
hal ini sebagaimana terperinci di dalam poin-poin berikut ini :
1)
Dalil
kebesaran Allah berdasarkan fitrah.
Semua mahkluk di ciptakan oleh Allah dalam keadaan beriman kepada penciptanya,
tanpa melalui proses berputar. Seseorang tidak akan berpaling dari fitrah ini
kecuali jika ada sesuatu yang memalingkan hatinya dari fitrah tersebut.
Sebagaimana sabda nabi : “tidak ada anak
yang terlahir kecuali di lahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya
yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani atau Majusi (H.R Bukhari)
2) Dalil keberadaan Allah berdasarka akal
Semua makhluk baik yang pada zaman dulu maupun
yang akan datang pasti membutuhkan pencipta yang menciptakannya. Sedang mereka
tidak mungkin ada dengan sendirinya atau mungkin ada secara kebetulan.
Allah telah menyebutkan dalil ‘aqli (akal)
dan bukti yang qath’i (pasti) pada surah at-Thur yang artinya : “apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka
sendiri”.
Maksudnya ialah bahwa mereka tidak mungkin
diciptakan tanpa ada yang menciptakannya. Dan tidak mungkin mereka menciptakan
dirinya sendiri sehingga tidak ada yang lain kecuali Allah-lah yang
menciptakannya.
b. Mengimani Allah sebagai Rabbi
Maksudnya
ialah mengimani bahwa Allah satu-satunya Rabbi, dimana tidak ada sesuatu
ataupun penolong baginya dalam masalah ini. Yang dimaksud dengan rabbi adalah dzat
yang menciptakan, menguasai dan memerintah, yaitu tidak ada pencipta selain
Allah, tidak ada raja kecuali Allah dan hak memerintah hanya miliknya semata.
Allah
berfirman : Q.S Al-A’raf : 54
إِنَّ
رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ
اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ
الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ(54)
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam”.[11]
Dalam hal ini tak ada seorang pun manusia
yang mengingkari bahwa Allah adalah Rabbi kecuali orang-orang yang sombong yang
ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia katakan.
c. Mengimani Allah sebagai Illah
Maksudnya
adalah mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya Illah yang sebenarnya dan
tidak ada sekutu baginya. Yang dimaksud dengan Illah ialah Al-ma’luuh
atau Al-Ma’buud yang berarti dzat yang disembah oleh manusia
dengan maksud untuk mencintai dan mengangungkannya. Allah berfirman :
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ(163)
Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-Baqarah : 163)[12]
d. Mengimani sifat-sifat dan Nama-nama Allah
Maksudnya
adalah menetapkan dan nama-nama sifat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk
diriNya sendiri baik dalam tetapNya maupun dalam sunnah RasulNya. Tentunya
dengan gambaran yang sesuai dengan keagungan Allah, tanpa harus merubah,
mengingkari, memuaskan, tentang bentuk atau caranya ataupun menyerupakanNya
dengan sesuatu apapun. Allah SWT berfirman :
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ
بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ(180)
Hanya
milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan. (Q.S Al-A’raf : 180)[13]
4.
Sifat-sifat Allah
Salah
sifat-sifat yang harus kita ketahui adalah sifat wajib Allah. Sifat wajib bagi
Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai kesempurnaan baginya.
Allah adalah Khaliq dzat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama
dengan sifat yang dimiliki oleh mahluknya. Dzat Allah tidak bisa dibayangkan
bagaimana bentuknya, rupa dan ciri-cirinya begitu juga sifat-sifatNya. Tidak
bisa disamakan dengan sifat-sifat mahluk.
Sifat-sifat
wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal (wajib ‘aqli) dan
berdasarkan dalil naqli (Al-Quran dan Hadist).
Adapun
pembagian sifat-sifat wajib bagi Allah, menurut para ulama ilmu kalam
sifat-sifat wajib bagi Allah terdiri dari atas 20 sifat, dari 20 sifat itu
dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :
1)
Sifat
Nafsiyah
Yaitu
sifat yang berhubungan dengan dzat Allah. Sifat Nafsiyah ini ada satu, yaitu wujud.
2)
Sifat
Shalbiyah
Yaitu
sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya. Sifat shalbiyah ini ada
lima, yaitu : Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lilhawadist, Qiyamuhu Binafsihi,
Wahdaniyah.
3)
Sifat
Ma’ani
Yaitu
sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani
ada tujuh, yaitu : Qudrah, Iradah, ‘ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, kalam.
4)
Sifat
Ma’nawiyah
Sifat
ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani
tentu ada sifat ma’nawiyah. Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan
jumlah sifat ma’ani, yaitu : Qadiran, Muridan, ‘Aliman, Hayyan,
Sami’an, Bashiran, Mutakalliman.
5.
Manfaat Beriman Kepada Allah
Manfaat
besar yang dapat kita petik karena beriman kepada Allah diantaranya :
a. Menguatkan Tauhid kepada Allah sehingga
seseorang yang telah beriman kepada Allah tidak akan mengagungkan dirinya
kepada sesuaatu selain Allah, baik dengan cara berharap ataupun takut
kepadanya, dan ia tidak akan menyembah selain Allah.
b. Sesorang akan mencintai Allah secara sempurna
dan akan mengagungkannya sesuai dengan nama-namanya yang baik dan sifat yang
mulia.
c. Mewujudkan penghambaaan diri kepada Allah yaitu
dengan melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangya.
Adapun
buah keimanan kepada Allah yang ketentuannya dalam sikap dan kepribadian
manusia sebagai berikut : [14]
a.
Memiliki
wawasan yang sangat luas, sejalan dengan kekuatan dan ilmu Allah yang tidak
terbatas.
b.
Memiliki
keyakinan yang mantap dan rasa percaya diri yang mendalam.
c.
Memiliki
rasa rendah hati (tawadhu’) dan tidak sombong.
d.
Dapat
mengikis angan-angan kosong, karena yakin segala sesutau dapat diperoleh dengan
amal shalih dan ibadah kepadaNya.
e.
Memilik
rasa optimis dan ketenangan hati.
f.
Menerima
apa adanya dan merasa cukup dengan pemberian Allah, serta terhindar dari sifat
kikir dan tamak.
g.
Melaksanakan
perintahNya dan meninggalkan setiap laranganNya.
h.
Timbulnya
rasa berani dan tidak takut kepada siapapun dan hanya takut kepada Allah
semata.
i.
Adanya
perbaikan moral dan keteraturan amal.
B.
Iman Kepada Malaikat
Rukun iman kedua ialah beriman kepada
malaikat. Kata malaikat adalah kata jama’ dari kata malak yang berasal
dari kata alukah (الُوْكَةْ) yang berarti ar-rissalah (misi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan
tersebut disebut dengan ar-rasul (utusan).[15]
Dalam beberapa ayat Al-Quran Malaikat juga disebut
dengan rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 69 yang Artinya “Dan
Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim
dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab:
“Selamatlah,” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi
yang dipanggang.[16]
Secara istilah malaikat adalah mahkluk ghaib yang
diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat yang berbeda-beda.
Sebagai salah satu mahkluk ghaib wujud malaikat tidak dapat dilihat, diraba,
dicium, dirasakan oleh manusia.
Karena malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan
Allah SWT, walaupun malaikat mempunyai keluarbiasaan yang sangat hebat,
malaikat tidak berhak untuk diibadahi oleh umat manusia. Namun umat manusia
wajib untuk mempercayai dan mengimani malaikat.
Malaikat
adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, mereka diciptakan hanya untuk
beribadah kepada Allah, dan mereka melaksanakan semua perintahNya tanpa ada
rasa bosan dan lelah.[17]
Allah Berfirman
:
وَلَهُ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهِ
وَلَا يَسْتَحْسِرُوْنَ (١٩) يُسَبِّحُوْنَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَايَفْتُرُوْنَ
(٢٠)
“Dan
kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang
di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada
(pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada
henti-hentinya”. (Q.S. Al-Anbiya : 19-20)[18]
Adapun yang dimaksud dengan beriman kepada malaikat adalah
keyakinan yang mantab bahwa Allah memiliki malaikat yang diciptakan oleh-Nya
dari cahaya. Mereka adalah makhluk yang sangat mulia dan selalu taat
kepada-Nya, selalu bertasbih siang dan malam tanpa kenal letih. Mereka juga
tidak bermaksiat kepada Allah dan mereka selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah kepada mereka.[19]
Firman Allah SWT :
يَااَيٌّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْا اَمِنُوْا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ
وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيْدًا (١٣٦)
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.
(Q.S. An-Nisa : 136)[20]
Beriman kepada para malaikat mencakup
empat hal yaitu:
1.
Beriman kepada keberadaan mereka.
2.
Beriman kepada mereka yang kita ketahui
nama-namanya dan terhadap mereka yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita
beriman kepada mereka secara global.
3.
Beriman kepada apa yang kita ketahui dari
sifat-sifat mereka.
4.
Beriman kepada apa yang kita ketahui dari
tugas-tugas yang mereka lakukan atas perintah Allah, seperti bertasbih dan
beribah kepada-Nya siang dan malam tanpa lelah ataupun jenuh.[21]
1.
Sifat-sifat Malaikat
Di antara sifat (ciri) fisik malaikat,
sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Saw, adalah bahwa mereka diciptakan dari
cahaya Rasulullah Saw bersabda:
خُلِقَتِ
الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُوْرٍ. . .
“Malaikat itu
diciptakan dari cahaya. . . (HR. Muslim).
Malaikat - malaikat itu disucikan dari
kesyahwatan - kesyahwatan hawaniah, terhindar sama sekali dari
keinginan-keinginan hawa nafsu, terjauh dari perbuatan-perbuatan dosa dan
salah. Mereka tidak seperti manusia yang suka makan, minum, berjenis laki-laki
atau perempuan. Jadi mereka mempunyai suatu alam yang tersendiri, berdiri dalam
bidangnya sendiri, bebas menurut hal ihwalnya sendiri, tidak dihinggapi oleh
sifat yang biasa diterapkan terhadap manusia, misalnya hubungannya dengan
kebendaan (materi keduniaan). Mereka mempunyai kekuasaan dapat menjelma dalam
rupa manusia atau bentuk lain yang dapat dicapai oleh rasa dan penglihatan.[22]
Malaikat
memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a.
Malaikat
memiliki tubuh yang sangat besar
b.
Malaikat
mampu mengeluarkan suara yang sangat keras sekali, sehingga mampu menghancurkan
sebuah desa atau negeri. (Q.S. Yasin : 28-29)
c.
Malaikat
adalah makhluk yang sangat kuat dan memiliki akal yang cerdas. (Q.S. An-Najm :
5-6)
d.
Ia
diciptakan dari cahaya
e.
Mereka
memiliki sayap yang berbeda-beda, ada yang memiliki dua sayap, tiga sayap,
empat sayap dan bahkan malaikat Jibril memiliki 600 lembar sayap. (Q.S. Fathir
: 1)
f.
Malaikat
selalu berbaris rapi di hadapan Allah.
g.
Malaikat
bisa berubah wujud dalam wujud manusia. (Q.S. Adz-Dzariyat : 24-37 dan Q.S.
Maryam : 17-21) [23]
h.
Malaikat tidak dapat dilihat oleh manusia
walaupun berada tengah mereka.
i.
Malaikat senantiasa bertasbih siang dan
malam memuji Allah dan tidak pernah durhaka kepada-Nya. (Q.S.Al-Anbiya: 19-20)
j.
Malaikat tidak mempunyai hawa nafsu dan
karenanya mereka tidak makan dan tidak kawin dan tidak beranak. Mereka tidak
tidur dan tidak mempunyai sifat-sifat manusia, seperti sakit lupa, ketawa,
mengeluh, kecewa dan sebagainya. Allah mencela ornag-orang kafir yang
mengatakan bahwa malaikat itu mempunyai isteri. (Q.S. Al-Zukhruf: 19) [24]
2.
Macam-macam Malaikat dan Pembagian Tugasnya
Adapun tugas-tugas malaikat antara lain
adalah:
a.
Jibril bertugas menyampaikan wahyu yang
diterima dari Allah SWT kepada para nabi dan rasul. Dalam Al-Qur’an Jibril
disebut juga sebagai Ruhul Amin atau Ruhul Qudus.
(Q.S. Asy-Syu’ara : 192-193 dan Al-Baqarah : 87)
b.
Mikail bertugas membagi rezeki kepada
seluruh makhluk, seperti makan, minum, hujan, panas. (Q.S. Al-Baqarah : 98)
c.
Israfil ditugaskan Allah untuk meniup
terompet sangkakala pada hari kiamat (hari pembalasan/penghabisan) untuk
mematikan seluruh makhluk dan juga untuk membangkitkan kembali semua makhluk
yang mati, untuk diperiksa amal-amal perbuatannya baik yang baik maupun yang
buruk dan inilah yang disebut Al-Hisab. (Q.S. An-Naba’ : 18)
d.
Izrail ditugaskan Allah untuk mengambil
ruh manusia (mencabut nyawa seluruh makhluk) dengan disertai beberapa pembantu.
(Q.S. As-Sajadah : 11 dan Al-An’am : 61)
e.
Munkar dan Nakir, dua malaikat ini bertugas
megajukan pertanyaan kepada orang-orang yang baru dikuburkan.
f.
Raqib dan Atid, tugasnya mencatat semua
kebaikan dan keburukan manusia (amal baik dan amal buruk manusia).
g.
Malik tugasnya sebagai penjaga neraka
Jahanam. Malaikat Malik disebut juga malaikat Zabaniyyah (Q.S. Al-Alaq :
17-18, Al-Muddasir : 27-30, dan Zukhruf : 77).
h.
Ridwan tugasnya sebagai penjaga surge
(Q.S. Ar-Ra’d : 23-24).
Itulah 10 nama malaikat dan
tugas-tugasnya masing-masing yang wajib diketahui dan dipercayai oleh setiap
orang beriman. Adapun malaikat-malaika yang lainnya tidak wajib diketahui hanya
cukup diyakini serta dipercayai saja.[25]
Adapun tugas atau pekerjaan para malaikat
menurut Al-Qur’an dan hadis antara lain sebagai berikut:
a.
Diantara
mereka ada yang bertugas untuk menjaga manusia di mana saja mereka berada, baik
saat tidur maupun terjaga dan dalam kondisi apapun. Malaikat itu yang disebut mu’aqqabat.
(Q.S. Ar-Ra’du : 11)
b.
Di
antara mereka ada yang membawa arsy Allah (Q.S. Al-Haaqqah : 17 dan Ghafir :
7-9)
c.
Diantara
mereka ada juga yang bertugas menghadiri majelis-majelis dzikir. Jika malaikat
mendapatkan majelis tersebut, niscaya mereka akan datang untuk membentangkan
sayap rahmatnya kepada mereka yang turut berkumpul dalam majelis itu. (H.R.
Bukhari dan Muslim)
d.
Diantara
mereka ada yang tugasnya berbaris tanpa rasa bosan, terus-menerus berdiri dan
ruku’, dan adapula yang bersujud tanpa pernah bangkit dari perbuatan tersebut.
e.
Diantara
mereka ada yang tidak kita ketahui jumlah dan pekerjaan mereka dan hanya
Allahlah yang mengetahui mereka. (Q.S. Al-Muddatsir : 31)[26]
f.
Mendoakan orang mukmin, memohon rahmat dan
ampunan bagi mereka (Q.S. Al-Mu’min : 7-9).
g.
Memperkukuh pendirian orang mukmin (Q.S.
Al-Anfal : 12).
h.
Menggembirakan hati orang mukmin (Q.S. Fushilah
: 30).
i.
Membaca doa bersama orang-orang shalat.
j.
Hadir dalam shalat-shalat Subuh dan
Ashar.
k.
Mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
l.
Menghadiri majelis dzikir dan pengajian.
m.
Memberitahu tentang orang-orang yang
dicintai Allah dan orang-orang yang dibenci-Nya.[27]
3.
Buah Keimanan Kepada Malaikat
Buah mengimani keberadaan malaikat :
a.
Mengetahui
tentang kebesaran, keagungan, kekuatan, dan kekuasaan yang dimiliki Allah.
b.
Menimbulkan
rasa syukur kepada Allah dengan dijadikannya malaikat sebagai pelindung manusia.
c.
Timbulnya
rasa cinta kepada malaikat
d.
Berusaha
untuk mampu menyamai para malaikat dalam amalan dan ketaatan mereka kepada
Allah.
e.
Timbulnya
kesadaran yang tinggi dengan adanya keyakinan bahwa malaikat Raqib dan Atid
selalu berada di samping manusia, mencatat setiap perbuatan dan ucapan yang
dilakukannya.
f.
Berusaha
untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang dikhawatirkan akan menjadikan
malaikat tidak suka dan benci.[28]
g.
Senantiasa istiqamah (meneguhkan
pendirian) dalam mentaati Allah.
h.
Bersabar dalam mentaati Allah serta
merasakan ketenangan dan kedamaian.
i.
Bersyukur kepada Allah atas
perlindungan-Nya kepada anak Adam, di mana ia menjadikan di antara para
malaikat sebagai penjaga mereka.
j.
Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan
tidak kekal yakni untuk mencabut nyawanya. Karena itu, ia akan semakin rajin
mempersiapkan diri menghadapi hari akhir dengan beriman dan beramal shalih.[29]
k.
Membangkitkan semangat mukmin untuk
selalu berbuat baik di segala tempat dan waktu.
l.
Mendorong mukmin untuk menghampirkan diri
kepada Allah dan malaikat-Nya, mensucikan hati, dan membersihkan diri dari
sifat-sifat yang tak disukai Allah dan Rasul-Nya.[30]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Iman
yaitu meyakini dengan hati mengucapkan dengan lisan serta membuktikannya dengan
amal perbuatan.
Iman
kepada Allah adalah suatu keyakinan yang mantap dan menghujam bahwa Allah
adalah Rabb segala sesuatu, pemilik dan pengaturnya, menciptakannya, memberi
rezeki, mematikan dan menghidupkan. Dialah yang berhak diibadahi dan ditaati,
ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepadaNya dalam bentuk ibadah. Dialah
yang memiliki sifat maha sempurna dan jauh dari segala sifat kekurangan.
Orang mukmin percaya sepenuhnya adanya
malaikat di dalam ruh, juga karya-karya mereka di alam semseta ini. Mereka
selalu menyertai manusia dan mencatat amal-amalnya, termasuk segala kebaikan
dan keburukan kita. Mereka bertindak dengan benar dan jujur. Mereka adalah
makhluk Allah yang diciptakan dari Nur (cahaya) yang tidak mempunyai nafsu,
seperti halnya manusia. Malaikat adalah makhluk yang paling patuh, taat
beribadah kepada Allah. Jumlah malaikat itu banyak dan tak terhitung namun
hanya 10 malaikat saja yang wajib kita ketahui, yaitu malaikat Jibril, Mikail,
Izrail, Raqib, Atid, Munkar dan Nankir, Israfil, Ridwan dan Malik.
B.
Saran
Sebagai
seorang muslim hendaknya kita tahu dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
bagaimana cara mengimani rukun Iman sehingga keimanan kita dapat menjadi
sempurna. Keimanan tak hanya diucapkan tetapi di hayati dan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfat,
Mesan. Aqidah Ahklak. Semarang :CV Toha Putra.1994.
Al-Kaaf,
Abdullah Zakiy. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung: Pustaka Setia. t.th.
Al-Ukaimin,
Syaihk Muhammad bin Shalih. Sifat Allah dalam Pandangan Ibnu Tamiyah. Jakarta
: Pustaka Azzam.2005.
Ath-Tharabilisiy, Sayyid Husein Afandiy Al-Jisr.
Memperkokoh Aqidah Islamiyah.
Surabaya : CV Pustaka Setia. 1999.
Chirzin, Muhammad. Konsep
dan Hikmah Akidah Islam. Jakarta: Mitra Pustaka. 1997.
Daudy,
Ahmad. Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1997.
Departemen
Agama RI. Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro.
2005.
El-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Pola Hidup Muslim Aqidah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1993.
Kelompok
Telaah Kitab Ar-Risalah. Buku Pintar Akidah. Sukoharjo : Roemah Buku.
t.th.
Pelajaran
Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan. Jakarta: Yayasan Al-Sofwa. 2000.
Sabid, Sayid. Aqidah
Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: CV. Diponegoro. 1974.
Tim
Ahli Tauhid. Kitab Tauhid 2. Jakarta : Yayasan Al-Sofwa. 1998.
[1] Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid
2, (Jakarta : Yayasan Al-Sofwa, 1998), hlm. 2.
[2] Ibid, hlm. 10.
[3] Ibid, hlm. 15.
[4] Departemen Agama RI, Al-Hikmah
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro, 2005), hlm 262.
[5] Kelompok Telaah Kitab
Ar-Risalah, Buku Pintar Akidah, (Sukoharjo : Roemah Buku, t.th),
hlm.270.
[6] Sayyid Husein
Afandiy Al-Jisr Ath-Tharabilisiy, Memperkokoh
Aqidah Islamiyah, (Surabaya : CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 19.
[7] Departemen Agama RI, Op.Cit.,
hlm.489.
[8] Ibid., hlm. 252.
[10]
Syaihk
Muhammad bin Shalih Al-Ukaimin, Sifat Allah dalam Pandangan Ibnu Tamiyah,(Jakarta
: Pustaka Azzam,2005).
[11] Departemen Agama RI, Op.Cit.,
hlm. 157
[12] Ibid., hlm.24.
[13] Ibid., hlm. 174.
[14] Kelompok Telaah Kitab
Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 270-271.
[16] Abu Bakar Jabir
El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Aqidah,
(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 31.
[17] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit,
hlm. 271.
[18] Departemen Agama RI, Op.Cit,
hlm.323.
[19] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah,
Log. Cit, hlm. 271.
[20] Departemen Agama RI, Op.Cit,
hlm.100.
[21] Pelajaran
Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Cet II, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2000), hlm.
36-37
[22] Sayid Sabid, Aqidah
Islam Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1974), hlm.
174.
[23] Kelompok Telaah Kitab
Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 273
[24] Ahmad Daudy, Op.Cit.,
hlm. 94-101
[25] Abdullah Zakiy
Al-Kaaf, Mutiara Ilmu Tauhid, (Bandung: Pustaka Setia,t.th), hlm. 108.
[26] Kelompok Telaah Kitab
Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 274-276.
[28] Kelompok Telaah Kitab
Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 276-277.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar