Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Sabtu, 16 Mei 2015

IMAN KEPADA ALLAH DAN IMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH


                                                                           BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia.
Menurut bahasa iman berasal dari kata dasar aamana-yu’minu-iiman yang berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah :
تَصْدِيْقٌ بِالْقَلْبِ، وَإِقْرَارٌ بِالِّلسَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ.
“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan”.[1]
Di dalam sebuah hadits, Jibril pernah bertanya kepada rasulullah saw, “Beritahukanlah kepadaku tentang iman!” Lalu Rasul SAW menjawab,“Iman itu adalah kepercayaan kepada (adanya) Allah, malaikat – malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan percaya kepada al-Qadr (takdir), baik dan buruknya berasal dari Allah SWT”. Jibril berkata “ Engkau benar” (HR. Muslim, Tarmidzi, Abu Dawud dan Al-Nassa’i).[2]
Dari penjelasan keimanan pada hadits di atas sering disebut sebagai rukun iman. Kata rukun atau اَرْكَانٌ merupakan bentuk jama’ dari "رُكْنُ الشَّيْءِ، رُكْنٌ" yang berarti sisi sesuatau yang paling kuat. Sedangkan yang dimaksud rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi tegaknya iman.[3]
Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada Allah SWT yang merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam. Orang yang akan memeluk agama Islam terlebih dahulu harus mengucapkan kalimat syahadat. Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah SWT sejak ia berada di alam arwah.
Iman kepada Allah adalah kunci dari keimanan seseorang yang paling pertama dan utama. Sebelum manusia dilahirkan ke dunia, tiap-tiap mereka telah diambil sumpah untuk menyatakan bahwa hanya kepada Allah saja mereka akan beribadah.
Malaikat diciptakan Allah dari nur (cahaya). Bentuk tubuh dan rupanya hanya Allah-lah yang lebih mengetahuinya. Adapun jumlahnya sangat banyak dan tidak terhitung jumlahnya, yang tidak bertambah ataupun berkurang dan tidak akan mati sebelum tibanya hari kiamat. Para malaikat merupakan hamba-hamba Allah yang sangat taat, berbakti dan selalu menuruti apa-apa yang diperintahkan-Nya. Karena itu mereka sangat dimuliakan oleh Allah SWT. Malaikat tidak membutuhkan makan dan minum dan dapat menjelma seperti manusia. Hanya para Nabi dan Rasul yang dapat mengenal jasadnya yang asli maupun pada waktu menjelma seperti manusia biasa. Malaikat itu hanya mempunyai akal dan tidak mempunyai hawa nafsu. Karena itu malaikat terpelihara dari kesalahan dan dosa. Di dalam Al-Qur’an banyak difirman Allah yang berhubungan dengan malaikat beberapa diantaranya:
مَانُنَزِّلُ الْملَٓئِكَةَ اِلَّابِالْحَقِّ
“Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar”. (QS. Al-Hijr: 8)[4]

Dalam makalah ini pemakalah akan membatasi pembahasan hanya tentang “Iman kepada Allah dan Iman kepada Malaikat Allah”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka pemakalah dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa dan bagaimana Iman kepada Allah ?
2.      Apa dan bagaimana Iman kepada Malaikat Allah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah adalah suatu keyakinan yang mantap dan menghujam bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu, pemilik dan pengaturnya, menciptakannya, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan. Dialah yang berhak diibadahi dan ditaati, ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepadaNya dalam bentuk ibadah. Dialah yang memiliki sifat maha sempurna dan jauh dari segala sifat kekurangan.[5]
Iman kepada Allah mencakup pengesaan Allah dalam tiga hal rububiyah, uluhiyah dan asma wash sifat-Nya.
Arti Iman kepada Allah SWT, yaitu hendaknya seorang hamba Allah untuk mengitikadkan dengan keteguhan hatinya akan sifat-sifat Allah SWT, baik yang wajib, mustahil sampai yang jaiz. Secara ijmali (keseluruhan) ia harus beritikad dengan seteguh hati, bahwa Allah itu wajib mempunyai sifat-sifat kesempurnaan yang sesuai dengan keadaan Ketuhanan-Nya, dan mustahil bersifat dengan segala macam sifat kekurangan, serta jaiz bagi Allah untuk melakukan setiap yang mungkin atau meninggalkan.[6]
Sebelum Islam datang, orang jahiliyah sudah mengenal Allah SWT. mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus disembah itu dzat yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur’an :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ * سورة الزخرف 9
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”[7]
Dzat Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat memikirkan dzat Allah. Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan puas dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan bukti-bukti berupa adanya alam semesta ini, akal pikiran manusia dapat di gunakan untuk memikirkan dan merenungkan alam ciptaan Tuhan, dengan di dukung oleh keterangan – keterangan ayat-ayat Al-Quran dan sunnah Rasullah , akan bertambah subur iman seseorang kedudukan dan keteguhan iman sangat besar artinya dalam kehidupan seseorang.
Ketika Rasulullah SAW mendapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang berusaha memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka untuk melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat) dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh).
Iman yang teguh akan membuahkan sikap ihklas dan bersyukur dengan demikian seseorah yang teguh imannya senantiasa akan merasa tenteram sebagaiman firman Allah (Q.S Ar-Ra’du: 28)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ(28)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.[8]

1.      Dasar Beriman Kepada Allah 
Jika di perhatikan proses pengamatan manusia, mula-mula panca indera menerima rangsangan dari luar, kesan dan rangsangan itu disalurkan ke otak, otak menerima dan menyadari rangsangan itu, lalu meminta pertimbangan kepada hati, hasil pertimbangan dilaporkan kembali ke otak, melalui saraf, otak mengintruksikan anggota tubuh untuk berbuat.[9]
Semua kesan / rangsangan dari luar tentang alam ini dipertimbangkan oleh hati, hati yang memberi pertimbangan atau berkeyakinan untuk berbicara dan berbuat, adanya alam semesta ini dan dzat yang menciptakannya, yakni Allah di yakini oleh hati. Keyakinan ini di ikuti dengan ucapan pengakuan akan adanya Allah serta dibarengi pula dengan perbuatan berupa amal ibadah kepadaNya, pengakuan hati merupakan dasar iman. Perlu di ingat bahwa hanya pengakuan tidak akan ada artinya tanpa ucapan lisan dan pengamalan anggota badan, sebab pengakuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan anggota badan merupakan satu kesatuan yang tak dapat di pisahkan.
Namun  demikian untuk mencapai iman yang benar tidak cukup adanya dengan pengakuan hati, pengucapan lisan dan mengamalkan angota badan tetapi juga harus dipadukan dengan tuntunan oleh Allah (Al-Quran) serta hadits Rasullulah.

2.      Cara Beriman Kepada Allah
a.       Bersifat Ijamli
Cara beriman bersifat ini, maksudnya mempercayai Allah secara umum atau secara garis Allah, kita percaya akan Allah itu ada dan Allah maha pencipta, maha pengatur, maha pengusa hanya Allah yang pantas di sembah oleh manusia dan meminta pertolongan dan tempat manusia akan kembali.
b.      Bersifat Tafsili
Cara beriman dengan tafsili yaitu mempercaiyai Allah secara terperenci, mempercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah mempunyai sifat wajib, dan Allah, mempunyai sifat mustahil yang jumlahnya sama dan memiliki sifat jaiz dalam hal kudrat dan iradat-Nya.

3.      Aspek-aspek yang Mencakup Iman Kepada Allah SWT
Adapun yang mencakup aspek iman kepada Allah SWT ialah[10] :
a.       Iman akan adanya Allah
Kebesaran Allah ini dapat dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ (Al-Quran dan Hadits) dan perasaan, hal ini sebagaimana terperinci di dalam poin-poin berikut ini :
1)      Dalil kebesaran Allah berdasarkan fitrah.
Semua mahkluk di ciptakan oleh Allah  dalam keadaan beriman kepada penciptanya, tanpa melalui proses berputar. Seseorang tidak akan berpaling dari fitrah ini kecuali jika ada sesuatu yang memalingkan hatinya dari fitrah tersebut. Sebagaimana sabda nabi  : “tidak ada anak yang terlahir kecuali di lahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani atau Majusi (H.R Bukhari)
2)      Dalil keberadaan Allah berdasarka akal
Semua makhluk baik yang pada zaman dulu maupun yang akan datang pasti membutuhkan pencipta yang menciptakannya. Sedang mereka tidak mungkin ada dengan sendirinya atau mungkin ada secara kebetulan.
Allah telah menyebutkan dalil ‘aqli (akal) dan bukti yang qath’i (pasti) pada surah at-Thur yang artinya : “apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri”.
Maksudnya ialah bahwa mereka tidak mungkin diciptakan tanpa ada yang menciptakannya. Dan tidak mungkin mereka menciptakan dirinya sendiri sehingga tidak ada yang lain kecuali Allah-lah yang menciptakannya.
b.      Mengimani Allah sebagai Rabbi
Maksudnya ialah mengimani bahwa Allah satu-satunya Rabbi, dimana tidak ada sesuatu ataupun penolong baginya dalam masalah ini. Yang dimaksud dengan rabbi adalah dzat yang menciptakan, menguasai dan memerintah, yaitu tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada raja kecuali Allah dan hak memerintah hanya miliknya semata.
Allah berfirman : Q.S Al-A’raf : 54
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ(54)
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.[11]
Dalam hal ini tak ada seorang pun manusia yang mengingkari bahwa Allah adalah Rabbi kecuali orang-orang yang sombong yang ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia katakan.
c.       Mengimani Allah sebagai Illah
Maksudnya adalah mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya Illah yang sebenarnya dan tidak ada sekutu baginya. Yang dimaksud dengan Illah ialah Al-ma’luuh atau Al-Ma’buud yang berarti dzat yang disembah oleh manusia dengan maksud untuk mencintai dan mengangungkannya. Allah berfirman :
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ(163)
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-Baqarah : 163)[12]

d.      Mengimani sifat-sifat dan Nama-nama Allah
Maksudnya adalah menetapkan dan nama-nama sifat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya sendiri baik dalam tetapNya maupun dalam sunnah RasulNya. Tentunya dengan gambaran yang sesuai dengan keagungan Allah, tanpa harus merubah, mengingkari, memuaskan, tentang bentuk atau caranya ataupun menyerupakanNya dengan sesuatu apapun. Allah SWT berfirman :
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(180)
Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S Al-A’raf : 180)[13]

4.      Sifat-sifat Allah
Salah sifat-sifat yang harus kita ketahui adalah sifat wajib Allah. Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai kesempurnaan baginya. Allah adalah Khaliq dzat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat yang dimiliki oleh mahluknya. Dzat Allah tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuknya, rupa dan ciri-cirinya begitu juga sifat-sifatNya. Tidak bisa disamakan dengan sifat-sifat mahluk.
Sifat-sifat wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal (wajibaqli) dan berdasarkan dalil naqli (Al-Quran dan Hadist).
Adapun pembagian sifat-sifat wajib bagi Allah, menurut para ulama ilmu kalam sifat-sifat wajib bagi Allah terdiri dari atas 20 sifat, dari 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :
1)      Sifat Nafsiyah
Yaitu sifat yang berhubungan dengan dzat Allah. Sifat Nafsiyah ini ada satu, yaitu wujud.
2)      Sifat Shalbiyah
Yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya. Sifat shalbiyah ini ada lima, yaitu : Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lilhawadist, Qiyamuhu Binafsihi, Wahdaniyah.
3)      Sifat Ma’ani
Yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh, yaitu : Qudrah, Iradah, ‘ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, kalam.
4)      Sifat Ma’nawiyah
Sifat ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu : Qadiran, Muridan, ‘Aliman, Hayyan, Sami’an, Bashiran, Mutakalliman.

5.      Manfaat Beriman Kepada Allah
Manfaat besar yang dapat kita petik karena beriman kepada Allah diantaranya :
a.       Menguatkan Tauhid kepada Allah sehingga seseorang yang telah beriman kepada Allah tidak akan mengagungkan dirinya kepada sesuaatu selain Allah, baik dengan cara berharap ataupun takut kepadanya, dan ia tidak akan menyembah selain Allah.
b.      Sesorang akan mencintai Allah secara sempurna dan akan mengagungkannya sesuai dengan nama-namanya yang baik dan sifat yang mulia.
c.       Mewujudkan penghambaaan diri kepada Allah yaitu dengan melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangya.
Adapun buah keimanan kepada Allah yang ketentuannya dalam sikap dan kepribadian manusia sebagai berikut : [14]
a.       Memiliki wawasan yang sangat luas, sejalan dengan kekuatan dan ilmu Allah yang tidak terbatas.
b.      Memiliki keyakinan yang mantap dan rasa percaya diri yang mendalam.
c.       Memiliki rasa rendah hati (tawadhu’) dan tidak sombong.
d.      Dapat mengikis angan-angan kosong, karena yakin segala sesutau dapat diperoleh dengan amal shalih dan ibadah kepadaNya.
e.       Memilik rasa optimis dan ketenangan hati.
f.       Menerima apa adanya dan merasa cukup dengan pemberian Allah, serta terhindar dari sifat kikir dan tamak.
g.      Melaksanakan perintahNya dan meninggalkan setiap laranganNya.
h.      Timbulnya rasa berani dan tidak takut kepada siapapun dan hanya takut kepada Allah semata.
i.        Adanya perbaikan moral dan keteraturan amal.

B.     Iman Kepada Malaikat
Rukun iman kedua ialah beriman kepada malaikat. Kata malaikat adalah kata jama’ dari kata malak yang berasal dari kata alukah (الُوْكَةْ) yang berarti ar-rissalah (misi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan tersebut disebut dengan ar-rasul (utusan).[15]
Dalam beberapa ayat Al-Quran Malaikat juga disebut dengan rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 69 yang Artinya “Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.[16]
Secara istilah malaikat adalah mahkluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat yang berbeda-beda. Sebagai salah satu mahkluk ghaib wujud malaikat tidak dapat dilihat, diraba, dicium, dirasakan oleh manusia.
Karena malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, walaupun malaikat mempunyai keluarbiasaan yang sangat hebat, malaikat tidak berhak untuk diibadahi oleh umat manusia. Namun umat manusia wajib untuk mempercayai dan mengimani malaikat.
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, mereka diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, dan mereka melaksanakan semua perintahNya tanpa ada rasa bosan dan lelah.[17]
Allah Berfirman :
وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُوْنَ (١٩) يُسَبِّحُوْنَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَايَفْتُرُوْنَ (٢٠)
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya”. (Q.S. Al-Anbiya : 19-20)[18]
Adapun yang dimaksud dengan beriman kepada malaikat adalah keyakinan yang mantab bahwa Allah memiliki malaikat yang diciptakan oleh-Nya dari cahaya. Mereka adalah makhluk yang sangat mulia dan selalu taat kepada-Nya, selalu bertasbih siang dan malam tanpa kenal letih. Mereka juga tidak bermaksiat kepada Allah dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.[19]
Firman Allah SWT :
يَااَيٌّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا اَمِنُوْا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ  الَّذِي اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيْدًا (١٣٦)
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (Q.S. An-Nisa : 136)[20]

Beriman kepada para malaikat mencakup empat hal yaitu:
1.      Beriman kepada keberadaan mereka.
2.      Beriman kepada mereka yang kita ketahui nama-namanya dan terhadap mereka yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita beriman kepada mereka secara global.
3.      Beriman kepada apa yang kita ketahui dari sifat-sifat mereka.
4.      Beriman kepada apa yang kita ketahui dari tugas-tugas yang mereka lakukan atas perintah Allah, seperti bertasbih dan beribah kepada-Nya siang dan malam tanpa lelah ataupun jenuh.[21]

1.      Sifat-sifat Malaikat
Di antara sifat (ciri) fisik malaikat, sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Saw, adalah bahwa mereka diciptakan dari cahaya Rasulullah Saw bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُوْرٍ. . .
“Malaikat itu diciptakan dari cahaya. . . (HR. Muslim).
Malaikat - malaikat itu disucikan dari kesyahwatan - kesyahwatan hawaniah, terhindar sama sekali dari keinginan-keinginan hawa nafsu, terjauh dari perbuatan-perbuatan dosa dan salah. Mereka tidak seperti manusia yang suka makan, minum, berjenis laki-laki atau perempuan. Jadi mereka mempunyai suatu alam yang tersendiri, berdiri dalam bidangnya sendiri, bebas menurut hal ihwalnya sendiri, tidak dihinggapi oleh sifat yang biasa diterapkan terhadap manusia, misalnya hubungannya dengan kebendaan (materi keduniaan). Mereka mempunyai kekuasaan dapat menjelma dalam rupa manusia atau bentuk lain yang dapat dicapai oleh rasa dan penglihatan.[22]
Malaikat memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Malaikat memiliki tubuh yang sangat besar
b.      Malaikat mampu mengeluarkan suara yang sangat keras sekali, sehingga mampu menghancurkan sebuah desa atau negeri. (Q.S. Yasin : 28-29)
c.       Malaikat adalah makhluk yang sangat kuat dan memiliki akal yang cerdas. (Q.S. An-Najm : 5-6)
d.      Ia diciptakan dari cahaya
e.       Mereka memiliki sayap yang berbeda-beda, ada yang memiliki dua sayap, tiga sayap, empat sayap dan bahkan malaikat Jibril memiliki 600 lembar sayap. (Q.S. Fathir : 1)
f.       Malaikat selalu berbaris rapi di hadapan Allah.
g.      Malaikat bisa berubah wujud dalam wujud manusia. (Q.S. Adz-Dzariyat : 24-37 dan Q.S. Maryam : 17-21) [23]
h.      Malaikat tidak dapat dilihat oleh manusia walaupun berada tengah mereka.
i.        Malaikat senantiasa bertasbih siang dan malam memuji Allah dan tidak pernah durhaka kepada-Nya. (Q.S.Al-Anbiya: 19-20)
j.        Malaikat tidak mempunyai hawa nafsu dan karenanya mereka tidak makan dan tidak kawin dan tidak beranak. Mereka tidak tidur dan tidak mempunyai sifat-sifat manusia, seperti sakit lupa, ketawa, mengeluh, kecewa dan sebagainya. Allah mencela ornag-orang kafir yang mengatakan bahwa malaikat itu mempunyai isteri. (Q.S. Al-Zukhruf: 19) [24]

2.      Macam-macam Malaikat dan Pembagian Tugasnya
Adapun tugas-tugas malaikat antara lain adalah:
a.       Jibril bertugas menyampaikan wahyu yang diterima dari Allah SWT kepada para nabi dan rasul. Dalam Al-Qur’an Jibril disebut juga sebagai Ruhul Amin atau Ruhul Qudus. (Q.S. Asy-Syu’ara : 192-193 dan Al-Baqarah : 87)
b.      Mikail bertugas membagi rezeki kepada seluruh makhluk, seperti makan, minum, hujan, panas. (Q.S. Al-Baqarah : 98)
c.       Israfil ditugaskan Allah untuk meniup terompet sangkakala pada hari kiamat (hari pembalasan/penghabisan) untuk mematikan seluruh makhluk dan juga untuk membangkitkan kembali semua makhluk yang mati, untuk diperiksa amal-amal perbuatannya baik yang baik maupun yang buruk dan inilah yang disebut Al-Hisab. (Q.S. An-Naba’ : 18)
d.      Izrail ditugaskan Allah untuk mengambil ruh manusia (mencabut nyawa seluruh makhluk) dengan disertai beberapa pembantu. (Q.S. As-Sajadah : 11 dan Al-An’am : 61)
e.       Munkar dan Nakir, dua malaikat ini bertugas megajukan pertanyaan kepada orang-orang yang baru dikuburkan.
f.       Raqib dan Atid, tugasnya mencatat semua kebaikan dan keburukan manusia (amal baik dan amal buruk manusia).
g.      Malik tugasnya sebagai penjaga neraka Jahanam. Malaikat Malik disebut juga malaikat Zabaniyyah (Q.S. Al-Alaq : 17-18, Al-Muddasir : 27-30, dan Zukhruf : 77).
h.      Ridwan tugasnya sebagai penjaga surge (Q.S. Ar-Ra’d : 23-24).
Itulah 10 nama malaikat dan tugas-tugasnya masing-masing yang wajib diketahui dan dipercayai oleh setiap orang beriman. Adapun malaikat-malaika yang lainnya tidak wajib diketahui hanya cukup diyakini serta dipercayai saja.[25]
Adapun tugas atau pekerjaan para malaikat menurut Al-Qur’an dan hadis antara lain sebagai berikut:
a.       Diantara mereka ada yang bertugas untuk menjaga manusia di mana saja mereka berada, baik saat tidur maupun terjaga dan dalam kondisi apapun. Malaikat itu yang disebut mu’aqqabat. (Q.S. Ar-Ra’du : 11)
b.      Di antara mereka ada yang membawa arsy Allah (Q.S. Al-Haaqqah : 17 dan Ghafir : 7-9)
c.       Diantara mereka ada juga yang bertugas menghadiri majelis-majelis dzikir. Jika malaikat mendapatkan majelis tersebut, niscaya mereka akan datang untuk membentangkan sayap rahmatnya kepada mereka yang turut berkumpul dalam majelis itu. (H.R. Bukhari dan Muslim)
d.      Diantara mereka ada yang tugasnya berbaris tanpa rasa bosan, terus-menerus berdiri dan ruku’, dan adapula yang bersujud tanpa pernah bangkit dari perbuatan tersebut.
e.       Diantara mereka ada yang tidak kita ketahui jumlah dan pekerjaan mereka dan hanya Allahlah yang mengetahui mereka. (Q.S. Al-Muddatsir : 31)[26]
f.       Mendoakan orang mukmin, memohon rahmat dan ampunan bagi mereka (Q.S. Al-Mu’min : 7-9).
g.      Memperkukuh pendirian orang mukmin (Q.S. Al-Anfal : 12).
h.      Menggembirakan hati orang mukmin (Q.S. Fushilah : 30).
i.        Membaca doa bersama orang-orang shalat.
j.        Hadir dalam shalat-shalat Subuh dan Ashar.
k.      Mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
l.        Menghadiri majelis dzikir dan pengajian.
m.    Memberitahu tentang orang-orang yang dicintai Allah dan orang-orang yang dibenci-Nya.[27]


3.      Buah Keimanan Kepada Malaikat
Buah mengimani keberadaan malaikat :
a.       Mengetahui tentang kebesaran, keagungan, kekuatan, dan kekuasaan yang dimiliki Allah.
b.      Menimbulkan rasa syukur kepada Allah dengan dijadikannya malaikat sebagai pelindung manusia.
c.       Timbulnya rasa cinta kepada malaikat
d.      Berusaha untuk mampu menyamai para malaikat dalam amalan dan ketaatan mereka kepada Allah.
e.       Timbulnya kesadaran yang tinggi dengan adanya keyakinan bahwa malaikat Raqib dan Atid selalu berada di samping manusia, mencatat setiap perbuatan dan ucapan yang dilakukannya.
f.       Berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang dikhawatirkan akan menjadikan malaikat tidak suka dan benci.[28]
g.      Senantiasa istiqamah (meneguhkan pendirian) dalam mentaati Allah.
h.      Bersabar dalam mentaati Allah serta merasakan ketenangan dan kedamaian.
i.        Bersyukur kepada Allah atas perlindungan-Nya kepada anak Adam, di mana ia menjadikan di antara para malaikat sebagai penjaga mereka.
j.        Waspada bahwa dunia ini adalah fana dan tidak kekal yakni untuk mencabut nyawanya. Karena itu, ia akan semakin rajin mempersiapkan diri menghadapi hari akhir dengan beriman dan beramal shalih.[29]
k.      Membangkitkan semangat mukmin untuk selalu berbuat baik di segala tempat dan waktu.
l.        Mendorong mukmin untuk menghampirkan diri kepada Allah dan malaikat-Nya, mensucikan hati, dan membersihkan diri dari sifat-sifat yang tak disukai Allah dan Rasul-Nya.[30]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Iman yaitu meyakini dengan hati mengucapkan dengan lisan serta membuktikannya dengan amal perbuatan.
Iman kepada Allah adalah suatu keyakinan yang mantap dan menghujam bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu, pemilik dan pengaturnya, menciptakannya, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan. Dialah yang berhak diibadahi dan ditaati, ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepadaNya dalam bentuk ibadah. Dialah yang memiliki sifat maha sempurna dan jauh dari segala sifat kekurangan.
Orang mukmin percaya sepenuhnya adanya malaikat di dalam ruh, juga karya-karya mereka di alam semseta ini. Mereka selalu menyertai manusia dan mencatat amal-amalnya, termasuk segala kebaikan dan keburukan kita. Mereka bertindak dengan benar dan jujur. Mereka adalah makhluk Allah yang diciptakan dari Nur (cahaya) yang tidak mempunyai nafsu, seperti halnya manusia. Malaikat adalah makhluk yang paling patuh, taat beribadah kepada Allah. Jumlah malaikat itu banyak dan tak terhitung namun hanya 10 malaikat saja yang wajib kita ketahui, yaitu malaikat Jibril, Mikail, Izrail, Raqib, Atid, Munkar dan Nankir, Israfil, Ridwan dan Malik.

B.     Saran
Sebagai seorang muslim hendaknya kita tahu dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari bagaimana cara mengimani rukun Iman sehingga keimanan kita dapat menjadi sempurna. Keimanan tak hanya diucapkan tetapi di hayati dan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA


Alfat, Mesan. Aqidah Ahklak. Semarang :CV Toha Putra.1994.
Al-Kaaf, Abdullah Zakiy. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung: Pustaka Setia. t.th.
Al-Ukaimin, Syaihk Muhammad bin Shalih. Sifat Allah dalam Pandangan Ibnu Tamiyah. Jakarta : Pustaka Azzam.2005.
Ath-Tharabilisiy, Sayyid Husein Afandiy Al-Jisr. Memperkokoh Aqidah Islamiyah. Surabaya : CV Pustaka Setia. 1999.
Chirzin, Muhammad. Konsep dan Hikmah Akidah Islam. Jakarta: Mitra Pustaka. 1997.
Daudy, Ahmad. Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1997.
Departemen Agama RI. Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro. 2005.
El-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Pola Hidup Muslim Aqidah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1993.
Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah. Buku Pintar Akidah. Sukoharjo : Roemah Buku. t.th.
Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan. Jakarta: Yayasan Al-Sofwa. 2000.
Sabid, Sayid. Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: CV. Diponegoro. 1974.
Tim Ahli Tauhid. Kitab Tauhid 2. Jakarta : Yayasan Al-Sofwa. 1998.



[1] Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid 2, (Jakarta : Yayasan Al-Sofwa, 1998), hlm. 2.
[2] Ibid, hlm. 10.
[3] Ibid, hlm. 15.
[4] Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro, 2005), hlm 262.
[5] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Buku Pintar Akidah, (Sukoharjo : Roemah Buku, t.th), hlm.270.
[6] Sayyid Husein Afandiy Al-Jisr Ath-Tharabilisiy, Memperkokoh Aqidah Islamiyah, (Surabaya : CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 19.
[7] Departemen Agama RI, Op.Cit., hlm.489.
[8] Ibid., hlm. 252.
[9] Mesan Alfat, Aqidah Ahklak, (Semarang :CV Toha Putra ,1994), hlm. 50
[10] Syaihk Muhammad bin Shalih Al-Ukaimin, Sifat Allah dalam Pandangan Ibnu Tamiyah,(Jakarta : Pustaka Azzam,2005).
[11] Departemen Agama RI, Op.Cit., hlm. 157
[12] Ibid., hlm.24.
[13]  Ibid., hlm. 174.
[14] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 270-271.
[15] Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 93
[16] Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Aqidah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 31.
[17]  Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 271.
[18] Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.323.
[19] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Log. Cit, hlm. 271.
[20] Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.100.
[21] Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Cet II, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2000), hlm. 36-37
[22] Sayid Sabid, Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1974), hlm. 174.
[23] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 273
[24] Ahmad Daudy, Op.Cit., hlm. 94-101
[25] Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Mutiara Ilmu Tauhid, (Bandung: Pustaka Setia,t.th), hlm. 108.
[26] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 274-276.
[27] Muhammad Chirzin, Konsep dan Hikmah Akidah Islam, (Jakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 60-66
[28] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, Op.Cit, hlm. 276-277.
[29] Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, Op.Cit., hlm. 40
[30]  Ibid, hlm. 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar