MAKALAH
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Dosen Pengampu
:Puji Dwi Darmoko, M.Hum.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Antropologi Pendidikan di STIT Pemalang
Tahun akademik 2014/2015
Oleh :
1.
Septian Khusnul K. 3120011
2.
Siti Thohiroh 3120025
3.
Dinazad 3120040
4.
Ali Masruri
5.
Syaeful Amir
6.
Nurlaeli RH.
PROGRAM STUDI PENDIDIKA AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH PEMALANG
TAHUN 2014/2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A.
Latar Belakang ............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A.
Hakikat Manusia dan
Kebudayaan .............................................. 3
B.
Evolusi Manusia dan
Kemunculan Masyarakat ........................... 5
C.
Sistem Organisasi
Masyarakat Manusia ....................................... 8
D.
Karakteristik Kebudayaan ........................................................... 9
E.
Transmisi Kebudayaan ............................................................... 10
F.
Entosentrisme dan Budaya
Tandingan ................................ ..... 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 13
A.
Kesimpulan ................................................................................ 13
B.
Saran .......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hubungan manusia dan
kebudayaan sangat erat kaitannya satu sama lain, secara bahasa manusia berasal
dari kata “manu” (sansekerta ), “mens” (latin), yang berarti
berpikir, berakal budi atau mahluk yang berakal. Kebudayaan berasal dari kata
budaya yang merupakan bentuk kata majemuk kata budi-daya yang berarti cipta,
karsa, dan rasa. Dalam bahasa sansekerta kebudayaan disebut dengan budhayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.[1]
Pada dasarnya manusia adalah makhluk
budaya yang harus membudayakan dirinya, manusia sebagai mahluk budaya mampu
melepaskan diri dari ikatan dan dorongan nalurinya dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya dan mempelajari keadaan sekitar dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
Kebudayaan juga
mengajarkan kepada manusia beberapa hal penting dalam kehidupan seperti etika sopan santun menjadikan ciri khas kebudayaan orang
Indonesia. Kebudayaan juga dapat mempersatukan lapisan elemen masyarakat yang
sebelumnya merenggang akibat konflik yang berkepanjangan dan dapat pula dijadikan alat komunikasi antar masyarakat.
Rasa saling menghormati dan menghargai akan tumbuh apabila antar sesama manusia menjujung tinggi kebudayaan sebagai alat pemersatu kehidupan, alat komunikasi antar sesama
dan sebagai ciri khas suatu kelompok masyarakat.
Banyak hal dapat dikaji mengenai
manusia dan kebudayaan, dapat dijadikan pelajaran bagi masyarakat tentang
hubungan erat manusia dan kebudayaan yang sebenarnya tak dapat dipisahkan satu
sama lain. Kebudayaan berperan
penting bagi kehidupan manusia dan menjadi alat untuk bersosialisasi
dengan manusia yang lain dan pada akhirnya menjadi ciri khas suatu kelompok manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat sebagai jembatan yang
menghubungkan dengan manusia yang lain yaitu kebudayaan.
Manusia dan kebudayaan merupakan
salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai
makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan
melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari
dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana evolusi manusia dan
munculnya masyarakat?
2. Apa sebenarnya hakikat
kebudayaan?
3. Bagaimana etnosenytrisme dan
budaya tandingan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Manusia dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah
SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi
dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini
dan dilengkapi Allah dengan “akal budi” dan memiliki kemampuan “cipta, karsa,
dan rasa”.[2]
Manusia sebagai khalifah Allah
dituntut untuk mampu menciptakan piranti kehidupannya, yaitu kebutuhan rohani
(ilmu, seni, budaya, sastra), kebutuhan jasmani atau fisik (sandang, pangan,
peralatan teknologi dan kebutuhan sosial). Maka dengan karunia Allah, berupa
akal budi, cipta, rasa dan karsa manusia mampu mencipatakan kebudayaan.[3]
Manusia itu terdiri
dari unsur-unsur yang saling terkait yaitu:
a. Jasad adalah badan
kasar manusia yang nampak pada luarnya , dapat diraba dan difoto, dan menempati
ruang dan waktu.
b. Hayat adalah mengandung unsur hidup, yang ditandai dengan gerak.
c. Ruh adalah hubungan dengan
pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memehami kebenaran,
suatu kemampuan yang mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat
kelahiran kebudayaan.
Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.[5]
Dalam konteks ilmu antropologi,
kebudayaan dapat diartikan secara luas, yakni seluruh kelakuan dan hasil
kelakuan manusia, yang diatur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan
belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Didalam masyarakat
kebudayaan sendiri sering diartikan sebagai the general body of the art
yang terdiri dari seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, ilmu
pengetahuan dan filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia.
Sedangkan dalam konteks antropologi, kebudayaan adalah seluruh cara hidup suatu
masyarakat.
Kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil cipta, rasa, karsa dan rasa manusia untuk
memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat.[6]
Ahli antropologi Kluckhohn,
membagi sistem nilai budaya ke dalam lima masalah :[7]
1. Hakekat hidup manusia
2. Hakekat karya manusia
3. Hakekat kedudukan manusia dalam
ruang dan waktu
4. Hakekat hubungan manusia dengan
alam
5. Hakekat hubungan manusia dengan
sesamanya.
Unsur-unsur budaya atau
kebudayaan universal menurut C. Kluckhohn meliputi tujuh unsur pokok yang
dimiliki setiap kebudayaan, yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Setiap unsur budaya
tersebut menjelma dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud gagasan, wujud
sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik :
a) Wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan lainnya. Wujud ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan.
Tempatnya ada di dalam kepala atau pikiran, atau bisa juga tertuang dalam
tulisan-tulisan. Istilah lain yang lebih tepat untuk menggambarkan wujud
ideal kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat.
b) Wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sering disebut
juga sistem sosial atau social system, yakni tindakan berpola
manusia itu sendiri. Sebagai rangkaian aktivitas manusia, sistem sosial atau
wujud kebudayaan ini bersifat konkret atau nyata, terjadi setiap saat di
sekitar kita, dapat diobservasi, dan dapat didokumentasikan.
c) Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini sering disebut
juga dengan kebudayaan fisik. Oleh karena sifatnya benda fisik, wujud ini
sangat konkret, dapat diraba, dilihat, dan difoto. Misalnya, komputer,
bangunan, dan pakaian.[8]
B.
Evolusi Manusia dan Kemunculan Masyarakat
Evolusi bisa di definisikan
sebagai suatu perubahan atau perkembangan, seperti perubahan dari sederhana
menjadi kompleks. Perubahan itu biasanya di anggap lamban laun. Paradigma yang
berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusioanisme yang
berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat laun menjadi lebih baik
atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.[9] Evolusi adalah perubahan dan perkembangan mahkluk
hidup dari waktu ke waktu.[10]
Asal usul manusia, berasal dari manusia pertama Adam
sebagai ayah dan nenek moyang manusia dalam makna ayah bilogis, sementara ruh
manusia tidak dari turunan Adam. Ruh manusia langsung dari Tuhan yang sudah
diciptakan sebelumnya ditiupkan ke dalam janin yang secara biologis berasal
dari gen Adam yang tersimpan (mustaqar) secara generatif dalam
spermatozoa ayah biologis dan gen-gen dalam ovarium ibu biologis. Gen-gen
spermatozoa manusia berasal dari Adam dan Adam dari tanah.[11]
Hal ini dapat diartikan
bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang
terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran
tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan
berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor
binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang
studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru
sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah
menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam
hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang
diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun manusia berasal dari
materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia
berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya
karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman.
Pada mulanya manusia purba hidup
secara berpindah-pindah (nomaden). Mereka hidup dari satu pohon ke pohon yang
lain atau dari satu gua ke gua yang lain, hal itu dilakukan dengan tujuan agar sumber
daya alam tetap terjaga. Mereka hanya memanfaatkan sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhannya, seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan biji-bijian,
mereka juga pandai dalam berburu.
Pada tahap selanjutnya manusia
purba mulai bercocok tanam mengolah
lahan dan berburu. Perkembangan selanjutnya manusia purba mulai menetap disuatu
wilayah dan membangun peradabannya.
Homo erectus barangkali adalah manusia pertama
yang menguasai penggunaan api. Orang-orang ini juga telah menggunakan pakaian.
Dengan berpindah ke utara dan berjumpa dengan dinginnya musim dingin mereka
membutuhkan api dan pakaian.[12]
Untuk mempermudah melakukan aktivitasnya,
manusia purba mulai membuat peralatan-peralatan dari batu yang bervariasi, misalnya kapak tangan
dari batu. Peralatan batu tersebut digunakan untuk memotong binatang, memasak, mengupas kulit binatang, dan
mengukir kayu. Neanderthal adalah manusia pertama yang menguburkan mayat
mereka.
Transisi ke perilaku modern dengan perkembangan budaya simbolik, bahasa, dan teknologi
batu terjadi sekitar 50.000 tahun yang lalu menurut
banyak antropolog meskipun ada beberapa antropolog meyakini perubahan kebiasaan
tersebut terjadi bertahap dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dengan dimulainya
pemukiman menetap, sekitar 2.500 tahun yang lalu, maka kehidupan spiritual
mulai berkembang.
Muncullah kepercayaan animisme dan dinamisme.[13]
Dalam memenuh kebutuhan
hidupnya manusia berinteraksi dengan manusia lain. Dari interaksi-interaksi yang dilakukan manusia tersebut
maka timbullah sebuah komunitas yang terindependen (saling tergantung satu sama
lain) yang disebut masyarakat. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.[14]
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia
dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan,
serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil, terdiri dari
beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan
dan pengaruh mempengaruhinya. Dilihat dari pembentukannya masyarakat dapat
dibedakan sebagai berikut :[15]
1.
Pembentukan masyarakat
paksaan
Pembentukan masyarakat melalui cara tawanan perang.
Ketika lahir di Indonesia, maka otomatis kita sudah menjadi warga negara
Indonesia, begitu pula dengan tawanan perang yang terpaksa menjadi warga suatu
negara.
2.
Pembentukan masyarakat
secara merdeka
Dapat dibedakan menjadi dua :
a.
Masyarakat alami, menjadi
warga suatu negara yang terjadi dengan sendirinya.
b.
Masyarakat kultur,
masyarakat ini terbentuk karena kepentingan keduniaan atau
kepercayaan/kegamaan.
C.
Sistem Organisasi Masyarakat Manusia
Sebagai makhluk yang
selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Sistem organisasi sosial (kemasyarakatan) merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terjadi proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia. Sistem ini
berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut beserta pola-polanya
sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompoknya. Sistem kemasyarakatan
memiliki perbedaan sifat yang disebabkan oleh pranata-pranata sosial yang
berlaku di dalamnya, baik dalam kelompok unit terkecil di masyarakat (keluarga)
atau dalam kehidupan masyarakat luas.
Sistem kemasyarakatan
yang berbeda-beda memiliki nilai dan norma sosial tertentu serta memiliki daya
ikat yang berbeda-beda pula. Sistem kemasyarakatan tersebut berfungsi mengatur
perilaku atau memberikan pedoman-pedoman tertentu kepada individu untuk
menjalankan peranan di tengah-tengah masyarakat.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara
utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada :
masyarakat pemburu, masyarakat bercocok tanam, dan masyarakat agrikultural
intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap
masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang
terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya : berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat suku,
chiefdom, dan masyarakat negara.[16]
D.
Karakteristik Kebudayaan
Kebudayaan itu mempunyai ciri-ciri yang khas atau karakteristik,
diantaranya adalah :[17]
1. Kebudayaan adalah produk
dari interaksi sosial.
2. Kebudayaan meliputi
seluruh pengetahuan, ide, nilai, tujuan, dan objek material yang disebarkan
oleh anggota masyarakat dan yang telah dilalui dari generasi ke generasi.
3. Kebudayaan dipelajari
oleh masing-masing anggota masyarakat melalui proses sosialisasi.
4. Kebudayaan menyediakan
kebutuhan emosional dan biologis dari masing-masing anggota masyarakat.
5. Masing-masing
masyarakat mengembangkan kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan lainnya. Salah
satu sifat dari kebudayaan adalah relativismenya. Kebudayaan tidak dapat
diperbandingkan mana yang lebih baik, lebih tinggi, lebih luhur, lebih
superior, daripada kebudayaan yang lainnya.
6. Kebudayaan bersifat komulatif, merupakan tumpuk-tumpukan, merupakan
lapisan-lapisan atau stratifikasi. Sifat komulatif daripada kebudayaan itu
disebabkan adanya unsur-unsur lama dan baru dalam pertumbuhan dan perkembangan
kebudayaan.
7. Kebudayaan bersifat dinamis, bahwa kebudayaan itu
mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan manusia dan zaman.
E.
Transmisi Kebudayaan
Pewarisan budaya adalah
proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan pemakaian kebudayaan dari generasi
ke generasi secara berkesinambungan. Pewarisan Budaya dapat di lakukan dengan dua cara:[18]
1. Proses Enkulturasi
Yaitu pembudayaan adalah proses mempelajari dan
menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem, norma, adat, dan peraturan hidup dalam proses
kebudayaan.
2. Proses Sosialisasi
Proses sosialisasi atau proses pemasyarakatan ialah individu menyesuaikan diri dengan individu lain dalam masyarakatnya.
Dalam kepustakaan antropologi pendidikan ditemukan
beberapa konsep yang paling penting, yakni enculturation
(pembudayaan/pewarisan), socialization (sosialisasi / pemasyarakatan), education
(pendidikan), dan schooling (persekolahan). Menurut Herskovits, bahwa
enkulturasi berasal dari aspek-aspek pengalaman belajar yang memberi ciri
khusus atau yang membedakan manusia dengan makhluk lain dengan menggunakan
pengalaman-pengalaman hidupnya.
Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal
kanak-kanak tetapi ketika bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar
untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari
masyarakatnya.
Kesamaan dari konsep enkulturasi dengan konsep
sosialisasi terlihat dari pernyataan Herkovits yang mengatakan bahwa
sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasi individu ke dalam kelompok sosial,
sedangkan enkulturasi adalah proses yang menyebabkan individu memperoleh
kompetensi dalam kebudayaan kelompok. Menurut Hansen, enkulturasi mencakup
proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang
standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni,
motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi,
ideologi dan sikap-sikap. Sedangkan sosialisasi menurut Gillin dan Gillin
adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari
suatu kelompok, yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok,
mengikuti kebiasaan-kebiasaan kelompok, mengamalkan tradisi kelompok dan
menyesuaikan diri dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk
mendapatkan penerimaan yang baik dari teman-teman sekelompoknya.[19]
Bagi Herskovits, pendidikan (education) adalah “directed
learning” dan persekolahan (schooling) adalah “formalized
learning”. Dalam literatur pendidikan dewasa ini dikenal istilah pendidikan
formal, informal dan non-formal.
F.
Etnosentrisme dan Budaya Tandingan
Etnosentrisme ialah istilah, yang
dipakai untuk menyatakan kecenderungan untuk menilai kebudayaan-kebudayaan
sendiri. Atau bisa disebut sebagai fanatisme suku bangsa kepada kebudayaannya
sendiri.[20]
Misalnya orang Perancis akan membanggakan bahasanya yang indah, orang Italia
membanggakan musiknya, dan lain sebagainya.
Ethnosentrisme mempunyai keuntungan
tertentu bagi kestabilan dan keutuhan kebudayaan. Sifat-sifat kepribadian
seperti misalnya patriotisme, kesetiaan kepada bangsa dan propinsialisme erat
hubungannya dengan ethnosentrisme ini dan ada kalanya disebut dengan
istilah fungsi-fungsi ethnosentrisme. Namun ethnosentrisme juga
menghambat hubungan antara kebudayaan-kebudayaan serta menghambat proses
asimilasi antara kelompok-kelompok yang berbeda menjadi suatu bangsa yang
besar.[21]
Budaya tanding / couter culture ialah
suatu budaya yang tidak puas dengan suatu budaya yang hidup dimasyarakat
tersebut dan selalu ingin berbeda dengan apa yang ada didalam masyarakat itu
sendiri. Budaya tanding dapat muncul karena adanya ketidak puasan terhadap
ide-ide/nilai-nilai
ataupun perilaku budaya konvensional.Tetapi seseorang tersebut tidak bisa
dikatakan sebagai seseorang yang menyimpang, hanya saja seseorang tersebut
tidak puas dengan budaya konvensional (ketentuan).
Menurut antropolog sosial Andre Jentri “Sejumlah hal
disahkan dalam komunitas counter cultural, ia tinggal didalamnya dan
mempelajari: kebebasan untuk mengeksplorasi potensi seseorang, kebebasan untuk
menciptakan satu self, kebebasan untuk ekspresi pribadi, kebebasan dari
penjadwalan, kebebasan dari peran yang didefinisikan kaku dan hierarchies
status.[22]
Misalnya klub motor yang khas sekali budaya luar yang
bukan asli Indonesia telah di “kontaminasikan” kepada kebiasaan budaya
Indonesia atau contoh lain juga terdapatnya komunitas punk, skinhead, mods,
hippie, reggae ataupun budaya lainnya yang tanpa disadari merupakan budaya
penanding (counter culture) terhadap budaya setempat. Bukannya
hanya pada idealisasi musik atau pada tatanan masyarakat, counter culture
juga terjadi pada tatanan seni (art) di Indonesia. Faham counter culture
biasanya di latar belakangi sebagai pengekspresian rasa ketidakpuasan terhadap
apa yang terjadi maupun apa yang sudah sangat biasa dirasakannya (budaya
dominan).[23]
Terjadinya cauter culture bisa terjadi bukan hanya
dari diri mereka sendiri, tetapi juga bisa jadi disebabkan oleh faktor
lingkungan. Seseorang tidak akan berubah jikalau orang tersebut tidak ada yang
memberi persuasif. Pengaruh lingkungan sangat kuat jika
dibandingkan dengan kemauan diri sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia
merupakan salah satu atau satu – satunya dari mahluk ciptaan Tuhan yang
dikaruniani akal dan pikiran sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan
pengetauhan yang pada akhirnya dapat melahirkan suatu kebudayaan. Sedangkan
kebudayaan merupakan hasil dari budi dan daya dari manusia yang berkembang dan
diikuti oleh masyarakat tertentu sehingga antara masyarakat satu dan yang lain
memiliki kebudayaan yang berbeda.
Manusia
di dalam budaya tersebut memiliki kedudukan tertentu yang didikuti oleh nilai –
nilai etika dan estetika yang luhur yang dapat menimbulkan suatu keindahan
tertentu.Budaya sangat berpengaruh dan bermanfaat dalam kehidupan manusia baik
itu secara individu maupun secara lintas budaya.
Manusia hidup karena
adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang
manakala manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan
demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan,
setiap hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala
disadari atau tidak manusia merusak kebudayaan.
B. Saran
Saran yang dapat pemakalah
sampaikan pada makalah kali ini adalah sebagai manusia yang berbudaya kita
harusnya mampu untuk terus dan tetap berbudaya sebagaimana hakikat kita sebagai
manusia
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. 2007.
Asy’arie,
Musa. Menggagas Revolusi Kebudayaan
Tanpa Kekerasan.
Yogyakarta: Lesfi. 2002.
Djuned, Daniel. Antropologi
Al-Qur’an. Jakarta:Erlangga. 2011.
Hikmat, Teori Evolusi
Manusia Purba, (http://hikmat.web.id/sejarah-kelas-x/teori-evolusi-manusia-purba/), diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pada pukul 17.25.
Kusnarto, Mohammad. Penyimpangan
Budaya, (http://mohkusnarto.wordpress.com/penyimpangan-budaya/), diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 17.15.
Marhijanto, Bambang. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya: Terbit Terang. 1999.
Rasimin. Antopologi Pendidikan. Yogyakarta : Mitra
Cendekia. 2011.
Saifuddin, Fedyani Achmad. Antropologi
Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media. 2005.
Sudibyo, Lies, dkk. Ilmu
Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : CV. Andi Offset. 2013.
[1]Lies Sudibyo, dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta
: CV. Andi Offset, 2013), hlm. 29
[2]Rasimin, Antopologi Pendidikan, (Yogyakarta :
Mitra Cendekia, 2011), hlm. 29.
[4]Musa Asy’arie,Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan,(Yogyakarta: Lesfi, 2002), hlm. 62-84.
[5]Rasimin, Op.Cit,hlm. 31.
[7]Lies Sudibyo, dkk, Op.Cit., hlm. 33.
[8]Rasimin, Log. Cit, hlm. 30
[9]Fedyani Achmad Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma,
(Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm 99.
[10]Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Masa Kini,
(Surabaya: Terbit Terang : 1999), hlm.112.
[11]Daniel Djuned, Antropologi Al-Qur’an,
(Jakarta:Erlangga, 2011), hlm. 127.
[12] Hikmat, Teori Evolusi Manusia Purba, (http://hikmat.web.id/sejarah-kelas-x/teori-evolusi-manusia-purba/), diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pada pukul 17.25.
[14]Rasimin,Op.Cit, hlm. 43.
[17]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2007), hlm. 65-67.
[18]Rasimin, Op.Cit, hlm. 116.
[20]Abu Ahmadi, Op. Cit, hlm. 208.
[22] Mohammad Kusnarto, Penyimpangan Budaya, (http://mohkusnarto.wordpress.com/penyimpangan-budaya/), diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 17.15.
[23]Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar