PENGATURAN DAN PENGELOLAAN KEAHLIAN GURU
DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. PENDAHULUAN
Guru memegang peranan penting dalam proses belajar
mengajar. Dipundaknya terpikul tanggung jawab utama kedeftikan usaha
kependidikan kepersekolahan. Di banyak negara maju media elektronik
sebagai alat pengajar sudah dipergunakan dan telah dibuktikan. Namun
keberadaannya tetap tidak dapat sepenuhnya menggatikan kedudukan guru.
Ada sesuatu yang hilang yang selama ini disambungkan oleh adanya
interaksi antara manusia, antara guru dan pelajar. Kehilangan yang
utama adalah segi keteladanan dan sebab tujuan, yang
mengarahkan pelajar tersebut lebih bersumer pada guru ketimbang
pada pelajar sekalipun tujuan itu dirumuskan oleh tenaga kependidikan yang
lebih tinggi kedudukannya di dalam struktur birokrasi.
Masyarakat dari paling terkebelakang sampai yang paling maju, mengakui bahwa
guru merupakan satu di antara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota
masyarakat, namun wujud pengakuan itu berbeda-beda anatar satu guru itu dengan
masyarakt yang lain. Sebagai mengakui pentingnya guru itu yang
lebih kongkret, sementara yang lain masih menyaksikan besarnya tangung
jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah
dari pada sepantasnya.
Dia
menyadari pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada
umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka
miliki terhadap pembinaan kepribadian pelajar. Kesadaran umum akan
besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai
pandanagan masyarakat untuk merumuskan ruang liungkup tugas, tanggung jawab dan
kualifikasi yang seharusnya di penuhi oleh guru. Seorang
guru juga harus memiliki keahlian dalam bidang mengajar dimana hal itu sangat berpengaruh
terhadap kinerja guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Maka pengaturan
dan pegelolaan terhadap keahlian guru dikiran perlu untuk dapat memberdayakan
guru itu sendiri.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pengelolaan
Dalam bahasa Inggris pengelolaan biasa disamakan
dengan management yang berarti pula pengaturan atau pengurusan. Menurut
Griffin, pengertian management adalah sebagai berikut.
Management is a set of activities, including planning
and decision making, organizing, leading and controlling, directed at an
organization’s human, financial, physical and information resources with the
aim of achieving organizational goals in an efficient and effective manner.[1]
2.
Hakekat
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Sebagaimana
teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa).[2]
Pendidik
berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya,
mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan
mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu
yang mandiri.
Dalam
konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim,
mu’addib, mudarris, dan mursyid. Menurut peristilahan yang dipakai
dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat
tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
- Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
- Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
- Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
- Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
- Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
3. Keahlian Pokok Guru
Sebagaimana
halnya profesi-profesi lain, profesi guru juga menuntut seperangkat ketrampilan
yang perlu dikuasai agar mampu menjalankan perannya secara optimal. Sebelum
membahas tentang keahlian pokok guru pemakalah akan mencoba memaparkan tentang
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh guru. Secara normatif pemerintah
memetakan ketrampilan guru ke dalam 4 ranah kompetensi, yaitu kompetensi
kepribadian, profesional, pedagogik dan kompetensi sosial.[3]
a.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni
mengajar siswa.
Dari pengertian
seperti tersebut di atas dengan kompetensi pedagogik maka guru mempunyai
kemampuan-kemampuan sebagai berikut:[4]
1)
Mengaktualisasikan
landasan mengajar,
2)
Pemahaman
terhadap peserta didik
3)
Menguasai ilmu
mengajar (didaktik metodik),
4)
Menguasai teori
motivasi,
5)
Mengenali
lingkungan masyarakat,
6)
Menguasai
penyusunan kurikulum,
7)
Menguasai
teknik penyusunan RPP,
8)
Menguasai
pengetahuan evaluasi pembelajaran, dll.
b.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu
sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam
perilaku sehari-hari. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas
diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan Ki Hajar
Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa. Tut Wuri
Handayani”.[5] Dengan
kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu seorang guru dituntut
melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan
orang-orang yang dipimpinnya.
c.
Kompetensi Profesional
Dalam Peraturan
Pemerintah No 19 tahun 2005, pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan
kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[6]
Kompetensi
profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi
yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi
profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar
dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang
lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
d.
Kompetensi Sosial
Dimaksud dengan
kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal
28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul seacara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar[7].
Kompetensi
sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja
di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang
dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu,
perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada
kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah
tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru antara
lain; terampil berkomunikasi, bersikap simpatik, dapat bekerja sama dengan
Dewan Pendidikan/Komite Sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra
pendidikan, dan memahami dunia sekitarnya (lingkungan).
Penjabaran 4 kompetensi tersebut dalam
lingkungan pendidikan agama Islam, adalah sebagai berikut :[8]
a. Kompetensi Paedagogik-religius, penguasaan
ilmu pengetahuan keislaman.
b. Kompetensi Personal-religius, kepribadian
agamis (pada diri pendidik melekat nilai-nilai lebih yang akan
diinternalisasikan kepada peserta didik)
c. Kompetensi professional-religius, mampu
membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan
berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif islam.
d. Kompetensi sosial-religius, kepeduliannya
terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap
gotong royong, toleransi, tolong menolong dalam rangka transinternalisasi
sosial antara pendidik dan peserta didik.
Secara
normatif pemerintah memetakan ketrampilan guru ke dalam 4 ranah kompetensi,
yaitu kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik dan kompetensi sosial,
tetapi sebenarnya keempat kompetensi tersebut dapat disederhanakan ke dalam dua
ranah dasar, yaitu mentalitas dan ketrampilan keguruan.[9]
Menjadi
guru merupakan sebuah pilihan, terutama bagi sebagian orang yang sejak awal
memang berkarakter guru. Guru idealnya merupakan panggilan jiwa, orang yang
memang memiliki mental keguruan. Mereka adalah orang yang memiliki bakat dan
kecenderungan bawaan berupa senang menyampaikan ide, mengubah dan meningkatkan
potensi diri orang lain dengan cara mengajar.
Berbeda
dari profesi-profesi lain, guru merupakan profesi yang bersifat profetik,
berjiwa pendidik. Dengan demikian, guru yang baik menuntut beberapa prasyarat,
yaitu:
a.
Orang baik, karena tugas guru adalah
membaikkan anak didiknya.
b. Menempatkan diri sebagai orang yang
layak dijadikan panutan, karena harus menjadi contoh pertama bagi anak
didiknya.
c. Menjaga muru’ah, yaitu menjaga
diri dari sikap, perilaku dan pergaulan yang tidak pantas agar guru dihormati
oleh orang lain, dan terutama siswanya.
d. Orang yang peduli, yaitu memiliki
kepekaan terhadap keadaan yang perlu diperbaiki, dan dan tergerak membantu
orang lain.
e. Orang ikhlas dan berjiwa perjuangan,
yaitu bekerja secara tulus. sebab yang dihadapi guru adalah manusia, sebab
suasana hati dan sikap mental guru sering kali jauh lebih berpengaruh dibanding
kata-katanya.
f. Orang yang komunikatif dan dapat
bekerja sama dengan semua orang. Selain berhadapan dengan murid, sering kali
guru harus berhadapan dengan wali murid dan masyarakat.[10]
2)
Ketrampilan
Keguruan
Berbeda
dari ketrampilan sopir, tukang bangunan, montir atau profesi lain yang bersifat
teknis-mekanis, ketrampilan keguruan bersifat mental, deep soft skill.
Ketrampilan guru mirip ketrampilan yang harus dimiliki oleh seniman, yaitu
mengandalkan kecerdasan pikir dan kepekaan perasaan sekaligus.
a.
Ketrampilan merancang kegiatan
pembelajaran, yaitu mempersiapkan materi, langkah-langkah dan berbagai
instrumen yang diperlukan dalam pembelajaran.
b. Ketrampilan mengendalikan kelas, yaitu
membuat diri dan instruksinya dipatuhi oleh siswa.
c. Ketrampilan melaksanakan kegiatan
pembelajaran, yaitu menyampaikan materi pelajaran yang mudah diserap oleh
siswa.
d. Ketrampilan mengevaluasi kegiatan
pembelajaraan, yaitu kemampuan mengukur keberhasilan atau kegagalan
pembelajaran, serta melakukan usaha perbaikan.
e. Ketrampilan mengkomunikasikan hasil
pembelajaran, yaitu kemampuan mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajarannya
di hadapan pimpinan dan wali murid.[11]
4.
Hakikat Profesionalitas Guru
Profesionalitas
berasal dari kata profesi yang dapat diartikan sebagai jenis pekerjaan yang
khas atas pekerjaan yang memerlukan pengetahuan atau dapat juga berarti
beberapa keahlian dengan orang lain, instansi, atau sebuah
lembaga. Profesional adalah seseorang yang memiliki saperangkat pengetahuan
atau keahlian yang khas dari profesinya.
Guru merupakan
suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang di luar bidang
pendidikan. Profesi adalah pekerjaan yang di landasi pendidikan keahlian
tertentu.
Untuk seorang
guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut:[12]
a.
Guru harus
dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang
diberikan serta dapatmenggunakan sebagai media dan sumber belajar yang
bervariasi.
b.
Guru harus
dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta
mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
c.
Guru harus
dapat membuat urutan dalam pemberian pelajaran dan penyesuain dengan usia dan
tahapan tugasperkembangan peserta didik.
d.
Guru perlu
menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami
pelajaran yang diterimanya.
e.
Sesuai dengan
prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelasan
pelajaran secara berulang-ulang hingga peserta didik menjadi jelas.
f.
Guru harus
menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta didik secara individual agar dapat
melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
g.
Guru harus
mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas.
Kegiatan yang
menunjang pengembangan professional guru PAI, juga anatara lain:
a.
Pertemuan
organisasi profesi;
b.
Petrmuan dengan
komponen penddikan lain;
c.
Seminar,
lokakarya, workshop;
d.
Media
komunikasi.
5.
Manajemen
Kinerja Pendidik dalam Pendidikan Islam
Kinerja
manusia atau yang dikenal dengan humanperformance ditentukan oleh
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Mutu pendidik
merupakan salah satu faktor penentu mutu pendidikan. Sedangkan pendidik yang
bermutu memiliki kemampuan professional dalam pendidikan islam memiliki syarat
ahli dalam bidangnya dan memiliki kode etik (akhlak karimah).
Untuk
dapat menjadi tenaga professional dalam pendidikan Islam maka pendidik perlu
peningkatan profesionalisme berbasis keagamaan, yang berguna untuk pembentukan
karakter peserta didik dan penanaman nilai-nilai akhlak yang melibatkan ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk itulah manajemen kinerja menjadi sangat
penting dilakukan seiring dengan era saat ini, apalagi peserta didik yang
menginjak remaja sudah banyak yang terkoyak secara mental dan spiritualnya.
Manajemen
kinerja guru diartikan sebagai daya upaya untuk meningkatkan kemampuan dan
mendorong pendidik melalui berbagai cara agar bekerja dengan penuh semangat,
efektif, efisien dan produktif sesuai dengan proses kerja yang benar agar
mencapai hasil kerja yang optimal.
Pengembangan kinerja pendidik dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency
Based Performance Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance
Based Performance Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan
pengembangan kinerja melalui peningkatan kemampuan pegawai/guru untuk melakukan
sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran dan tugasnya, sedangkan pendekatan
berbasis kinerja melakukan pengembangan pegawai/guru melalui implementasi
praktek-praktek terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai
dengan bidang tugasnya.
Beberapa
upaya yang perlu dilakukan bagi peningkatan kualitas kinerja pendidik dalam
pendidikan islam adalah :
1) Penilaian pendidik
Penilaian
terhadap pendidik adalah proses pengukuran dan perbandingan prestasi kerja
pendidik dengan indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pekerjaan. Prestasi
kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Masalah
yang sering terjadi dalam penilaian pendidik yaitu kejenuhan karir dalam sebuah
sekolah yang kurang berkembang.Lebih-lebih jika sosok kepala sekolah memberikan
penilaian yang kurang menyenangkan kepada pendidik yang telah bersusah payah
dalam kinerja. Untuk itu, pendidik perlu mendapatkan stimulasi dari pekerjaan
mereka, terutama dari kepala sekolah dalam memimpin dan bekerja sama dengan
pendidik. Sebagaimana menurut Tilaar, kepala sekolah (manajer) pendidikan islam
bukan hanya menguasai kemampuan dan keterampilan memimpin tetapi juga dituntut
padanya dua hal yaitu, sebagai pemimpin yang dapat mengejawantahkan nilai-nilai
islam di dalam sistem pendidikan islam dan pemimpin yang memiliki dan menguasai
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai permintaan zaman.[13]
2) Pembinaan/ pengembangan pendidik
Pembinaan
atau pengembangan pendidik merupakan usaha mendayagunakan, memajukan dan
meningkatkan produktivitas kerja setiap pendidik yang ada. Tujuan kegiatan
pembinaan ini adalah tumbuhnya kemampuan setiap pendidik yang meliputi
pertumbuhan keilmuannya, wawasan berfikirnya, sikap terhadap pekerjaannya dan
keterampilannya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, sehingga produktivitas
dapat ditingkatkan. Menurut Magginson sebagaimana yang dikutip oleh alwi,
pengembangan sumber daya manusia (guru) yang ada berupa pendidikan, pelatihan
dan bimbingan. Kata ”pengembangan” (development) adalah proses jangka
panjang untuk meningkatkan potensi dan efektifitas. Sedangkan yang dimaksud
dengan pengembangan sumberdaya manusia (guru) dalam konteks ini adalah
sebagaimana dijelaskan oleh Handoko, yakni upaya lebih luas dalam memperbaiki
dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.[14]
Aktualisasi
nyata yang berhubungan dengan aspek-aspek pengembangan kinerja pendidik,
seperti mengikutkan guru-guru dalam forum-forum ilmiah seperti pendidikan dan
latihan (umum dan keagamaan), seminar, istighosah, silaturahmi antar guru, MGMP
(musyawarah guru mata pelajaran) atau kegiatan lain yang menunjang
profesionalisme pendidik. Selain itu juga perhatian unsur pimpinan dalam
melakukan pembinaan, pengarahan dan motivasi untuk meningkatkan kualifikasi
akademiknya.
3) Budaya religius
Dasar
religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dengan dasar ini maka
semua kegiatan pendidikan jadi bermakna. Apabila agama islam menjadi frame
bagi dasar pendidikan islam, maka semua tindakan kependidikan dianggap suatu
ibadah, sebab ibadah merupakan aktualisasi diri (self-actualization)
yang paling ideal dalam pendidikan islam.
Budaya
religius meliputi sekumpulan nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh masyarakat disekitar sekolah
(warga sekolah). Nilai yang dimaksud tersebut adalah suatu keyakinan yang
menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya,
atau menilai sesuatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya. Nilai
islam juga mendasari perilaku, tradisi, kebiasaan dan simbol-simbol yang
dipraktekkan oleh masyarakat disekitar sekolah (warga sekolah).
Dengan
menyatukan antara pembinaan dan peningkatan kualitas guru dan menerapkan
manajemen kinerja berbasis budaya religius maka dapat bermanfaat dalam
menemukan sistem manajemen kinerja yang efektif, dalam rangka peningkatan
kualitas pendidik yang berlandaskan ajaran islam, sehingga menghasilkan
produktivitas kerja yang tinggi menuju terciptanya pendidikan islam yang
diperhitungkan dimasyarakat.
C.
KESIMPULAN.
Pengembangan kinerja pendidik merupakan faktor yang amat menentukan pada
keberhasilan melestarikan dan mentransformasikan nilai ilahiyah dan nilai
insaniyah dalam proses pendidikan dan pembelajaran di era perkembangan
pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Kinerja pendidik pada dasarnya menggambarkan
kemampuan suatu profesi yang berkaitan dengan peran dan tugas sebagai pendidik.
Termasuk profesi guru pendidikan Islam untuk terus
menerus melakukan upaya peningkatan kompetensi dan pembinaan peserta didik pada
ketakwaan dan berakhlak karimah yang dijabarkan dalam pembinaan kompetensi enam
aspek keimanan, lima aspek keislaman dan multi aspek keihsanan. Sehingga
perlunya sistem manajemen kinerja berbasis religius untuk peningkatan kualitas
proses dan hasil pendidikan agar tercipta insan kamil (manusia sempurna), yaitu
manusia yang mampu menyelaraskan kebutuhan fisik, psikis, sosial,dan spiritual.
Oleh karena
itu, perlunya guru PAI senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang
berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan dan dapat membantu pemahaman siswa. Kompetensi yang perlu dimiliki
diantaranya yaitu guru memperhatikan “seni mengajar dan mendidik”, guru tidak
cukup hanya memiliki pengetahuan yang diajarkan tetapi juga harus memiliki
pengetahuan tentang psikologi anak, mengetahui tingkat kesiapan belajar mereka
dan bakat intelektualnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Darwan,
Maz. Pengelolaan Guru, (http://mazdarwan66.wordpress.com/artikel-pendidikan/pengelolaam-guru/)
diakses pada tanggal 29 April 2014. Pukul 17.00.
Hani, Handoko.
2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
http://kampuspendidikan.blogspot.com/2013/09/keahlian-pokok-guru.html,
diakses pada tanggal 28 April 2014 pukul 20.00
Majid, Abdul.
2008. Rencana Pembelajaran : Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru. Bandung
: Remaja Rosdakarya.
Mujib, Abdul.
dkk. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Mulyasa,
E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. 2007. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta:Gaung
Persada Press.
Tafsir,
Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tilaar,
H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Renika Cipta.
Uno, Hamzah
B. 2007. Profesi Kependidikan: Problema Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Maz Darwan, Pengelolaan Guru, (http://mazdarwan66.wordpress.com/artikel-pendidikan/pengelolaam-guru/)
diakses pada tanggal 29 April 2014. Pukul 17.00.
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm.
74-75.
[3] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta:Gaung Persada Press, 2005)
[4] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 75
[5]Abdul Majid, Rencana Pembelajaran : Mengembangkan
Standar Kompetensi Guru,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 126.
[6] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta:Gaung Persada Press, 2005)
[7] Ibid.
[8] Abdul Mujib, dkk. Ilmu Pendidikan
Islam. (Jakarta : Kencana, 2010). hlm.96
[9] http://kampuspendidikan.blogspot.com/2013/09/keahlian-pokok-guru.html,
diakses pada tanggal 28 April 2014 pukul 20.00
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan:
Problema Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 16
[13] H.A.R Tilaar, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional. (Jakarta: Renika Cipta, 2000), hlm.159
[14] Handoko Hani, Manajemen, Edisi 2.
(Yogyakarta: BPFE, 2003), hlm.77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar