Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Kamis, 14 Mei 2015

KULTUM



MERAJUT PAKAIAN TAQWA

Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang “melekat” di badan ini; entah baju, celana, segala aksesoris yang “melekat” lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan pengertian ini, bahkan Allah membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri; dan istri adalah “pakaian” dari suami (Q.S. Al-Baqarah : 187 : هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَ اَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ). Mungkin karena suami dan istri pun “melekat” satu sama lain, hingga mereka tak ubahnya seperti pakaian.
Setidaknya ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di dalam Al-Qur’an. Pertama, pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur : 58 dan Al-A’raf: 26). Kedua, pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf : 26). Dan ketiga, pakaian sebagai pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga dari serangan musuh (Q.S. An-Nahl:81).
Tak kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian. Entah memakai bahasa “libaasun”, “kiswatun”, “saraabil”, maupun “tsiyab”. Namun, semuanya berbicara tentang pakaian lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada satu yang menyebutkan tentang pakaian ruhani.
Pakaian ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik buruknya seseorang. Meski seseorang mengenakan pakaian lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi jika pakaian ruhaninya rusak, jelek, terhina, maka dirinya akan terhina pula. Pakaian lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia, tetapi tidak dalam pandangan Allah.
Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an menyebutnya sebagai pakaian taqwa (لِبَاسُ التَّقْوَا). Sebagaimana firmannya, “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).
Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata:
اَلْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَ الْعَمَلُ بِالتَنْزْيِلِ وَ اْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
(Takut kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang diturunkan (al-Qur’an); dan menyiapkan diri untuk menyambut datangnya hari yang kekal [akhirat]).






 

KEUTAMAAN QIYAMULLAIL


Dari Jabir r.a., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya. Kalau Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan mempermudah semua aspek kehidupan hambaNya. Dan memberi berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik aktivitas di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Sang hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya.
Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai dan dekat dengan Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, “Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad)
Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia, amalkanlah qiyamullail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain.”
Orang yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan masuk surga. Kabar ini sampai kepada kita dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Salam dari Nabi saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat.”
Seorang dai yang ingin berhasil dakwahnya, harus menabur kasih sayang kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai dengan wajah yang berseri-seri, mengucapkan salam, mengulurkan bantuan, silaturahim, dan pada malam hari memohon kepada Allah diawali dengan qiyamulail. Tapi sayang, yang melaksanakan qiyamulail secara kontinu sangat sedikit jumlahnya. Semoga kita termasuk kelompok yang sedikit ini dan berhak masuk surga tanpa dihisab. Rasululah saw. bersabda, “Seluruh manusia dikumpulkan di tanah lapang pada hari kiamat. Tiba-tiba ada panggilan dikumandangkan dimana orang yang meninggalkan tempat tidurnya, maka berdirilah mereka jumlahnya sangat sedikit, lalu masuk surga tanpa hisab. Baru kemudiaan seluruh manusia diperintah untuk diperiksa.”
Kiat Mudah Qiyamullail
Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad. Jika ada tekad, akan sangat mudah merealisasikannya dengan izin Allah. Berikut ini kiat-kiat pendorong meninggalkan tempat tidur untuk bermunajat kepada Yang Maha Pengasih.
(1)   Programlah aktivitas Anda di hari yang malamnya Anda rencanakan untuk qiyamullail agar memungkinkan Anda tidak kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
(2)   Pahamilah bahwa Anda punya kebutuhan jasmani, aqli, dan ruhani, serta Anda wajib memenuhinya dengan seimbang.
(3)   Hindari maksiat. Sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”
(4)   Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamullail. Dengan begitu Anda termotivasi untuk melaksanakannya.
(5)   Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
(6)   Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam, dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
(7)   Baik juga jika Anda janjian dengan beberapa teman untuk saling membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone yang Anda miliki.
(8)   Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program qiyamullail bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.
Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah kepadaNya.



MERAIH RAHMAT ALLAH

Sebagai manusia apalagi sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat dari Allah Swt sehingga kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar shalat untuk bisa memperoleh rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat rahmat Allah tentu saja tergolong kedalam kelompok orang yang beruntung sebagaimana firman Allah yang artinya: Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmt-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS Al-Baqarah:64). Bahkan di dalam ayat lain, keuntungan orang yang mendapat rahmat Allah itu akan dijauhkan dari azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang diajuhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata (QS Al-An’am:16).
Kiat Meraih Rahmat
Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan susah maupun senang, berat maupun ringan, waktu sendiri atau bersama orang lain. Tegasnya, kalau mau memperoleh rahmat Allah kita harus taat kepada Allah dan rasul-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat (Ali-Imran:132)
Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, mendirikan shalat sehingga memberi pengaruh yang besar dalam bentuk menghindari perbuatan keji dan munkar serta menunaikan zakat agar menjadi suci jiwa kita, terjembatani hubungan antara yang kaya dengan yang miskin serta kemiskinan bisa diatasi secara bertahap, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At-Taubah:71)
Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal shaleh yang sebanyak-banyak meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam keimanannya sehingga dengan keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya harus berputus asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri,  hal ini difirmankan Allah yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (syurga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya (QS An- nisa:175).
Disamping itu, iman dan istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni meninggalkan segala bentuk larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-sungguh dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam dalam segala aspeknya, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Ny, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal (QS at-taubah:20-21, lihat juga QS al-baqarah:218).
Keempat, mengikuti Al-Qur’an dan selalu bertaqwa kepada Allah serta menunaikan zakat, hal ini karena Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia apabila ia ingin memperolah ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya untuk meraih rahmat Allah manusia harus bertaqwa kepada-Nya, sedang untuk bisa bertaqwa harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Ini berarti, amat mustahil bagi manusia untuk bisa bertaqwa kepada Allah apabila Al-Qur’an tidak diikutinya. Dalam kaitan ini Allah berfirman yang artinya:  Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS al-an’am:155). Maka Aku akan tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami QS al-‘araf:156)
Kelima, berbuat baik, yakni perbuatan apa saja yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu orang lain, bahkan orang lain bisa merasakan manfaat baiknya, sekecil apapun manfaat yang bisa dirasakannya. Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS al-‘araf:56).
Keenam, mendengarkan bacaan Al-Qur’an apabila sedang dibacakan, hal ini karena, Al-Qur’an merupakan kalamullah atau perkataan Allah, sebab jangankan Allah, pembicaraan sesama manusia saja harus kita dengarkan atau kita perhatikan, apalagi kalau ucapan Allah yang tentu harus lebih kita perhatikan. Manakala seorang muslim telah mendengarkan Al-Qur’an bila dibacakan, maka Allah senang pada orang tersebut sehingga Allah mau memberi rahmat kepadanya. Allah berfirman yang artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (QS al-‘araf:204).
Ketujuh, taubat dari segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara harfiyah, taubat berarti kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat, manusia berarti mau mendekati Allah lagi dan Allah senang kepada siapa saja yang mau bertaubat, sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya, menyadari terhadap kesalahan yang dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak mengulanginya dan membuktikan bahwa dia betul-betul telah meninggalkan segala perbuatan salahnya dengan menggantinya kepada segala kebaikan., inilah yang membuat Allah cinta kepadanya sehingga rahmat Allah akan diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang artinya:  Dia (Nabi Shaleh) berkata: Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?. Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat  (QS an-Naml:46).
Ayat yang menyebutkan kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat adalah yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat  dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri” (QS al-baqarah:222).



UKHUWAH ISLAMIYAH


Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku datang ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu sampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,’Demi Allah aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Allah tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Allah aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata, ‘Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda, “Allah berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”

Makna Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.

Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.      Nikmat Allah (Q.S. Ali-Imran:103)
2.      Perumpamaan tali tasbih (Q.S. Az-Zukhruf:67)
3.      Merupakan arahan Rabbani (Q.S. al-Anfal : 63)
4.      Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S. al-Hujurat : 10)
Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)

Manfaat Ukhuwah Islamiyah
1.      Merasakan lezatnya iman
2.      Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
3.      Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. Al-Hijr : 45-48)
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang-orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada (Salamatus shadr) dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya orang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.









MENGATASI KESENJANGAN SOSIAL DALAM ISLAM

Adalah sudah menjadi fakta, bahwa kegiatan ekonomi sekarang adalah melahirkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar dan semakin besar. Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam Human Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54% total kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46% total kekayaan dunia (Beik, 2006). Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal Allah SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja, sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr: 7: “....supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu...” (QS. al-Hasyr: 7).
Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan ini adalah melalui instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW, dalam sebuah Hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih” (HR. Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).
Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Lapoe dan Colin (1978) serta George (1981) menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi akibat adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over population). Kedua, jika zakat, infak, dan sedekah dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan dikelola dengan baik, apakah dalam aspek pengumpulan ataupun dalam aspek pendistribusian, kemiskinan dan kefakiran ini akan dapat ditanggulangi, paling tidak dapat diperkecil (Hafidhuddin, 1998). Dalam Alquran dan Hadits, zakat, infaq dan sedekah di samping sering digandengkan dengan salat, juga digandengkan dengan kegiatan riba, misalnya dalam QS. Ar-Rum: 39 dan QS. Al-Baqarah: 276. Hal ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi ZIS akan memperkecil kegiatan ekonomi yang bersifat ribawi.
Karena itu, gerakan penyadaran zakat hakikatnya adalah gerakan untuk menghilangkan kesenjangan, baik kesenjangan pendapatan maupun kesenjangan sosial, yang berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. 


MANFAAT MEMBACA AL QUR’AN
Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita baca sehari-sehari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar. Karena saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah memberikan tempat istimewa bagi para pecintanya.
Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1.      Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya.
2.      Ketika membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat Nya.
3.      Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
4.      Orang yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
5.      Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah meski ia merasakan serba kurang di dunia.
6.      Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah menjaga ayat-ayat-Nya.
7.      Orang yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
8.      Orang yang membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera kehidupan, dan mengambil manfaat darinya.
9.      Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang damai dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal, kreatif, inovatif dan produktif.
10.  Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan, di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11.  Orang yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan selalu mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12.  Orang yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan penjagaan Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir, merenung dan beramal sebanyak-banyaknya.
Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan al-Qur'an...Amiin
TUJUH TANPA TUJUH

Siapa berbuat tujuh amal tanpa tujuh amal lain, tak bergunalah tujuh perbuatannya itu. Siapa takut tanpa hati-hati seperti takut kepada siksa Allah, namun tidak berhati-hati dari dosa, tak bergunalah takutnya itu. Siapa berharap tanpa beramal, umpama berharap pahala Tuhannya tanpa beramal kebajikan, sia-sialah baginya harapannya itu. Siapa berniat tanpa melaksanakannya, tak bergunalah niatnya itu. Siapa berdo’a tanpa berusaha, seperti doa supaya dapatkan taufik hidayahNya, tapi tak berusaha mendekatiNya, tak berartiah doanya. Siapa istghfar tanpa menyesal, sia-sialah istighfarnya. Siapa tidak sesuai antara lahir dan batin, seperti lahirnya berbuat baik batinnya tidak ikhlas, sia-sialah kebaikannya. Siapa beramal, tapi tidak ikhlas, tak bergunalah amalnya.
Seorang pemuda yang menyatakan cinta kepada kekasihnya, “Sayangku, aku sungguh mencintaimu...” namun tidak pernah mengiringi pernyataannya dengan memberi, melindungi, membahagiakan, atau ungkapan nonverbal lainnya, maka sang kekasih akan menjawab, “Rayuanmu gombal!”
Demikian pula Allah. Seseorang melakukan amal, namun tidak dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan menganggap kita menyepelekannya sehingga tidak mendapatkan ganjaran. Sia-sialah amalnya itu.
Seorang yang selalu merasa ngeri kalau mendengar ancaman Allah berupa siksa neraka tetapi ia cuek saja ketika melakukan dosa, maka rasa ngerinya itu tidaklah berguna. Padahal perasaan ngeri ketika mendengar ancaman Allah adalah amal yang baik, yang meskipun sekedar ngeri, akan mendapatkan pahala. Ada juga orang yang disebutkan pahala-pahala yang akan didapat apabila mengerjakan amal kebaikan maka dia berharap mendapatkan ganjaran itu. Namun ia tidak berusaha mengerjakan amal kebaikan. Ia hanya membayang-bayangkan, betapa enaknya tinggal di surga, betapa senangnya dikelilingi bidadari dan sebagainya. Maka harapannya apabila tanpa dibarengi amal akan sia-sia belaka. Mana bisa orang tanpa berusaha mengharapkan hasil. Sunatullah di dunia pun seperti itu.
Lebih jauh dari sekedar mengharap adalah berniat melakukan amal perbuatan. Orang ini sedikit lebih sadar daripada orang yang sekadar membayangkan dan mengharapkan. Namun niat saja tanpa sampai kepada amal juga sia-sia. Terkecuali, batalnya amal tersebut karena ketidaksengajaan. Misalnya seseorang berniat naik haji, uang yang dikumpulkan sudah cukup, namun karena kesehatan yang tidak memungkinkan, ia batal berangkat haji. Meskipun niat sudah berniat dan belum beramal, insya Allah niatnya tercatat sebagai amal.
Yang berikutnya adalah orang yang berdoa harus diiringi dengan usaha. Meskipun Allah Maha dalam segala sesuatu, namun Ia tidak pernah atau jarang sekali memberikan sesuatu di keluar kebiasaannya, terkecuali kepada para Nabi dan wali Allah. Artinya kalau seseorang hanya berdoa tanpa berusaha, ya bagaimana Allah akan mengabulkan doanya. Hal ini sesuai dengan ayat :
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d :11)
Dalam peribahasa lain sering disebut dengan “Ora et Labora”, berdoa sambil bekerja. Oleh karena itu, disamping berdoa, berusaha wajib adanya. Kita saja ketika memberikan makanan kepada anak, ia harus membawa mangkuk atau piring sebagai tempat sebagai tempat makanan tersebut. Allah juga akan mengabulkan doa apabila kita sudah menyiapkan tempatnya. Tanpa ada ‘tempat’, mustahil doa akan terkabul.
Demikian juga dengan orang yang selalu beristghfar namu tanpa diringi dengan rasa penyesalan. Sesalnya hanya berada dimulutnya. Namun dalam hati ia masih mengharapkan dalam melakukan perbuatan itu lagi. Semisal seseorang yang berselingkuh lalu ia ingat Allah dan beristighfar. Tetapi dirinya tidak menyesal karena ketika pasangannya mengajak berselingkuh ia kembali melakukannya. Maka istighfarnya itu akan sia-sia. Sama seperti ungkapan kekasih di atas, mungkin Allah akan berkata, “Istighfarmu gombal...”
Satu hal yang berkaitan dengan sifat munafik inilah yang berbahaya. Yaitu, lahir tidak sesuai dengan batin. Seseorang diminta menyumbang lalu dikeluarkanlah uang dari dompetnya tapi dalam hati sebenarnya dia tidak mau menyumbang maka amalnya sia-sia. Mulutnya mengatakan “Oke. Tidak apa-apa, saya maafkan”. Tapi hatinya dongkol bukan main, pemaafannya tidak akan berubah pahala. Akhirnya sia-sia belaka kebaikannya itu.
Terakhir, jika seseorang berbuat amal kebaikan namun tidak ikhlas dalam melakukannya, maka amalnya itu juga akan sia-sia. Ia tidak rela dalam berbuat amal. Kalau memberikan sesuatu pada orang lain, ia selalu mengungkit-ungkit kebaikannya itu. Amal yang seperti ini akan menghilangkan pahala orang yang mengerjakannya. Seperti biasa dikatakan orang, berbuat amal kebaikan dengan ikhlas laksana seseorang buang hajat. Ia tidak pernah memikirkan ‘hajat’ yang sudah dibuangnya itu.


TELADAN

Siapa memberi teladan, berbuat kebaikan, ia mendapat pahala dan pahala siapa saja yang menirunya hingga berakhir masa. Siapa memberi contoh berbuat kejahatan, ia mendapat dosa. Pula dosa siapa saja yang mengikutinya sampai akhir masa.
Sudah banyak orang yang mengerti dan memahami hadits ini. Namun seberapa banyak orang mau merintis berbuat kebaikan sehingga diikuti oleh orang banyak. Juga berapa banyak orang yang telah mengerjakan keburukan yang kemudian dicontoh orang lain. Inilah amal kecil yang berbuah besar. Ada amal kebaikan kecil yang dapat berbuah pahala besar. Ada pula amal keburukan kecil yang dapat membawa pada dosa yang besar.
Sebagai contoh, ketika terjadi musibah bencana alam yang membuat hati kita semua trenyuh, ada seseorang di sebuah perusahaan yang berinisiatif untuk mengumpulkan sumbangan. Ia memulai dengan dirinya sendiri memberikan sumbangan lalu diiringi teman-teman sekantornya. Ternyata kantor sebelah yang mendengar ada penarikan sumbangan untuk bencana alam tersebut ikut menyumbang di situ. Akhirnya sumbangan yang dapat diberikan kepada korban bencana alam tersebut menjadi banyak. Orang yang berinisiatif membuka dompet sumbangan tersebut akan mendapatkan pahala sebesar sumbangan dia sendiri, ditambah pahala orang-orang yang menyumbang berikutnya tanpa mengurangi pahala orang yang bersangkutan.
Contoh perbuatan baik lainnya banyak sekali. Orang yang membuka jalan untuk dilalui banyak orang tentu akan mendapatkan pahala besar akibat jalan tersebut dipergunakan oleh orang. Bahkan untuk hal-hal sepele seperti kita memberikan contoh untuk disiplin, insya Allah akan diikuti orang dan berpahala besar. Misalnya seorang atasan yang datang ke kantor pagi hari sebelum jam kantor dimulai akan diikuti anak buahnya, dibanding ia berkoar-koar akan memberikan sanksi bila karyawan terlambat. Seorang atasan yang selalu memakai ID Card (kartu pengenal) di dadanya akan membuat anak buahnya malu kalau mereka tidak mengenakannya. Pada saat dirinya menginggalkan perusahaan itu, maka kebiasaan berdisiplin sudah tertanam di seluruh karyawan.
Orang yang mengerjakan keburukan sehingga dicontoh orang lain maka dosa keburukan orang yang mencontohnya juga akan menimpa dirinya, tanpa mengurangi dosa orang tersebut. Bahkan sekadar memberikan inspirasi orang untuk berbuat jahat juga akan membuat dirinya tertimpa dosa yang sama.
 Contoh yang sederhana adalah ketika jalanan sedang macet dan antrian panjang, ada sebuah mobil yang melaju di sebelah kanan. Mobil itu langsung menuju kepada pangkal kemacetan. Lalu merasa ada yang memulai, beberapa pengendara mobil mengikutinya sehingga jalanan menjadi tambah macet karena yang dari depan tidak bisa jalan, sementara lajur yang terpakai sudah habis. Pengemudi yang memperparah kemacetan ini tentu saja berdosa. Masih pula ditambah dosa orang-orang yang mengikutinya.
Ada sebuah film nasional yang menceritakan tentang kehidupan seks bebas di ibukota yang dilakukan para remaja. Sang produser berkilah bahwa filmnya itu hanya untuk menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa demikianlah yang terjadi di Jakarta. Ketika film tersebut ditonton oleh remaja, dan remaja tidak merasa bahwa di Jakarta seorang melepas keperawanannya adalah hal yang biasa, kemudian ia mengikuti perbuatan itu, maka dosa remaja tadi, dalam jumlah yang sama akan ditimpakan juga masing-masing kepada produser, pemain dan seluruh kru yang terlibat. Yang paling bertanggung jawab dalam proyek itu tentunya yang paling besar dosanya. Maka kalau banyak remaja seperti tadi yang mengikuti atau terinspirasi dari film tersebut kemudian berbuat dosa, semua akan menimpa orang yang bertanggung jawab tadi.
Sungguh berat tanggung jawab orang yang memulai suatu keburukan.


TANDA RIYA’

Orang yang riya’ punya empat tanda. Malaj jika sendirian. Rajin bila di depan orang. Bertambah amal jika dipuji. Berkurang kebaikan jika dicela.
Sebetulnya, tanda-tanda orang yang riya’ hampir semua dari kita mengetahui. Sebab kita sendirilah (dan tentu Allah) yang mengetahui maksud perbuatan yang kita lakukan. Namun demikian, Sayyidina Ali membantu untuk mengenali sifat-sifat orang yang suka berbuat riya’.
Orang yang riya’, malas kalau sendirian alias tidak ada orang yang menyaksikan amal perbuatannya. Ketika ada ajakan untuk menyumbang dia berkata, “Ada pers yang meliput nggak?” Termasuk orang yang malas ini adalah mereka yang sholatnya tidak khusyu’, terburu-buru dan tidak tertib apabila sholat sendirian.
Kebalikannya adalah kalau dilihat orang maka ia langsung semangat. “Ayo kita kerja bakti,” ajak seorang teman. “Banyak nggak yang dateng?” Tanya orang yang hobi riya’ ini. “Banyak lah, namanya juga kerja bakti satu RW. Cewek-ceweknya juga banyak kok, mereka menyedikan konsumsi”. Langsung ia loncat berangkat kerja bakti. Saat para wanita menyaksikan, kerja baktinya tambah giat sampai bercucuran keringat. Itulah ciri orang yang riya’.
Dalam kerja bakti itu kalau dirinya dipuji, “Wah hebat juga nih Pak Badu. Kuat mengangkut batu besar”, maka ditambahkan dia mengangkut dua batu besar sekaligus. Keinginannya adalah dipuji dan dipuji. Setelah dipuji ia menambah amalnya lagi supaya dipuji lagi.
Kadangkala ada orang yang tidak mau dipuji tapi megharapkan pujian yang lebih banyak. Misalnya ia menyumbang masjid dalam jumlah besar. Kemudian pengurus masjid mengucapkan terima kasih dan memujinya bahwa ia seorang dermawan. Dengan niat ingin dipuji ia mengatakan, “Ah, Bapak ini ada-ada saja. Nggak usah disebut-sebut sumbangan itu. Bagi saya menyumbang adalah hal yang biasa. Ini juga perintah agama kan?” Dia berharap pengurus masjid tadi berkata kepada rekannya, “Sungguh baik bapak itu. Sudah dermawan, rendah hati pula. Pasti dia orang yang sholeh”. La Rochefoucauld mengatakan, “Menolak pujian dari orang lain sebenarnya hanyalah merupakan keinginan untuk dipuji dua kali”.
Sementara kalau orang yang riya’ sudah melakukan sesuatu kemudian amal tersebut dicela oleh orang lain, segera ia menghentikannya. Tujuan ia menghentikan perbuatan itu semata-mata takut celaan orang sehingga dirinya menjadi hina. Semisal seorang remaja yang sedang berkumpul dengan teman-temannya kemudian datang waktu sholat ia langsung pamit, “Sorry ya, gue mau sholat dulu nih”. Teman-temannya meledek, “Alaah, sok suci lo.” Besoknya ketika berkumpul lagi saat datang waktu sholat ia nggak berani pamitan buat sholat karena takut dicela.
Begitulah ciri atau tanda orang yang berbuat riya’. Jangan sampai kita temui dalam diri kita sifat-sifat seperti itu. Na’udzu billahi min dzalik.


TIGA KALIMAT

Seorang ahli hikmah pernah memberi nasihat. Siapa beramal demi akhirat, Allah cukupi hasrat kebutuhan dunianya. Siapa menjalin berkah hubungan baik dengan Allah, Ia baikkan hubungannya dengan sesama manusia. Siapa memperbaiki kalbu hati, Allah perbaiki lahir jasmani.
Ini adalah rahasia langit. Seperti seorang tukang ledeng. Ia membetulkan pipa air yang di ujung ditunggu-tunggu tidak mengalir airnya. Begitu bangkalnya diperbaiki maka diujung air mengalir dengan deras. Kadang orang heran, yang diperbaiki di mana, yang keluar air di mana. Sebetulnya kalau memahami perumpamaan tukang ledeng tersebut tidaklah menjadi bingung.
Rahasia langit itu adalah jaminan Allah bagi siapa saja yang bermala secara tepat. Seperti tukang ledeng, dia tahu apabila ada masalah dengan pipa air, bagian mana yang harus diperbaiki. Allah telah menjamin bagi orang yang beramal karena akhirat Ia akan mencukupi dunianya. Seseorang yang ikhlas beramal, kebutuhannya sehari-hari akan dicukupi oleh Allah. Tidak selalui ia orang yang kaya, namun hartanya selalu mencukupi. Orang akan heran, kenapa orang ini tidak pernah kekurangan padahal bukan orang yang siang malam banting tulang. Jawabnya karena ia ikhlas beramal untuk akhirat.
Demikian pula dengan orang yang menjalin hubungan dengan Allah secara baik maka dengan sendirinya hubungan dengan manusia juga akan baik. Ini adalah hubungan sebab akibat yang diluar logika manusia. Jika hubungan dengan Allah baik pasti hubungan dengan manusia juga baik. Kalau ada seseorang yang hubungan sesama manusianya kurang baik, meskipun ia terlihat sebagai orang yang sholeh, pasti hubungan dengan Allah kurang baik. Minimal ada yang salah dari amal perbuatannya dalam berhubungan dengan Allah.
Rahasia langit berikutnya adalah orang yang memperbaiki akhlaknya, terutama akhlak yang menyangkut masalah hati maka Allah perbaiki fisiknya. Walaupun secara normal wajah sebetulnya kurang tampan tapi orang suka melihatnya. Seperti wajahnya memberikan ketentraman dan keteduhan bagi orang yang melihatnya. Itulah jaminan Allah, yang akan memperbagus rupa dengan bagusnya akhlak kita. Hubungan yang dapat di jalin dari keduanya (akhlak dan fisik) terlihat dalam doa yang dianjurkan Rasulullah SAW., apabila kita bercermin,  Allahumma kamaa hasanta khalqi, fahassin khuluqi. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan ciptaanMu, baguskanlah akhlakku.” Semua ciptaan Allah adalah baik. Maka ketika bercermin mintalah agar akhlak kita juga baik, lalu dengan baiknya akhlak kita Allah menjamin akan lebih membaguskan fisik kita. Silahkan dicoba.


IBUMU LEBIH DAHULU

Sahabat bertanya kepada nabi, “Siapa yang harus aku taati?”
“Ibumu”, jawab Nabi. “Lalu?”
“Ibumu”, ulang Nabi. “Lalu?”
“Ibumu”, tegas Nabi. “Lalu?”
“Bapakmu, selanjutnya yang paling dekat dengan yang dekat”.
Setiap manusia tentu sudah tahu bahwa orang yang paling besar jasanya terhadap dirinya adalah ibunya. Ibu telah mengandung dengan susah payah selama sembilan bulan lebih. Pada saat melahirkan nyawapun dipertaruhkan. Rasa sakit yang demikian menyengat tak dirasakannya.
Setelah itu, sebagaimana orang yang telah bekerja keras, ibumu pun selepas melahirkan ingin istirahat. Namun jangankan istirahat, kewajiban lebih besarpun menanti. Yaitu menyusui, menggendong, memandikan, membersihkan saat buang kotoran, bangun malam di saat badan ini sangat letih hanya untuk mengganti popok atau menenangkan bayinya yang terbangun serta masih banyak lagi. Walhasil tambah ke sini malah tambah berat.
Ibulah yang mendidik anak, melindunginya, memilih dan memberikan yang terbaik dari yang dimilikinya, menjadi tempat kembali jika ada masalah serta penyelesai dari setiap problema anak. Jasa ibu sungguh tak terhingga. Untuk itulah ibu patut mendapat penghargaan demikian besar dari anaknya.
Rasulullah saw sampai menyebutkannya tiga kali. Artinya kalau ada seorang anak mempunyai harta yang banyak. Ia ingin menginfakkan hartanya. Maka ibu menjadi prioritas untuk diberikan hartanya. Setelah ia memberikan harta kepada sang ibu, ia masih ingin bersedekah. Maka sedekah keduapun mestinya diberikan kepada ibunya hingga yang ketiga. Baru kepada ayahnya.
Ayah memang orang yang tak sedikit jasanya kepada kita. Namun ibu lebih dekat dengan kita, karena itu fitrahnya. Sehingga kelekatan hati seorang anak dengan ibunya begitu kuat. Mengalahkan kelekatan dengan sang ayah. Seorang ayah pun akan rela kebaikan anak diberikan terlebih dahulu kepada istri yang menjadi ibu anaknya.
Setelah ayah, baru kerabat dekat yang wajib dibaiki dan ditaati. Terutama panam dan bibi yang akan menjadi pengganti orang tua jika kelak orang tua kita tiada. Dan seterusnya. Sehingga seorang muslim tahu prioritas mana yang harus dijalin hubungan baik dan ditaati. Jangan sampai salah prioritas. Mentang-mentang kita sangat sayang kepada anak atau istri, kita melupakan ibu kita sendiri. Ibulah nomor satu. Dia memang berhak mendapatkan itu.


PEDIHNYA MAUT

Nabi Isa a.s bisa menghidupkan kembali orang telah mati. Tapi orang kafir ingkar tak peduli. Katanya, “Kau hanya bisa aksi hidupkan orang baru saja mati. Cobalah hidupkan olehmu orang-orang mati jaman dahulu”.
Isa a.s menjawab tanpa ragu, “Pilihlah oleh kalian satu. Siapa yang harus aku hidupkan di hadapanmu”. “Hidupkanlah Sam anak Nuh!” teriak mereka menggemuruh.
Maka Isa pergi ke makam Sam terletak tak jauh. Ia shalat dua rakaat penuh, kemudian berdoa kepada Tuhannya. Lalu Allah bangkitkan Sam di hadapa mereka. Rambut kepala dan jenggotnya telah memutih semua.
Ditanyalah ia, “Mengapa kamu berubah, sedangkan dahulu kamu berambut hitam legam?” Sam ibnu Nuh a.s menjawab iba, “Tatkala kudengar panggilan keluar ada. Aku mengira kiamat telah tiba. Ketakutan diriku rasanya. Karena itulah rambutku memutih semua”.
Ditanyalah ia kembali, “Berapa lama engkau mati?” “Empat ribu tahun”, katanya, “Namun belum hilang juga pedihnya maut terasa”.
Apa yang dapat kita simpulkan dari keterangan atau kabar di atas?
Yang pertama adalah soal mukjizat. Seseorang, baik ia beriman maupun tidak, asal ia menggunakan akalnya, mestinya langsung beriman apabila ditunjukkan suatu keajaiban. Nabi Isa a.s yang kita kenal dapat menyembuhkan penyakit dan menghidupkan orang mati sudah cukup bagi orang berakal untuk menerima risalahnya. Makanya sungguh naif kata-kata orang kafir yang meminta Isa a.s menghidupkan Sam karena ragu atas mukjizat itu kalau hanya orang baru meninggal saja yang bisa dihidupkan. Padahal orang meninggal baru maupun lama sama saja. Di dunia ini tidak ada yang sanggup menghidupkan orang yang sudah mati. Apabila ada orang seperti itu, tentu itu adalah mukjizat yang dibawa seorang rasul. Dan kita, sebagai orang yang berakal wajib mengikuti risalah yang disampaikan.
Jadi, permintaan untuk menghidupkan Sam adalah keisengan kaumnya untuk tidak beriman. Sebagaimana orang Yahudi yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina. Sebenarnya mereka enggan melakukannya, tapi dengan dalih ingin mengetahui jenis yang pasti mereka menanyakan kriteria sapi tersebut secara detail sehingga susah dipenuhi. Demikian pula kisah ini. Dengan dihidupkannya Sam, mestinya kewajiban mereka untuk beriman menjadi bertambah besar. Toh akhirnya masih ada juga yang tidak beriman. Yang demikian itu siksanya lebih dahsyat.
Kedua adalah soal pedihnya maut. Memang dikabarkan bahwa proses keluarnya nyawa dari jasad seseorang sungguh menyakitkan. Bahkan menurut riwayat, Jibril pun tidak tega melihat Rasulullah saw, sahabat dan kekasihnya itu saat dicabut nyawanya. Sebetulnya, semua kisah ini mengandung pesan bahwa manusia harus selalu berusaha dan berdoa agar menjadi husnul khotimah. Salah satu contoh orang yang meninggal dengan husnul khotimah adalah orang yang berjihad di jalan Allah. Ia tidak saja tidak merasakan rasa pedihnya maut, tapi justru meminta kepada Allah untuk dihidupkan lagi dan dimatikan lagi dalam keadaan syahid. Masih banyak amal ibadah lain yang membuat seorang muslim menjadi husnul khotimah dalam sakaratul mautnya. Tak lupa diiringi doa, “Allahumma hawwin ‘alainaa fii sakaratil maut...”


DITANYA APA DI “SANA”

Takkan beranjak kaki seorang hamba di akhirat kelak sebelum dirinya ditanya, “Usia, raga, ilmu, harta, untuk apa kau gunakan?”
Di akhirat kelak, ada beberapa hal yang mesti kita pertanggungjawabkan selama kita hidup. Allah akan menanyakan empat hal atas apa yang Dia amanahkan kepada manusia. Tidak ada satu manusia pun yang lolos dari pertanyaan itu.
Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada manusia. Usia yang dilaluinya dalam kehidupan digunakan untuk apa saja. Apakah untuk kebaikan ataukah untuk keburukan? Tentu wajar saja Allah menanyakan hal ini karena Dialah yang memberikan kehidupan ini kepada manusia. Manusia mau usia berapa saja, 60 tahun, 70 tahun atau 80 tahun semua itu Allah yang memberikan. Sudah selayaknya ia meminta pertanggungjawaban. Apabila kita menyalahgunakan usia yang diberikan dengan mengerjakan apa yang dilarangnya, bagaimana nanti kiranya kita akan mempertanggungjawabkan?
Ada seorang karyawan diminta atasannya dinas luar keluar kota untuk mengaudit anak perusahaan yang ada di sana selama tiga hari. Tentu setelah tiga hari ia kembali lagi ke kantor sang atasan akan bertanya bagaimana hasil auditnya? Kalau dalam tiga hari di luar kota tersebut ia tidak mengaudit, atau malah bersenang-senang dan berpesta pora, sang atasan akan sangat marah. Karyawan pada saat kembali akan bingung menjawab pertanyaan, “Mana hasil auditnya”. Kalau dijawab belum selesai, pasti pertanyaan selanjutnya, “Selama tiga hari di sama kamu ngapain aja?”
Manusia (dan juga jin) diciptakan Allah dan diturunkan ke dunia agar beribadah menyembah Allah. Dalam al-Qur’an dinyatakan,
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Zariyat : 56)
Kalau dalam kehidupan manusia tidak menyembah dan mengabdi kepada Allah maka bagaimana ia harus bertanggungjawab ketika dipanggil kelak? Dalam hadits di atas wajar kalau Allah mengatakan, “Selama usiamu di dunia kamu ngapain aja?”
Pertanyaan kedua lebih spesifik. Tapi intinya merupakan penjabaran pertanyaan pertama. Okelah, kalau pertanyaan pertama sulit dijawab karena lamanya ia hidup di dunia. Allah secara khusus menanyakan badan kita selama hidup dipergunakan untuk apa? Apakah mata yang Allah anugerahkan kepadamu untuk melihat hal yang baik-baik atau justru yang Allah haramkan? Mulut yang Allah berikan kepadamu, kau pergunakan untuk menyampaikan kalimat yang hak atau yang batil? Kaki yang ada padamu kau pakai untuk berjalan menuju kebaikan atau kamsiat? Dan masih banyak lagi.
Setelah menghadapi dua pertanyaan sulit, pertanyaan berikutnya “sedikit” lebih mudah. Yaitu ilmu yang dimiliki, digunakan untuk apa? Apakah untuk kepentingan dan kebaikan bagi umat manusia atau untuk menghancurkan dan merusak umat manusia. Selain kehidupan dan jiwa raga, ternyata ilmu yang kita miliki membawa tanggung jawab yang cukup besar. Hal tersebut terlihat dari dimasukkannya pertanyaan mengenai ilmu di akhirat kelak. Maka, orang yang mempunyai ilmu harus menyebarluaskannya dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
Pertanyaan terakhir, dan ini lebih khusus lagi, yaitu tentang harta yang kita miliki. Dari mana didapatkan dan kemana dibelajakan. Inilah pertanyaan yang gampang-gampang susah. Sebab apabila harta yang kita miliki datangnya dari sesuatu yang subhat atau malah haram, sungguh kita sulit menjawabnya. Juga kalau harta yang kita miliki kita pakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat malah menjerumuskan kita ke dalam dosa, celakalah kita.
Oleh karena itu, apabila kita sudah mengetahui soal atau pertanyaan yang akan muncul di akhirat, di mana jawaban ini menentukan posisi kita selanjutnya apakah di surga atau neraka, kita harus sejak awal mempersiapkannya. Karena tidak ada sistem kontrol atau malaikat dapat dibohongi maka mau tidak mau kita harus bisa mempertanggungjawabkan semua yang sudah diamanahkan kepada kita. Hidup kita, jasad, ilmu dan harta yang telah Allah amanahkan kepada kita. Pergunakanlah untuk kebaikan akhirat.


SELAMATKAN AQIDAH

Al-Hasan berkata bahwa Nabi SAW., nan mulai telah bersabda, “Siapa di antara kalian semua lari dari satu area ke lain area demi pertahankan aqidah semata, meski baru melangkah satu jengkal saja, ia akan masuk surga, mendampingi Ibrahim penghancur berhala serta Muhammad Nabinya”.
Seorang muslim sejati akan menjaga dan mempertahankan aqidah serta keimanannya kepada Allah. Dengan cara apapun. Setiap sesuatu yang akan memperlemah keimanannya ia usir dengan sekuat tenaga. Baginya, aqidah adalah segala-galanya. Ia harus diselamatkan dari hal-hal yang merusak.
Maka ketika ia mendapati lingkungannya rusak sementara ia tidak mampu berbuat apa-apa, ia melakukan hijrah ke tempat lain. Ia akan  merelakan harta dan anak saudaranya di tempat lama. Dengan niat ingin memurnikan aqidanya maka ia tinggalkan tempat lama yang penuh maksiat menuju tempat yang lebih Islami.
Banyak tempat-tempat berbahaya bagi aqidah di sekeliling kita. Jakarta sebagai kota metropolitan tak pelak beberapa kawasannya termasuk wilayah “berbahaya”. Negeri-negeri barat terutama Amerika terlebih lagi. Kekuatan aqidah seorang muslim yang tinggal di sana akan diuji dengan berat. Dunia barat yang penuh gemerlap menjanjikan kenikmatan duniawi. Semua kepuasan dunia ada di sana. Namun yang demikian itu akan melemahkan iman kita.
Seorang yang tinggal di daerah seperti itu dan tidak tahan karena derasnya tekanan terhadap aqidah sudah seharusnya ia pindah. Dengan sengaja ia berpindah menuju lingkungan yang lebih baik. Baru “satu langkah”, misalnya baru naik taksi menuju bandara mobilnya mengalami kecelakaan sehingga ia tewas maka ia dijamin masuk surga. Bahkan kelak di surga tempatnya akan berdampingan dengan Nabi Ibrahim dan bersua dengan Nabi Muhammad SAW. Sungguh luar biasa.
Memang tidak mudah bagi seseorang untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Apalagi ia harus meninggalkan harta kekayaan, bisnis yang sudah dirintisnya, serta sanak familinya. Ia mungkin akan berpikir apakah di tempat yang baru saya bisa mendapatkan rezeki seperti di negeri ini. Jangan-jangan di negeri yang baru hidup saya terlunta-lunta. Apakah nanti saya akan kangen dengan kampung halaman sehingga ingin selalu pulang? Semua itu pasti akan membayang-bayangi pikirannya sehingga bagi mereka yang tidak kuat imannya, ia akan memilih lebih baik tetap tinggal. Padahal lingkungan tersebut kurang baik terutama bagi perkembangan kehidupan anak-anaknya.
Namun bagi mereka yang aqidahnya kuat akan memutuskan berangkat. Keselamatan aqidah memang harus dibayar mahal. Jika ia selamat sampai di negeri tujuan maka aqidahnya akan tetap terjadi. Tidak sekedar itu, Allah akan memberikan pahala yang banyak kepadanya. Selanjutnya, yang pasti, kehidupannya akan bertambah berkah.
BERIKAN TUK SAUDARAMU

Yahya ibnu Mu’adz ar-Razi berkata, “Jadikan bagian orang mukmin satu saudara darimu dengan tiga macam cara agar engkau menjadi bagian orang-orang yang baik bijaksana. Jika engkau tak bisa beri untung padanya, jangan buat rugi ia. Jika engkau tak bisa senangkan dirinya, jangan kau menyusahkannya. Jika engkau tak bisa memujinya jangan engkau cela”.
Seorang muslim hidup bermasyarakat harus saling tolong-menolong. Ia menjadi tumpuan harapan bagi saudaranya. Sepanjang orang meminta tolong kita harus menolongnya. Kita harus saling memberi untuk mengikat hati kita satu sama lain. Apa yang bisa diberikan kepada saudara kita berikanlah. Nabi SAW mengatakan, “Bersedekahlah meskipun dengan sebutir kurma”.
Apabila tidak ada harta yang bisa kita berikan maka ada beberapa hal kita dapat berikan. Intinya agar mukmin itu menjadi satu tubuh dengan yang lain. Kepada saudara apabila kita tidak bisa berdagang dengan memberikan keuntungan yang besar, janganlah mereka kita buat rugi. Itu ketentuan minimal. Sedapat mungkin kita bisa membuatnya untung.
Apabila kita tidak bisa membuat saudara kita senang, paling tidak jangan membuat dia sedih. Jangan sampai karena ulah kita saudara kita menjadi susah dibuatnya. Sering kita jumpai ada orang yang hanya bikin masalah saja. Setiap tindakan yang diambil menimbulkan masalah bagi orang lain. Seorang mukmin tidak ada berbuat demikian sehingga saudaranya terlepas dari masalahnya.
Apabila kita mempunyai saudara seiman dan dalam dirinya terdapat beberapa sifat yang kurang terpuji, janganlah kita mencelanya. Jika kita tidak menemukan kelebihan apa-apa sehingga tidak bisa memujinya, janganlah kita mencela dirinya. Semua sifat tersebut akan membuat hati kita menyatu antara sesama mukmin. Barangsiapa yang bisa menyatakan hati kaum mukmin dengan tiga tindakan di atas, menurut Yahya ibnu Mu’adz termasuk orang yang bijaksana.


MULIANYA LUQMAN

Luqman al-Hakim hamba nan arif. Namanya disebut dalam kitab suci. Beliau ditanya apa sebab sehingga dirinya menerima kedudukan mulia. Luqman menjawab, “Benar dalam berkata, tunaikan amanah, tinggalkan urusan sia-sia”.
Nama Luqman menjadi terkenal karena al-Qur’an sering menyebutnya. Tidak sekedar menyebut, tapi menyebutnya sebagai orang yang bijaksana. Mengapa dia demikian istimewa? Padahal ia tidak termasuk salah satu dari nabi yang 25 orang itu. Jangankan kita, orang-orang yang di sekelilinginya yang hidup di zaman itu juga berusaha ingin tahu. Lalu mereka menanyakan langsung kepada Luqman.
Luqman memberikan nasihat tanpa sedikitpun berusaha menyombongkan diri. Seorang akan mempunyai kedudukan mulia, pertama, jika ia mampu berbicara dengan jujur. Ia selalu berkata benar. Setiap ada permasalahan tiada afdhal mencari penyelesaian sebelum menanyakan kepada orang bijak yang jujur ini. Ia diperaya masyarakat karena kata-katanya. Dari kejujuran itulah dirinya menjadi mulia.
Nasihat berikutnya dari Luqman adalah masalah amanat. Setiap kali diberikan amanah jangan sekali-kali mengkhianatinya. Tunaikan amanah dengan tuntas dan bertanggung jawab. Jujur dan bertanggung jawab adalah kunci kemuliaan seseorang.
Nasihat ketiga dari Luqman termasuk masalah yang cukup sepele. Yaitu meninggalkan perbuatan yang tiada guna. Orang yang mulia tidak mengerjakan sesuatu yang sia-sia. Seperti sabda Nabi SAW., “Termasuk seorang muslim yang baik adalah ia meninggalkan perbuatan yang sia-sia”. Demikian hadits riwayat Imam Tirmidzi. Sementara itu masih banyak di antara kita yang mengisi waktu senggang dengan cara main-main, bersenda gurau tiada manfaat, menunaikan hobi yang menjauhkan diri dari mengingat Allah, wasting time dan sebagainya. Mestipun tak seberapa namun maknanya sangat dalam. Dalam Islam tidak ada kamus sia-sia. Setiap muslim harus produktif. Selalu berkarya dan beramal shaleh. Dengan demikian sempurnalah kemuliannya.



LUPA DIRI

Nabi SAW, pernah bersabda, “Saat malam Isra Mi’raj tiba, aku lihat ada manusia. Mereka digunting bibirya. Kapada Jibril aku bertanya, ‘Siapakah mereka?’ Jibril berkata, ‘Merekalah pimpinan-pimpinan umatmu. Mereka anjurkan orang lain berbuat baik, namun lupa diri sendiri. Mereka membaca al-Qur’an, tapi tak memperhatikan, tak pula mengamalkan”.
Di dunia ini, kita akan mendapati banyak pemimpin yang tidak ada kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Mereka menganjurkan untuk berbuat sesuatu namun mereka sendiri melanggarnya. Kata-kata mereka di muka umum sungguh baik dan terdengar bijak. Tapi di sisi lain akhlak dan kelakuan mereka buruk. Kekuasaan telah mereka manfaatkan untuk menutupi kekurangan diri dan kejelekan sifat dengan cara kasar maupun halus.
Sering kita dapati bahwa pemerintahan suatu negeri menggelar perlombaan membaca al-Qur’an. Mereka menikmati alunan indahnya para qari’ membacakan ayat-ayat al-Qur’an. Namun mereka lupa, bahkan dengan sengaja tidak mengamalkannya. Lebih dari itu, orang-orang yang berusaha mengamalkan al-Qur’an dengan benar dan konsisten dia tangkap dan disiksa karena menghambat kepentingannya. Ironis memang.
Di antara kejelekan sifat mereka pula adalah menerapkan hukum hanya kepada golongan tertentu, yaitu kalangan bawah. Kalau hukumnya menyangkut dirinya, keluarganya dan orang-orang terdekatnya maka seketika menjadi tidak berfungsi. Sementara kalau rayat kecil yang melakukan kesalahan dengan tegas dia terapkan hukum itu. Inilah yang akan menjadi penyebab kehancuran suatu negeri karena pemimpin yang demikian. Padahal Rasulullah saw,  sudah memberikan contoh dengan sabdanya bahwa kalaulah Fatimah putrinya tercinta mencuri maka beliau tetap akan menerapkan hukuman potong tangan kepadanya. Begitulah seharusnya seorang pemimpin.
Pemimpin yang dijumpai Rasulullah saw, dalam malam Isra Mi’raj sangat dapat dengan mudah kita jumpai saat ini. Maka ketahuilah ancaman Allah ini bahwa kelak di neraka bibir mereka akan digunting karena kebusukan mulut mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar