MERAJUT PAKAIAN TAQWA
Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang
“melekat” di badan ini; entah baju, celana, segala aksesoris yang “melekat”
lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan pengertian ini, bahkan Allah
membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri; dan istri adalah “pakaian”
dari suami (Q.S. Al-Baqarah : 187 : هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَ
اَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ). Mungkin karena suami dan
istri pun “melekat” satu sama lain, hingga mereka tak ubahnya seperti pakaian.
Setidaknya ada 3 macam
fungsi pakaian yang disebut di dalam Al-Qur’an. Pertama, pakaian sebagai penutup
aurat (Q.S. An-Nuur : 58 dan Al-A’raf: 26).
Kedua, pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf :
26). Dan ketiga, pakaian sebagai pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga
dari serangan musuh (Q.S. An-Nahl:81).
Tak kurang dari 20 ayat
ditemukan di dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian. Entah memakai
bahasa “libaasun”, “kiswatun”, “saraabil”, maupun “tsiyab”.
Namun, semuanya berbicara tentang pakaian lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada
satu yang menyebutkan tentang pakaian ruhani.
Pakaian ruhani adalah
sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik buruknya seseorang. Meski
seseorang mengenakan pakaian lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi jika pakaian
ruhaninya rusak, jelek, terhina, maka dirinya akan terhina pula. Pakaian
lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi
kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia, tetapi tidak dalam
pandangan Allah.
Apakah pakaian ruhani yang
dimaksud? Al-Qur’an menyebutnya sebagai pakaian taqwa (لِبَاسُ التَّقْوَا). Sebagaimana firmannya, “Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).
Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata:
اَلْخَوْفُ
مِنَ الْجَلِيْلِ وَ الْعَمَلُ بِالتَنْزْيِلِ وَ اْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ
الرَّحِيْلِ
(Takut kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan
apa yang diturunkan (al-Qur’an); dan menyiapkan diri untuk menyambut datangnya
hari yang kekal [akhirat]).
KEUTAMAAN QIYAMULLAIL
Dari Jabir r.a., ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam
hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk
memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan
memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR.
Muslim dan Ahmad)
Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba
dengan Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia
berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai dengan janjinya, akan mencintai hamba yang
mendekat kepadanya. Kalau Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan
mempermudah semua aspek kehidupan hambaNya. Dan memberi berkah atas semua
aktivitas sang hamba, baik aktivitas di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi,
sosial, budaya, maupun politik. Sang hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni
dosanya, dihormati oleh sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan
untuknya.
Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail,
pasti dicintai dan dekat dengan Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw.
menganjurkan kepada kita, “Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu
tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus
dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad)
Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi
Allah dan di mata manusia, amalkanlah qiyamullail secara kontinu. Dari
Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi
saw. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu
akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah orang yang
engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang mukmin dapat diraih
dengan melakukan shalat malam, dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak
minta tolong orang lain.”
Orang yang shalat kala orang lain lelap
tertidur, diganjar dengan masuk surga. Kabar ini sampai kepada kita dari hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Salam dari Nabi saw.,
beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, dan
shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian akan masuk surga dengan
selamat.”
Seorang dai yang ingin berhasil dakwahnya,
harus menabur kasih sayang kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat
digapai dengan wajah yang berseri-seri, mengucapkan salam, mengulurkan bantuan,
silaturahim, dan pada malam hari memohon kepada Allah diawali dengan qiyamulail.
Tapi sayang, yang melaksanakan qiyamulail secara kontinu sangat sedikit
jumlahnya. Semoga kita termasuk kelompok yang sedikit ini dan berhak masuk
surga tanpa dihisab. Rasululah saw. bersabda, “Seluruh manusia dikumpulkan di
tanah lapang pada hari kiamat. Tiba-tiba ada panggilan dikumandangkan dimana
orang yang meninggalkan tempat tidurnya, maka berdirilah mereka jumlahnya
sangat sedikit, lalu masuk surga tanpa hisab. Baru kemudiaan seluruh manusia
diperintah untuk diperiksa.”
Kiat
Mudah Qiyamullail
Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad.
Jika ada tekad, akan sangat mudah merealisasikannya dengan izin Allah. Berikut
ini kiat-kiat pendorong meninggalkan tempat tidur untuk bermunajat kepada Yang
Maha Pengasih.
(1)
Programlah aktivitas Anda di hari yang malamnya
Anda rencanakan untuk qiyamullail agar memungkinkan Anda tidak
kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
(2)
Pahamilah bahwa Anda punya kebutuhan jasmani,
aqli, dan ruhani, serta Anda wajib memenuhinya dengan seimbang.
(3)
Hindari maksiat. Sebab menurut pengalaman
Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5
bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”
(4)
Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan
keistimewaan qiyamullail. Dengan begitu Anda termotivasi untuk
melaksanakannya.
(5)
Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
(6)
Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun
malam, dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
(7)
Baik juga jika Anda janjian dengan beberapa teman untuk
saling membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone
yang Anda miliki.
(8)
Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa
keluarga punya program qiyamullail bersama sekali atau dua malam dalam
sepekan.
Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah
dalam beribadah kepadaNya.
MERAIH RAHMAT ALLAH
Sebagai manusia apalagi
sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat dari Allah Swt sehingga
kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar shalat untuk bisa
memperoleh rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat rahmat Allah tentu
saja tergolong kedalam kelompok orang yang beruntung sebagaimana firman Allah
yang artinya: Kemudian kamu berpaling setelah (adanya
perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmt-Nya atasmu, niscaya
kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS Al-Baqarah:64). Bahkan di dalam ayat
lain, keuntungan orang yang mendapat rahmat Allah itu akan dijauhkan dari
azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang diajuhkan azab daripadanya
pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah
keberuntungan yang nyata (QS Al-An’am:16).
Kiat Meraih Rahmat
Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan
susah maupun senang, berat maupun ringan, waktu sendiri atau bersama orang
lain. Tegasnya, kalau mau memperoleh rahmat Allah kita harus taat kepada Allah
dan rasul-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini
terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi
rahmat (Ali-Imran:132)
Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar
ma’ruf dan nahi munkar, mendirikan shalat sehingga memberi
pengaruh yang besar dalam bentuk menghindari perbuatan keji dan
munkar serta menunaikan zakat agar menjadi suci jiwa kita, terjembatani
hubungan antara yang kaya dengan yang miskin serta kemiskinan bisa diatasi
secara bertahap, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At-Taubah:71)
Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal
shaleh yang sebanyak-banyak meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu
menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam keimanannya sehingga dengan
keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya harus berputus
asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri, hal ini
difirmankan Allah yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan berpegang
teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat
yang besar dari-Nya (syurga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya (QS An- nisa:175).
Disamping itu, iman dan
istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni meninggalkan segala bentuk
larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-sungguh dalam perjuangan
menegakkan nilai-nilai Islam dalam segala aspeknya, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan
berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat daripada-Ny, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya
kesenangan yang kekal (QS at-taubah:20-21, lihat juga QS al-baqarah:218).
Keempat, mengikuti Al-Qur’an dan selalu bertaqwa kepada Allah
serta menunaikan zakat, hal ini karena Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi
manusia apabila ia ingin memperolah ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya untuk
meraih rahmat Allah manusia harus bertaqwa kepada-Nya, sedang untuk bisa
bertaqwa harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Ini berarti, amat mustahil bagi manusia untuk bisa bertaqwa kepada Allah
apabila Al-Qur’an tidak diikutinya. Dalam kaitan ini Allah berfirman yang
artinya:
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah
dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS al-an’am:155). Maka Aku
akan tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat
dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami QS al-‘araf:156)
Kelima, berbuat baik, yakni
perbuatan apa saja yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang datang dari
Allah dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu orang lain, bahkan orang lain bisa
merasakan manfaat baiknya, sekecil apapun manfaat yang bisa dirasakannya. Allah
berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadanya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS al-‘araf:56).
Keenam,
mendengarkan bacaan Al-Qur’an apabila sedang dibacakan, hal ini karena,
Al-Qur’an merupakan kalamullah atau perkataan Allah, sebab jangankan Allah,
pembicaraan sesama manusia saja harus kita dengarkan atau kita perhatikan,
apalagi kalau ucapan Allah yang tentu harus lebih kita perhatikan. Manakala
seorang muslim telah mendengarkan Al-Qur’an bila dibacakan, maka Allah senang
pada orang tersebut sehingga Allah mau memberi rahmat kepadanya. Allah
berfirman yang artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat (QS al-‘araf:204).
Ketujuh, taubat
dari segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara harfiyah, taubat
berarti kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat, manusia berarti mau
mendekati Allah lagi dan Allah senang kepada siapa saja yang mau bertaubat,
sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya, menyadari terhadap kesalahan yang
dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak mengulanginya dan membuktikan bahwa
dia betul-betul telah meninggalkan segala perbuatan salahnya dengan
menggantinya kepada segala kebaikan., inilah yang membuat Allah cinta kepadanya
sehingga rahmat Allah akan diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang
artinya:
Dia (Nabi Shaleh) berkata: Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan
sebelum (kamu minta) kebaikan?. Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar
kamu mendapat rahmat (QS an-Naml:46).
Ayat yang menyebutkan kecintaan Allah kepada
orang yang bertaubat adalah yang artinya: “Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang
membersihkan diri” (QS al-baqarah:222).
UKHUWAH ISLAMIYAH
“Tidaklah
dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya
diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)
Diriwayatkan
oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa
ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang
pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih
tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta
pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz
bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku datang ke masjid itu lagi
dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu sampai
dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya.
Aku berkata,’Demi Allah aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Allah tidak
lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Allah aku cintai’. Lalu ia memegang ujung
selendangku dan menariknya seraya berkata, ‘Bergembiralah karena sesungguhnya
aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda, “Allah berfirman, cinta-Ku pasti
akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling
mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”
Makna Ukhuwah Islamiyah
Kata
ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha
fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara).
Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan
hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah
Islamiyah:
1.
Nikmat
Allah (Q.S. Ali-Imran:103)
2. Perumpamaan tali tasbih (Q.S.
Az-Zukhruf:67)
3.
Merupakan arahan Rabbani (Q.S. al-Anfal : 63)
4.
Merupakan
cermin kekuatan iman (Q.S. al-Hujurat : 10)
Ukhuwah
Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat
Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu
ikatan selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak,
perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)
Manfaat Ukhuwah Islamiyah
1.
Merasakan
lezatnya iman
2.
Mendapatkan
perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
3.
Mendapatkan
tempat khusus di surga (Q.S. Al-Hijr : 45-48)
Di
antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang
paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan
hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Qur’an
menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan
Allah atas orang-orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari
ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada
lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada (Salamatus shadr) dan
cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan
saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia
rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya orang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia
rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru
dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta
dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara
sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan
unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada
kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta
dan kedudukan.
MENGATASI KESENJANGAN
SOSIAL DALAM ISLAM
Adalah sudah menjadi fakta,
bahwa kegiatan ekonomi sekarang adalah melahirkan kesenjangan pendapatan yang
semakin lebar dan semakin besar. Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam Human
Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development
Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54%
total kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46%
total kekayaan dunia (Beik, 2006). Salah satu faktor utama yang menyebabkan
besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme
distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan,
sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal Allah
SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja,
sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr: 7: “....supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu...” (QS. al-Hasyr: 7).
Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme
distribusi pendapatan dan kekayaan ini adalah melalui instrumen zakat, infak
dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW, dalam sebuah Hadits riwayat Imam
al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas
hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan.
Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan
pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah,
Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban
mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”
(HR.
Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).
Hadits tersebut memberikan
dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata
disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga
akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan
merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok
miskin. Lapoe dan Colin (1978) serta George (1981) menyatakan bahwa penyebab
utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi akibat adanya sekelompok
kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan
bukannya disebabkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over
population). Kedua, jika zakat, infak, dan sedekah dapat
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan dikelola dengan baik, apakah dalam
aspek pengumpulan ataupun dalam aspek pendistribusian, kemiskinan dan kefakiran
ini akan dapat ditanggulangi, paling tidak dapat diperkecil (Hafidhuddin,
1998). Dalam Alquran dan Hadits, zakat, infaq dan sedekah di samping sering
digandengkan dengan salat, juga digandengkan dengan kegiatan riba, misalnya
dalam QS. Ar-Rum: 39 dan QS. Al-Baqarah: 276. Hal ini mengisyaratkan bahwa
optimalisasi ZIS akan memperkecil kegiatan ekonomi yang bersifat ribawi.
Karena itu, gerakan penyadaran zakat hakikatnya
adalah gerakan untuk menghilangkan kesenjangan, baik kesenjangan pendapatan
maupun kesenjangan sosial, yang berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa.
MANFAAT MEMBACA AL QUR’AN
Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada
nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi
para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita baca sehari-sehari
tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar. Karena
saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah
memberikan tempat istimewa bagi para pecintanya.
Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan
peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui
manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat
al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi
si pembacanya.
2. Ketika
membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat Nya.
3. Bacaan
al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang
tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb
Rahimahullah.
4. Orang
yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
5. Orang
yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah
meski ia merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat
Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah menjaga
ayat-ayat-Nya.
7. Orang
yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
8. Orang
yang membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera kehidupan,
dan mengambil manfaat darinya.
9. Orang
yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang
damai dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal,
kreatif, inovatif dan produktif.
10. Orang
yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan,
di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri
mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11. Orang
yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk
sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan
selalu mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12. Orang
yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan penjagaan
Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir,
merenung dan beramal sebanyak-banyaknya.
Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang
terus update dengan kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang
yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan
al-Qur'an...Amiin
TUJUH
TANPA TUJUH
Siapa
berbuat tujuh amal tanpa tujuh amal lain, tak bergunalah tujuh perbuatannya
itu. Siapa takut tanpa hati-hati seperti takut kepada siksa Allah, namun tidak
berhati-hati dari dosa, tak bergunalah takutnya itu. Siapa berharap tanpa
beramal, umpama berharap pahala Tuhannya tanpa beramal kebajikan, sia-sialah
baginya harapannya itu. Siapa berniat tanpa melaksanakannya, tak bergunalah
niatnya itu. Siapa berdo’a tanpa berusaha, seperti doa supaya dapatkan taufik
hidayahNya, tapi tak berusaha mendekatiNya, tak berartiah doanya. Siapa
istghfar tanpa menyesal, sia-sialah istighfarnya. Siapa tidak sesuai antara
lahir dan batin, seperti lahirnya berbuat baik batinnya tidak ikhlas,
sia-sialah kebaikannya. Siapa beramal, tapi tidak ikhlas, tak bergunalah
amalnya.
Seorang
pemuda yang menyatakan cinta kepada kekasihnya, “Sayangku, aku sungguh
mencintaimu...” namun tidak pernah mengiringi pernyataannya dengan memberi,
melindungi, membahagiakan, atau ungkapan nonverbal lainnya, maka sang kekasih
akan menjawab, “Rayuanmu gombal!”
Demikian
pula Allah. Seseorang melakukan amal, namun tidak dengan sungguh-sungguh, maka
Allah akan menganggap kita menyepelekannya sehingga tidak mendapatkan ganjaran.
Sia-sialah amalnya itu.
Seorang
yang selalu merasa ngeri kalau mendengar ancaman Allah berupa siksa neraka
tetapi ia cuek saja ketika melakukan dosa, maka rasa ngerinya itu tidaklah
berguna. Padahal perasaan ngeri ketika mendengar ancaman Allah adalah amal yang
baik, yang meskipun sekedar ngeri, akan mendapatkan pahala. Ada juga orang yang
disebutkan pahala-pahala yang akan didapat apabila mengerjakan amal kebaikan
maka dia berharap mendapatkan ganjaran itu. Namun ia tidak berusaha mengerjakan
amal kebaikan. Ia hanya membayang-bayangkan, betapa enaknya tinggal di surga,
betapa senangnya dikelilingi bidadari dan sebagainya. Maka harapannya apabila
tanpa dibarengi amal akan sia-sia belaka. Mana bisa orang tanpa berusaha
mengharapkan hasil. Sunatullah di dunia pun seperti itu.
Lebih
jauh dari sekedar mengharap adalah berniat melakukan amal perbuatan. Orang ini
sedikit lebih sadar daripada orang yang sekadar membayangkan dan mengharapkan.
Namun niat saja tanpa sampai kepada amal juga sia-sia. Terkecuali, batalnya
amal tersebut karena ketidaksengajaan. Misalnya seseorang berniat naik haji,
uang yang dikumpulkan sudah cukup, namun karena kesehatan yang tidak memungkinkan,
ia batal berangkat haji. Meskipun niat sudah berniat dan belum beramal, insya
Allah niatnya tercatat sebagai amal.
Yang
berikutnya adalah orang yang berdoa harus diiringi dengan usaha. Meskipun Allah
Maha dalam segala sesuatu, namun Ia tidak pernah atau jarang sekali memberikan
sesuatu di keluar kebiasaannya, terkecuali kepada para Nabi dan wali Allah.
Artinya kalau seseorang hanya berdoa tanpa berusaha, ya bagaimana Allah akan
mengabulkan doanya. Hal ini sesuai dengan ayat :
“Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d :11)
Dalam
peribahasa lain sering disebut dengan “Ora et Labora”, berdoa sambil bekerja.
Oleh karena itu, disamping berdoa, berusaha wajib adanya. Kita saja ketika
memberikan makanan kepada anak, ia harus membawa mangkuk atau piring sebagai
tempat sebagai tempat makanan tersebut. Allah juga akan mengabulkan doa apabila
kita sudah menyiapkan tempatnya. Tanpa ada ‘tempat’, mustahil doa akan
terkabul.
Demikian
juga dengan orang yang selalu beristghfar namu tanpa diringi dengan rasa
penyesalan. Sesalnya hanya berada dimulutnya. Namun dalam hati ia masih
mengharapkan dalam melakukan perbuatan itu lagi. Semisal seseorang yang
berselingkuh lalu ia ingat Allah dan beristighfar. Tetapi dirinya tidak
menyesal karena ketika pasangannya mengajak berselingkuh ia kembali
melakukannya. Maka istighfarnya itu akan sia-sia. Sama seperti ungkapan kekasih
di atas, mungkin Allah akan berkata, “Istighfarmu gombal...”
Satu
hal yang berkaitan dengan sifat munafik inilah yang berbahaya. Yaitu, lahir
tidak sesuai dengan batin. Seseorang diminta menyumbang lalu dikeluarkanlah
uang dari dompetnya tapi dalam hati sebenarnya dia tidak mau menyumbang maka
amalnya sia-sia. Mulutnya mengatakan “Oke. Tidak apa-apa, saya maafkan”. Tapi
hatinya dongkol bukan main, pemaafannya tidak akan berubah pahala. Akhirnya
sia-sia belaka kebaikannya itu.
Terakhir,
jika seseorang berbuat amal kebaikan namun tidak ikhlas dalam melakukannya,
maka amalnya itu juga akan sia-sia. Ia tidak rela dalam berbuat amal. Kalau
memberikan sesuatu pada orang lain, ia selalu mengungkit-ungkit kebaikannya
itu. Amal yang seperti ini akan menghilangkan pahala orang yang mengerjakannya.
Seperti biasa dikatakan orang, berbuat amal kebaikan dengan ikhlas laksana
seseorang buang hajat. Ia tidak pernah memikirkan ‘hajat’ yang sudah dibuangnya
itu.
TELADAN
Siapa memberi
teladan, berbuat kebaikan, ia mendapat pahala dan pahala siapa saja yang
menirunya hingga berakhir masa. Siapa memberi contoh berbuat kejahatan, ia
mendapat dosa. Pula dosa siapa saja yang mengikutinya sampai akhir masa.
Sudah
banyak orang yang mengerti dan memahami hadits ini. Namun seberapa banyak orang
mau merintis berbuat kebaikan sehingga diikuti oleh orang banyak. Juga berapa
banyak orang yang telah mengerjakan keburukan yang kemudian dicontoh orang
lain. Inilah amal kecil yang berbuah besar. Ada amal kebaikan kecil yang dapat
berbuah pahala besar. Ada pula amal keburukan kecil yang dapat membawa pada
dosa yang besar.
Sebagai
contoh, ketika terjadi musibah bencana alam yang membuat hati kita semua
trenyuh, ada seseorang di sebuah perusahaan yang berinisiatif untuk
mengumpulkan sumbangan. Ia memulai dengan dirinya sendiri memberikan sumbangan
lalu diiringi teman-teman sekantornya. Ternyata kantor sebelah yang mendengar
ada penarikan sumbangan untuk bencana alam tersebut ikut menyumbang di situ.
Akhirnya sumbangan yang dapat diberikan kepada korban bencana alam tersebut
menjadi banyak. Orang yang berinisiatif membuka dompet sumbangan tersebut akan
mendapatkan pahala sebesar sumbangan dia sendiri, ditambah pahala orang-orang
yang menyumbang berikutnya tanpa mengurangi pahala orang yang bersangkutan.
Contoh
perbuatan baik lainnya banyak sekali. Orang yang membuka jalan untuk dilalui
banyak orang tentu akan mendapatkan pahala besar akibat jalan tersebut
dipergunakan oleh orang. Bahkan untuk hal-hal sepele seperti kita memberikan
contoh untuk disiplin, insya Allah akan diikuti orang dan berpahala besar.
Misalnya seorang atasan yang datang ke kantor pagi hari sebelum jam kantor
dimulai akan diikuti anak buahnya, dibanding ia berkoar-koar akan memberikan
sanksi bila karyawan terlambat. Seorang atasan yang selalu memakai ID Card
(kartu pengenal) di dadanya akan membuat anak buahnya malu kalau mereka tidak
mengenakannya. Pada saat dirinya menginggalkan perusahaan itu, maka kebiasaan
berdisiplin sudah tertanam di seluruh karyawan.
Orang
yang mengerjakan keburukan sehingga dicontoh orang lain maka dosa keburukan
orang yang mencontohnya juga akan menimpa dirinya, tanpa mengurangi dosa orang
tersebut. Bahkan sekadar memberikan inspirasi orang untuk berbuat jahat juga
akan membuat dirinya tertimpa dosa yang sama.
Contoh yang sederhana adalah ketika jalanan
sedang macet dan antrian panjang, ada sebuah mobil yang melaju di sebelah
kanan. Mobil itu langsung menuju kepada pangkal kemacetan. Lalu merasa ada yang
memulai, beberapa pengendara mobil mengikutinya sehingga jalanan menjadi tambah
macet karena yang dari depan tidak bisa jalan, sementara lajur yang terpakai
sudah habis. Pengemudi yang memperparah kemacetan ini tentu saja berdosa. Masih
pula ditambah dosa orang-orang yang mengikutinya.
Ada
sebuah film nasional yang menceritakan tentang kehidupan seks bebas di ibukota
yang dilakukan para remaja. Sang produser berkilah bahwa filmnya itu hanya
untuk menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa demikianlah yang terjadi di
Jakarta. Ketika film tersebut ditonton oleh remaja, dan remaja tidak merasa
bahwa di Jakarta seorang melepas keperawanannya adalah hal yang biasa, kemudian
ia mengikuti perbuatan itu, maka dosa remaja tadi, dalam jumlah yang sama akan
ditimpakan juga masing-masing kepada produser, pemain dan seluruh kru yang
terlibat. Yang paling bertanggung jawab dalam proyek itu tentunya yang paling
besar dosanya. Maka kalau banyak remaja seperti tadi yang mengikuti atau
terinspirasi dari film tersebut kemudian berbuat dosa, semua akan menimpa orang
yang bertanggung jawab tadi.
Sungguh
berat tanggung jawab orang yang memulai suatu keburukan.
TANDA
RIYA’
Orang yang
riya’ punya empat tanda. Malaj jika sendirian. Rajin bila di depan orang.
Bertambah amal jika dipuji. Berkurang kebaikan jika dicela.
Sebetulnya,
tanda-tanda orang yang riya’ hampir semua dari kita mengetahui. Sebab kita
sendirilah (dan tentu Allah) yang mengetahui maksud perbuatan yang kita
lakukan. Namun demikian, Sayyidina Ali membantu untuk mengenali sifat-sifat
orang yang suka berbuat riya’.
Orang
yang riya’, malas kalau sendirian alias tidak ada orang yang menyaksikan amal
perbuatannya. Ketika ada ajakan untuk menyumbang dia berkata, “Ada pers yang
meliput nggak?” Termasuk orang yang malas ini adalah mereka yang
sholatnya tidak khusyu’, terburu-buru dan tidak tertib apabila sholat
sendirian.
Kebalikannya
adalah kalau dilihat orang maka ia langsung semangat. “Ayo kita kerja bakti,”
ajak seorang teman. “Banyak nggak yang dateng?” Tanya orang yang
hobi riya’ ini. “Banyak lah, namanya juga kerja bakti satu RW.
Cewek-ceweknya juga banyak kok, mereka menyedikan konsumsi”. Langsung ia loncat
berangkat kerja bakti. Saat para wanita menyaksikan, kerja baktinya tambah giat
sampai bercucuran keringat. Itulah ciri orang yang riya’.
Dalam
kerja bakti itu kalau dirinya dipuji, “Wah hebat juga nih Pak Badu. Kuat
mengangkut batu besar”, maka ditambahkan dia mengangkut dua batu besar
sekaligus. Keinginannya adalah dipuji dan dipuji. Setelah dipuji ia menambah
amalnya lagi supaya dipuji lagi.
Kadangkala
ada orang yang tidak mau dipuji tapi megharapkan pujian yang lebih banyak.
Misalnya ia menyumbang masjid dalam jumlah besar. Kemudian pengurus masjid
mengucapkan terima kasih dan memujinya bahwa ia seorang dermawan. Dengan niat
ingin dipuji ia mengatakan, “Ah, Bapak ini ada-ada saja. Nggak usah
disebut-sebut sumbangan itu. Bagi saya menyumbang adalah hal yang biasa. Ini
juga perintah agama kan?” Dia berharap pengurus masjid tadi berkata kepada
rekannya, “Sungguh baik bapak itu. Sudah dermawan, rendah hati pula. Pasti dia
orang yang sholeh”. La Rochefoucauld mengatakan, “Menolak pujian dari orang
lain sebenarnya hanyalah merupakan keinginan untuk dipuji dua kali”.
Sementara
kalau orang yang riya’ sudah melakukan sesuatu kemudian amal tersebut dicela
oleh orang lain, segera ia menghentikannya. Tujuan ia menghentikan perbuatan
itu semata-mata takut celaan orang sehingga dirinya menjadi hina. Semisal
seorang remaja yang sedang berkumpul dengan teman-temannya kemudian datang
waktu sholat ia langsung pamit, “Sorry ya, gue mau sholat dulu nih”.
Teman-temannya meledek, “Alaah, sok suci lo.” Besoknya ketika berkumpul lagi
saat datang waktu sholat ia nggak berani pamitan buat sholat karena takut
dicela.
Begitulah
ciri atau tanda orang yang berbuat riya’. Jangan sampai kita temui dalam diri kita
sifat-sifat seperti itu. Na’udzu billahi min dzalik.
TIGA
KALIMAT
Seorang ahli
hikmah pernah memberi nasihat. Siapa beramal demi akhirat, Allah cukupi hasrat
kebutuhan dunianya. Siapa menjalin berkah hubungan baik dengan Allah, Ia
baikkan hubungannya dengan sesama manusia. Siapa memperbaiki kalbu hati, Allah
perbaiki lahir jasmani.
Ini
adalah rahasia langit. Seperti seorang tukang ledeng. Ia membetulkan pipa air
yang di ujung ditunggu-tunggu tidak mengalir airnya. Begitu bangkalnya
diperbaiki maka diujung air mengalir dengan deras. Kadang orang heran, yang
diperbaiki di mana, yang keluar air di mana. Sebetulnya kalau memahami
perumpamaan tukang ledeng tersebut tidaklah menjadi bingung.
Rahasia
langit itu adalah jaminan Allah bagi siapa saja yang bermala secara tepat.
Seperti tukang ledeng, dia tahu apabila ada masalah dengan pipa air, bagian
mana yang harus diperbaiki. Allah telah menjamin bagi orang yang beramal karena
akhirat Ia akan mencukupi dunianya. Seseorang yang ikhlas beramal, kebutuhannya
sehari-hari akan dicukupi oleh Allah. Tidak selalui ia orang yang kaya, namun
hartanya selalu mencukupi. Orang akan heran, kenapa orang ini tidak pernah
kekurangan padahal bukan orang yang siang malam banting tulang. Jawabnya karena
ia ikhlas beramal untuk akhirat.
Demikian
pula dengan orang yang menjalin hubungan dengan Allah secara baik maka dengan
sendirinya hubungan dengan manusia juga akan baik. Ini adalah hubungan sebab
akibat yang diluar logika manusia. Jika hubungan dengan Allah baik pasti
hubungan dengan manusia juga baik. Kalau ada seseorang yang hubungan sesama
manusianya kurang baik, meskipun ia terlihat sebagai orang yang sholeh, pasti
hubungan dengan Allah kurang baik. Minimal ada yang salah dari amal
perbuatannya dalam berhubungan dengan Allah.
Rahasia
langit berikutnya adalah orang yang memperbaiki akhlaknya, terutama akhlak yang
menyangkut masalah hati maka Allah perbaiki fisiknya. Walaupun secara normal
wajah sebetulnya kurang tampan tapi orang suka melihatnya. Seperti wajahnya
memberikan ketentraman dan keteduhan bagi orang yang melihatnya. Itulah jaminan
Allah, yang akan memperbagus rupa dengan bagusnya akhlak kita. Hubungan yang
dapat di jalin dari keduanya (akhlak dan fisik) terlihat dalam doa yang
dianjurkan Rasulullah SAW., apabila kita bercermin, “Allahumma kamaa hasanta khalqi, fahassin
khuluqi. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan ciptaanMu,
baguskanlah akhlakku.” Semua ciptaan Allah adalah baik. Maka ketika bercermin
mintalah agar akhlak kita juga baik, lalu dengan baiknya akhlak kita Allah
menjamin akan lebih membaguskan fisik kita. Silahkan dicoba.
IBUMU
LEBIH DAHULU
Sahabat
bertanya kepada nabi, “Siapa yang harus aku taati?”
“Ibumu”, jawab
Nabi. “Lalu?”
“Ibumu”, ulang
Nabi. “Lalu?”
“Ibumu”, tegas
Nabi. “Lalu?”
“Bapakmu,
selanjutnya yang paling dekat dengan yang dekat”.
Setiap
manusia tentu sudah tahu bahwa orang yang paling besar jasanya terhadap dirinya
adalah ibunya. Ibu telah mengandung dengan susah payah selama sembilan bulan
lebih. Pada saat melahirkan nyawapun dipertaruhkan. Rasa sakit yang demikian
menyengat tak dirasakannya.
Setelah
itu, sebagaimana orang yang telah bekerja keras, ibumu pun selepas melahirkan
ingin istirahat. Namun jangankan istirahat, kewajiban lebih besarpun menanti.
Yaitu menyusui, menggendong, memandikan, membersihkan saat buang kotoran,
bangun malam di saat badan ini sangat letih hanya untuk mengganti popok atau
menenangkan bayinya yang terbangun serta masih banyak lagi. Walhasil tambah ke
sini malah tambah berat.
Ibulah
yang mendidik anak, melindunginya, memilih dan memberikan yang terbaik dari
yang dimilikinya, menjadi tempat kembali jika ada masalah serta penyelesai dari
setiap problema anak. Jasa ibu sungguh tak terhingga. Untuk itulah ibu patut
mendapat penghargaan demikian besar dari anaknya.
Rasulullah
saw sampai menyebutkannya tiga kali. Artinya kalau ada seorang anak mempunyai
harta yang banyak. Ia ingin menginfakkan hartanya. Maka ibu menjadi prioritas
untuk diberikan hartanya. Setelah ia memberikan harta kepada sang ibu, ia masih
ingin bersedekah. Maka sedekah keduapun mestinya diberikan kepada ibunya hingga
yang ketiga. Baru kepada ayahnya.
Ayah
memang orang yang tak sedikit jasanya kepada kita. Namun ibu lebih dekat dengan
kita, karena itu fitrahnya. Sehingga kelekatan hati seorang anak dengan ibunya
begitu kuat. Mengalahkan kelekatan dengan sang ayah. Seorang ayah pun akan rela
kebaikan anak diberikan terlebih dahulu kepada istri yang menjadi ibu anaknya.
Setelah
ayah, baru kerabat dekat yang wajib dibaiki dan ditaati. Terutama panam dan
bibi yang akan menjadi pengganti orang tua jika kelak orang tua kita tiada. Dan
seterusnya. Sehingga seorang muslim tahu prioritas mana yang harus dijalin
hubungan baik dan ditaati. Jangan sampai salah prioritas. Mentang-mentang kita
sangat sayang kepada anak atau istri, kita melupakan ibu kita sendiri. Ibulah
nomor satu. Dia memang berhak mendapatkan itu.
PEDIHNYA
MAUT
Nabi Isa a.s
bisa menghidupkan kembali orang telah mati. Tapi orang kafir ingkar tak peduli.
Katanya, “Kau hanya bisa aksi hidupkan orang baru saja mati. Cobalah hidupkan
olehmu orang-orang mati jaman dahulu”.
Isa a.s
menjawab tanpa ragu, “Pilihlah oleh kalian satu. Siapa yang harus aku hidupkan
di hadapanmu”. “Hidupkanlah Sam anak Nuh!” teriak mereka menggemuruh.
Maka Isa pergi
ke makam Sam terletak tak jauh. Ia shalat dua rakaat penuh, kemudian berdoa
kepada Tuhannya. Lalu Allah bangkitkan Sam di hadapa mereka. Rambut kepala dan
jenggotnya telah memutih semua.
Ditanyalah ia,
“Mengapa kamu berubah, sedangkan dahulu kamu berambut hitam legam?” Sam ibnu
Nuh a.s menjawab iba, “Tatkala kudengar panggilan keluar ada. Aku mengira
kiamat telah tiba. Ketakutan diriku rasanya. Karena itulah rambutku memutih
semua”.
Ditanyalah ia
kembali, “Berapa lama engkau mati?” “Empat ribu tahun”, katanya, “Namun belum
hilang juga pedihnya maut terasa”.
Apa
yang dapat kita simpulkan dari keterangan atau kabar di atas?
Yang pertama
adalah soal mukjizat. Seseorang, baik ia beriman maupun tidak, asal ia
menggunakan akalnya, mestinya langsung beriman apabila ditunjukkan suatu
keajaiban. Nabi Isa a.s yang kita kenal dapat menyembuhkan penyakit dan
menghidupkan orang mati sudah cukup bagi orang berakal untuk menerima
risalahnya. Makanya sungguh naif kata-kata orang kafir yang meminta Isa a.s
menghidupkan Sam karena ragu atas mukjizat itu kalau hanya orang baru meninggal
saja yang bisa dihidupkan. Padahal orang meninggal baru maupun lama sama saja.
Di dunia ini tidak ada yang sanggup menghidupkan orang yang sudah mati. Apabila
ada orang seperti itu, tentu itu adalah mukjizat yang dibawa seorang rasul. Dan
kita, sebagai orang yang berakal wajib mengikuti risalah yang disampaikan.
Jadi,
permintaan untuk menghidupkan Sam adalah keisengan kaumnya untuk tidak beriman.
Sebagaimana orang Yahudi yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina.
Sebenarnya mereka enggan melakukannya, tapi dengan dalih ingin mengetahui jenis
yang pasti mereka menanyakan kriteria sapi tersebut secara detail sehingga
susah dipenuhi. Demikian pula kisah ini. Dengan dihidupkannya Sam, mestinya
kewajiban mereka untuk beriman menjadi bertambah besar. Toh akhirnya masih ada
juga yang tidak beriman. Yang demikian itu siksanya lebih dahsyat.
Kedua
adalah soal pedihnya maut. Memang dikabarkan bahwa proses keluarnya nyawa dari
jasad seseorang sungguh menyakitkan. Bahkan menurut riwayat, Jibril pun tidak
tega melihat Rasulullah saw, sahabat dan kekasihnya itu saat dicabut nyawanya.
Sebetulnya, semua kisah ini mengandung pesan bahwa manusia harus selalu
berusaha dan berdoa agar menjadi husnul khotimah. Salah satu contoh
orang yang meninggal dengan husnul khotimah adalah orang yang berjihad
di jalan Allah. Ia tidak saja tidak merasakan rasa pedihnya maut, tapi justru
meminta kepada Allah untuk dihidupkan lagi dan dimatikan lagi dalam keadaan
syahid. Masih banyak amal ibadah lain yang membuat seorang muslim menjadi husnul
khotimah dalam sakaratul mautnya. Tak lupa diiringi doa, “Allahumma
hawwin ‘alainaa fii sakaratil maut...”
DITANYA
APA DI “SANA”
Takkan beranjak
kaki seorang hamba di akhirat kelak sebelum dirinya ditanya, “Usia, raga, ilmu,
harta, untuk apa kau gunakan?”
Di
akhirat kelak, ada beberapa hal yang mesti kita pertanggungjawabkan selama kita
hidup. Allah akan menanyakan empat hal atas apa yang Dia amanahkan kepada
manusia. Tidak ada satu manusia pun yang lolos dari pertanyaan itu.
Allah
akan meminta pertanggungjawaban kepada manusia. Usia yang dilaluinya dalam
kehidupan digunakan untuk apa saja. Apakah untuk kebaikan ataukah untuk
keburukan? Tentu wajar saja Allah menanyakan hal ini karena Dialah yang
memberikan kehidupan ini kepada manusia. Manusia mau usia berapa saja, 60
tahun, 70 tahun atau 80 tahun semua itu Allah yang memberikan. Sudah selayaknya
ia meminta pertanggungjawaban. Apabila kita menyalahgunakan usia yang diberikan
dengan mengerjakan apa yang dilarangnya, bagaimana nanti kiranya kita akan
mempertanggungjawabkan?
Ada
seorang karyawan diminta atasannya dinas luar keluar kota untuk mengaudit anak
perusahaan yang ada di sana selama tiga hari. Tentu setelah tiga hari ia
kembali lagi ke kantor sang atasan akan bertanya bagaimana hasil auditnya?
Kalau dalam tiga hari di luar kota tersebut ia tidak mengaudit, atau malah
bersenang-senang dan berpesta pora, sang atasan akan sangat marah. Karyawan
pada saat kembali akan bingung menjawab pertanyaan, “Mana hasil auditnya”.
Kalau dijawab belum selesai, pasti pertanyaan selanjutnya, “Selama tiga hari di
sama kamu ngapain aja?”
Manusia
(dan juga jin) diciptakan Allah dan diturunkan ke dunia agar beribadah
menyembah Allah. Dalam al-Qur’an dinyatakan,
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Zariyat : 56)
Kalau
dalam kehidupan manusia tidak menyembah dan mengabdi kepada Allah maka
bagaimana ia harus bertanggungjawab ketika dipanggil kelak? Dalam hadits di
atas wajar kalau Allah mengatakan, “Selama usiamu di dunia kamu ngapain
aja?”
Pertanyaan
kedua lebih spesifik. Tapi intinya merupakan penjabaran pertanyaan pertama.
Okelah, kalau pertanyaan pertama sulit dijawab karena lamanya ia hidup di
dunia. Allah secara khusus menanyakan badan kita selama hidup dipergunakan
untuk apa? Apakah mata yang Allah anugerahkan kepadamu untuk melihat hal yang
baik-baik atau justru yang Allah haramkan? Mulut yang Allah berikan kepadamu,
kau pergunakan untuk menyampaikan kalimat yang hak atau yang batil? Kaki yang
ada padamu kau pakai untuk berjalan menuju kebaikan atau kamsiat? Dan masih
banyak lagi.
Setelah
menghadapi dua pertanyaan sulit, pertanyaan berikutnya “sedikit” lebih mudah.
Yaitu ilmu yang dimiliki, digunakan untuk apa? Apakah untuk kepentingan dan
kebaikan bagi umat manusia atau untuk menghancurkan dan merusak umat manusia.
Selain kehidupan dan jiwa raga, ternyata ilmu yang kita miliki membawa tanggung
jawab yang cukup besar. Hal tersebut terlihat dari dimasukkannya pertanyaan
mengenai ilmu di akhirat kelak. Maka, orang yang mempunyai ilmu harus
menyebarluaskannya dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan
kesejahteraan manusia.
Pertanyaan
terakhir, dan ini lebih khusus lagi, yaitu tentang harta yang kita miliki. Dari
mana didapatkan dan kemana dibelajakan. Inilah pertanyaan yang gampang-gampang
susah. Sebab apabila harta yang kita miliki datangnya dari sesuatu yang subhat
atau malah haram, sungguh kita sulit menjawabnya. Juga kalau harta yang kita
miliki kita pakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat malah menjerumuskan kita
ke dalam dosa, celakalah kita.
Oleh
karena itu, apabila kita sudah mengetahui soal atau pertanyaan yang akan muncul
di akhirat, di mana jawaban ini menentukan posisi kita selanjutnya apakah di
surga atau neraka, kita harus sejak awal mempersiapkannya. Karena tidak ada
sistem kontrol atau malaikat dapat dibohongi maka mau tidak mau kita harus bisa
mempertanggungjawabkan semua yang sudah diamanahkan kepada kita. Hidup kita,
jasad, ilmu dan harta yang telah Allah amanahkan kepada kita. Pergunakanlah
untuk kebaikan akhirat.
SELAMATKAN
AQIDAH
Al-Hasan berkata
bahwa Nabi SAW., nan mulai telah bersabda, “Siapa di antara kalian semua lari
dari satu area ke lain area demi pertahankan aqidah semata, meski baru
melangkah satu jengkal saja, ia akan masuk surga, mendampingi Ibrahim
penghancur berhala serta Muhammad Nabinya”.
Seorang
muslim sejati akan menjaga dan mempertahankan aqidah serta keimanannya kepada
Allah. Dengan cara apapun. Setiap sesuatu yang akan memperlemah keimanannya ia
usir dengan sekuat tenaga. Baginya, aqidah adalah segala-galanya. Ia harus diselamatkan
dari hal-hal yang merusak.
Maka
ketika ia mendapati lingkungannya rusak sementara ia tidak mampu berbuat
apa-apa, ia melakukan hijrah ke tempat lain. Ia akan merelakan harta dan anak saudaranya di tempat
lama. Dengan niat ingin memurnikan aqidanya maka ia tinggalkan tempat lama yang
penuh maksiat menuju tempat yang lebih Islami.
Banyak
tempat-tempat berbahaya bagi aqidah di sekeliling kita. Jakarta sebagai kota
metropolitan tak pelak beberapa kawasannya termasuk wilayah “berbahaya”.
Negeri-negeri barat terutama Amerika terlebih lagi. Kekuatan aqidah seorang
muslim yang tinggal di sana akan diuji dengan berat. Dunia barat yang penuh
gemerlap menjanjikan kenikmatan duniawi. Semua kepuasan dunia ada di sana.
Namun yang demikian itu akan melemahkan iman kita.
Seorang
yang tinggal di daerah seperti itu dan tidak tahan karena derasnya tekanan
terhadap aqidah sudah seharusnya ia pindah. Dengan sengaja ia berpindah menuju
lingkungan yang lebih baik. Baru “satu langkah”, misalnya baru naik taksi
menuju bandara mobilnya mengalami kecelakaan sehingga ia tewas maka ia dijamin
masuk surga. Bahkan kelak di surga tempatnya akan berdampingan dengan Nabi
Ibrahim dan bersua dengan Nabi Muhammad SAW. Sungguh luar biasa.
Memang
tidak mudah bagi seseorang untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Apalagi
ia harus meninggalkan harta kekayaan, bisnis yang sudah dirintisnya, serta
sanak familinya. Ia mungkin akan berpikir apakah di tempat yang baru saya bisa
mendapatkan rezeki seperti di negeri ini. Jangan-jangan di negeri yang baru
hidup saya terlunta-lunta. Apakah nanti saya akan kangen dengan kampung halaman
sehingga ingin selalu pulang? Semua itu pasti akan membayang-bayangi pikirannya
sehingga bagi mereka yang tidak kuat imannya, ia akan memilih lebih baik tetap
tinggal. Padahal lingkungan tersebut kurang baik terutama bagi perkembangan
kehidupan anak-anaknya.
Namun
bagi mereka yang aqidahnya kuat akan memutuskan berangkat. Keselamatan aqidah
memang harus dibayar mahal. Jika ia selamat sampai di negeri tujuan maka aqidahnya
akan tetap terjadi. Tidak sekedar itu, Allah akan memberikan pahala yang banyak
kepadanya. Selanjutnya, yang pasti, kehidupannya akan bertambah berkah.
BERIKAN
TUK SAUDARAMU
Yahya ibnu
Mu’adz ar-Razi berkata, “Jadikan bagian orang mukmin satu saudara darimu dengan
tiga macam cara agar engkau menjadi bagian orang-orang yang baik bijaksana.
Jika engkau tak bisa beri untung padanya, jangan buat rugi ia. Jika engkau tak
bisa senangkan dirinya, jangan kau menyusahkannya. Jika engkau tak bisa
memujinya jangan engkau cela”.
Seorang
muslim hidup bermasyarakat harus saling tolong-menolong. Ia menjadi tumpuan
harapan bagi saudaranya. Sepanjang orang meminta tolong kita harus menolongnya.
Kita harus saling memberi untuk mengikat hati kita satu sama lain. Apa yang
bisa diberikan kepada saudara kita berikanlah. Nabi SAW mengatakan,
“Bersedekahlah meskipun dengan sebutir kurma”.
Apabila
tidak ada harta yang bisa kita berikan maka ada beberapa hal kita dapat
berikan. Intinya agar mukmin itu menjadi satu tubuh dengan yang lain. Kepada
saudara apabila kita tidak bisa berdagang dengan memberikan keuntungan yang
besar, janganlah mereka kita buat rugi. Itu ketentuan minimal. Sedapat mungkin
kita bisa membuatnya untung.
Apabila
kita tidak bisa membuat saudara kita senang, paling tidak jangan membuat dia
sedih. Jangan sampai karena ulah kita saudara kita menjadi susah dibuatnya.
Sering kita jumpai ada orang yang hanya bikin masalah saja. Setiap tindakan
yang diambil menimbulkan masalah bagi orang lain. Seorang mukmin tidak ada
berbuat demikian sehingga saudaranya terlepas dari masalahnya.
Apabila
kita mempunyai saudara seiman dan dalam dirinya terdapat beberapa sifat yang
kurang terpuji, janganlah kita mencelanya. Jika kita tidak menemukan kelebihan
apa-apa sehingga tidak bisa memujinya, janganlah kita mencela dirinya. Semua
sifat tersebut akan membuat hati kita menyatu antara sesama mukmin. Barangsiapa
yang bisa menyatakan hati kaum mukmin dengan tiga tindakan di atas, menurut
Yahya ibnu Mu’adz termasuk orang yang bijaksana.
MULIANYA
LUQMAN
Luqman al-Hakim
hamba nan arif. Namanya disebut dalam kitab suci. Beliau ditanya apa sebab
sehingga dirinya menerima kedudukan mulia. Luqman menjawab, “Benar dalam
berkata, tunaikan amanah, tinggalkan urusan sia-sia”.
Nama
Luqman menjadi terkenal karena al-Qur’an sering menyebutnya. Tidak sekedar
menyebut, tapi menyebutnya sebagai orang yang bijaksana. Mengapa dia demikian
istimewa? Padahal ia tidak termasuk salah satu dari nabi yang 25 orang itu. Jangankan
kita, orang-orang yang di sekelilinginya yang hidup di zaman itu juga berusaha
ingin tahu. Lalu mereka menanyakan langsung kepada Luqman.
Luqman
memberikan nasihat tanpa sedikitpun berusaha menyombongkan diri. Seorang akan
mempunyai kedudukan mulia, pertama, jika ia mampu berbicara dengan jujur. Ia selalu
berkata benar. Setiap ada permasalahan tiada afdhal mencari penyelesaian
sebelum menanyakan kepada orang bijak yang jujur ini. Ia diperaya masyarakat
karena kata-katanya. Dari kejujuran itulah dirinya menjadi mulia.
Nasihat
berikutnya dari Luqman adalah masalah amanat. Setiap kali diberikan amanah
jangan sekali-kali mengkhianatinya. Tunaikan amanah dengan tuntas dan
bertanggung jawab. Jujur dan bertanggung jawab adalah kunci kemuliaan seseorang.
Nasihat
ketiga dari Luqman termasuk masalah yang cukup sepele. Yaitu meninggalkan
perbuatan yang tiada guna. Orang yang mulia tidak mengerjakan sesuatu yang
sia-sia. Seperti sabda Nabi SAW., “Termasuk seorang muslim yang baik adalah
ia meninggalkan perbuatan yang sia-sia”. Demikian hadits riwayat Imam
Tirmidzi. Sementara itu masih banyak di antara kita yang mengisi waktu senggang
dengan cara main-main, bersenda gurau tiada manfaat, menunaikan hobi yang
menjauhkan diri dari mengingat Allah, wasting time dan sebagainya. Mestipun
tak seberapa namun maknanya sangat dalam. Dalam Islam tidak ada kamus sia-sia. Setiap
muslim harus produktif. Selalu berkarya dan beramal shaleh. Dengan demikian
sempurnalah kemuliannya.
LUPA
DIRI
Nabi SAW,
pernah bersabda, “Saat malam Isra Mi’raj tiba, aku lihat ada manusia. Mereka digunting
bibirya. Kapada Jibril aku bertanya, ‘Siapakah mereka?’ Jibril berkata, ‘Merekalah
pimpinan-pimpinan umatmu. Mereka anjurkan orang lain berbuat baik, namun lupa
diri sendiri. Mereka membaca al-Qur’an, tapi tak memperhatikan, tak pula
mengamalkan”.
Di dunia
ini, kita akan mendapati banyak pemimpin yang tidak ada kesesuaian antara
ucapan dan perbuatan. Mereka menganjurkan untuk berbuat sesuatu namun mereka
sendiri melanggarnya. Kata-kata mereka di muka umum sungguh baik dan terdengar
bijak. Tapi di sisi lain akhlak dan kelakuan mereka buruk. Kekuasaan telah
mereka manfaatkan untuk menutupi kekurangan diri dan kejelekan sifat dengan
cara kasar maupun halus.
Sering
kita dapati bahwa pemerintahan suatu negeri menggelar perlombaan membaca al-Qur’an.
Mereka menikmati alunan indahnya para qari’ membacakan ayat-ayat al-Qur’an. Namun
mereka lupa, bahkan dengan sengaja tidak mengamalkannya. Lebih dari itu,
orang-orang yang berusaha mengamalkan al-Qur’an dengan benar dan konsisten dia
tangkap dan disiksa karena menghambat kepentingannya. Ironis memang.
Di antara
kejelekan sifat mereka pula adalah menerapkan hukum hanya kepada golongan tertentu,
yaitu kalangan bawah. Kalau hukumnya menyangkut dirinya, keluarganya dan
orang-orang terdekatnya maka seketika menjadi tidak berfungsi. Sementara kalau
rayat kecil yang melakukan kesalahan dengan tegas dia terapkan hukum itu. Inilah
yang akan menjadi penyebab kehancuran suatu negeri karena pemimpin yang
demikian. Padahal Rasulullah saw, sudah
memberikan contoh dengan sabdanya bahwa kalaulah Fatimah putrinya tercinta
mencuri maka beliau tetap akan menerapkan hukuman potong tangan kepadanya. Begitulah
seharusnya seorang pemimpin.
Pemimpin
yang dijumpai Rasulullah saw, dalam malam Isra Mi’raj sangat dapat dengan mudah
kita jumpai saat ini. Maka ketahuilah ancaman Allah ini bahwa kelak di neraka
bibir mereka akan digunting karena kebusukan mulut mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar