Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Sabtu, 16 Mei 2015

Kita Lebih Beruntung




Sebuah gopekan keluar lagi dari jendela mobil. Saya menjadi semakin penasaran. Ini bukan yang pertama kali. Sering. Teramat sering malah. Namun, apa alasannya?
Sulit bagi saya untuk mengerti. Mereka bukan tidak bisa, hanya kurang berusaha. Memberi uang sama artinya dengan memberikan persetujuan dan pembenaran. Semantara itu, kita sudah selayaknya memberikan pelajaran.
Mengapa dia harus selalu memberi tanpa pernah memilih lagi?
Dulu, pertama kali saya menjadi karyawan sebuah rental komputer dan warnet, seorang penjual makanan masuk ke dalam ruangan meskipun di pintu depan sudah tertulis, “PEDAGANG DILARANG MASUK”. Tetap saja, tiada hari tanpa pedagang keliling di tempat kerja. Entah, mereka sudah bebal atau kebal, saya juga tidak tahu.
Pedagang makanan itu berkeliling ke bilik-bilik warnet menawarkan dagangannya. Sebagian besar orang cuek, sebagian lagi menolak denga halus.
Ketika para pedagang itu menghampiri seorang bapak, tanpa banyak kata, si bapak mengambil beberapa buah barang dagangannya dan membayar tanpa menawar.
Beberapa kali kejadian semacam itu berulang. Si bapak hampir selalu membeli barang dagangan setiap pedagang yang menawarkan dagangannya itu kepada beliau. Pernah, suatu saat, saya bertanya alasan beliau suka memberli barang dari para pedagang. “Siapa lagi yang akan membeli kalau bukan kita? Sudah terlalu banyak yang berbelanja di mal. Biarlah saya berbelanja kepada mereka,” begitu jawab beliau.
Namun, ternyata bukan hanya hal itu. Kalau membeli barang dagangan sebagaimana alasannya di atas, saya bisa menerima dan mengerti. Akan tetapi, ternyata beliau juga selalu memberi sumbangan kepada para peminta sumbangan yang bergantian datang.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua peminta sumbangan itu benar-benar meminta sumbangan untuk masjid, anak yatim piatu, atau sejenisnya. Banyak dari mereka yang menggunakan metode peminta sumbangan untuk menghidupi diri. Saya pernah mengingatkan bapak ini tentang hal itu, tapi beliau tidak berkomentar.
Beberapa hari terakhir, beliau hampir selalu memberikan koran harian kepada saya. Beliau tahu kalau saya suka membaca.
“Saya tidak butuh koran itu,” kata beliau.
“Lantas mengapa membeli?” tanya saya.
“Karena saya tahu, tidak banyak orang yang membeli koran dari tukang koran seperti dia,” jawabnya.
Kini? Hal itu sudah kesekian kali. Beliau memberi uang kepada setiap peminta-minta di jalanan, atau pengamen.
Menurut saya, apa yang beliau lakukan itu tidak mendidik, membuat mereka semakin malas, tidak mau bekerja keras, dan mengharapkan uluran tangan seperti ini. Setidaknya, kalau mau memberi, hendaknya kita pilih-pilih mana yang tampak betul-betul membutuhkan. Kalaupun mau berinfak, mengapa tidak melalui lembaga yang benar-benar dapat dipercaya akan menyampaikan amanah kepada yang benar-benar berhak? Saya memberondongnya dengan banyak pertanyaan.
Beliau menjawab dengan sebuah argumentasi panjang, “Saya tidak yakin dengan tidak memberi akan mendidik mereka. Semestinya, ada orang-orang aware dengan program penyadaran itu. Tugas merekalah yang menyadarkan. Sementara saya, hanya ini yang bisa saya lakukan. Mungkin mereka memang tidak sungguh-sungguh miskin, bisa jadi mereka hanya malas. Akan tetapi, saya yakin, jika bisa semudah kita mencari rejeki, mereka tidak akan melakukan semua itu. Jika mereka kelaparan dan tidak ada yang mau memberi, lantas kepada siapa mereka meminta? Ke mana mereka mencari? Sedang kita? Kalaupun harta kita habis karena mereka, setidaknya masih lebih mudah bagi kita untuk mencari lagi dengan bekal kemampuan yang diberikan Allah kepada kita”.
Uraian panjang lebarnya membuat saya tertegun.
Masih lebih mudah bagi kita yang beruntung. Ya, masih lebih mudah bagi kita mendapat rejeki dibandingkan para tukang koran. Masih lebih mudah bagi kita mencari penghidupan dibandingkan para pedagang asongan. Masih lebih mudah bagi kita mencari makan dibandingkan para pengamen jalanan. Masih lebih mudah bagi kita meminta bantuan teman dibandingkan gelandangan. Lebih mudah bagi kita yang lebih beruntung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar