Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Jumat, 05 Juni 2015

Sahabat





Pada setiap masa dalam hidup saya, selalu ada orang-orang yang memiliki kedudukan penting. Mereka adalah teman atau tepatnya sahabat. Sejak kecil saya memiliki sahabat, baik laki-laki maupun perempuan. Ada yang sebaya, ada yang lebih tua, juga ada yang lebih muda. Mereka selalu memiliki kedudukan penting dalam hidup saya. Meskipun saya agak pendiem dan cenderung tertutup, tapi yakinlah kalau saya sangat menyayangi kalian semua. Sahabat juga selalu memberikan pengaruh dalam kehidupan saya, dalam sikap hidup saya, dalam cara pandang saya, dalam cara berpikir saya. Semuanya.
Ketika saya SD, sahabat adalah orang-orang yang kepadanya saya bercerita tentang apa saja : kegembiraan, kekesalan, kesedihan juga cerita tentang orang-orang dan kejadian di sekeliling kami. Sahabat adalah teman saya bermain dan belajar.
Cerita masa kecil bersama sahabat-sahabat, yaitu bersama-sama merasakan dan menghadapi kenakalan anak-anak lain yang sok berkuasa yang sekarang mungkin lebih dikenal dengan istilah buliying. Di mana aku dan kedua sahabatku benar-benar di kucilkan dari teman-teman yang lain, kami tidak boleh duduk atau bermain bersama mereka, di panggil dengan sebutan “bidadari turun dari comberan” (kenakalan masa anak-anak). Namun kami yakin bahwa mereka melakukan itu kepada kami bertiga mungkin karena mereka iri melihat kami lebih dekat dan lebih disayang oleh ustad dan ustadah kami, kata ustad dan ustadah, kami bertiga adalah anak yang penurut dan pintar.
Semua itu kita lewati bersama sehingga persahabatan kami pun semakin kuat dan dalam sampai sekarang ini, hampir 16 tahun persahabatan ini tetap terjaga meski kami sudah terpisah dan jarang bertemu karena kesibukan kita masing-masing.
Sahabat masa SMP tidak lagi hanya teman bermain, tetapi juga teman berbagi gembira dan sedih. Mereka adalah teman satu geng. Bersama mereka, saya mencari jati diri, mengidolakan seseorang, ngobrol tentang gaya hidup dan sejenisnya.
Pada masa SMA dan kuliah, sahabat sudah menjadi salah satu bagian terpenting kehidupan saya. Kepada mereka, saya bercerita tentang cita-cita saya, mempi-mimpi saya, permasalahan-permasalahan saya, pandangan saya terhadap lingkungan, pandangan saya terhadap kehidupan, juga sikap-sikap saya terhadap berbagai fenomena. Bersama mereka, saya berbagi aktivitas, tugas, beban dan juga kebahagiaan.
Tentu saja, dalam kehidupan berteman, selalu ada lika-likunya. Sebagaimana mereka teramat berarti bagi saya, saya pun ingin menjadi teramat berarti bagi mereka. Dulu, saya sering sebal jika sahabat saya pergi dengan orang lain, sedang saya tidak diajak. Saya merasa tersisih. Dulu, saya pernah mendiamkan seorang sahabat karena gara-gara dia pacaran, dia tidak lagi memiliki waktu untuk saya, tidak mau tahu jika saya sedang mengalami hal-hal yang berat. Padahal, tentu saja saya tahu, mereka juga memiliki teman lain, keluarga dan urusan sendiri sehingga tidak bisa meluangkan sepenuh waktunya untuk saya. Akan tetapi, tetap saja saya merasa sedih.
Terhadap mereka, sahabat-sahabat saya itu, saya buatkan kamar-kamar dalam hati saya. Setiap sahabat memiliki kamarnya sendiri. Setiap sahabat memiliki kedudukannya sendiri. Jadi, jika ditanya, siapa yang paling berarti atau paling istimewa, jawabannya adalah tidak ada. Setiap sahabat saya unik, semuanya spesial bagi saya. Tidak tergantikan. Setiap kali mereka pergi dari hidup saya, pintu kamar mereka saya tutup rapat-rapat dan saya kunci, tidak boleh ada yang mengisi. Sewaktu-waktu, saya akan menengoknya dengan segala kenangan yang telah kami lalui bersama. Saya berharap,  suatu saat nanti, mereka menjadi bagian dari hidup saya kembali hingga saya tinggal membuka pintu kamar hati itu dan mempersilahkan mereka masuk.
Namun, toh akhirnya mereka akan pergi satu per satu dari kehidupan saya seiring dengan perputaran waktu. Mereka menjauh dari kehidupan saya dengan bermacam-macam alasan. Ada yang memang sengaja menjauh dari saya. Akan tetapi, sebagian besar karena mereka harus dan telah memiliki kehidupan baru yang berarti juga hadirnya sahabat-sahabat baru dan aktivitas baru. Memang sudah sunnatullah, setiap ada pertemuan, akan ada perpisahan.
Setiap kali perpisahan terjadi, saya selalu berurai air mata, patah hati, kehilangan. Cukup lama saya beradaptasi mengenang mereka, sampai akhirnya menemukan sahabat baru dan menutup episode bersama sahabat lama. Padahal, saya ingin memiliki sahabat sepanjang masa sehingga dengan bertambahnya usia, akan lebih banyak orang yang hadir dalam hidup saya. Akan tetapi, ternyata tidak bisa. Setelah mereka hadir, akhirnya selalu ada saat mereka harus pergi.
Beberapa waktu terakhir, semua kamar dalam hati saya sudah terkunci karena ditinggal pergi penghuninya. Sementara itu, belum lagi ada sahabat baru. Saat saya kesepian seperti ini, saya baru teringat kepada sahabat saya yang lain. Sahabat yang tidak pernah meninggalkan saya, tetapi justru saya yang selama ini telah mengabaikan-Nya. Sahabat yang menawarkan rengkuhan-Nya setiap saya bersedih atau terluka hati. Sahabat yang tidak perlu saya cemburu jika Dia memberikan perhatian kepada yang lain karena itu pernah mengurangi perhatian-Nya kepada saya. Sahabat yang pasti tersenyum penuh motivasi jika saya bercerita tentang mimpi dan cita-cita saya. Sahabat yang pasti bersedia mendengar segala permasalahan saya. Sahabat yang saya tahu tidak akan meninggalkan saya sampai kapan pun juga.
Kini, saya tidak perlu lagi takut ditinggalkan karena keberadaan-Nya tidak bisa dibandingkan dengan panjang usia saya. Kini, saya tidak perlu lagi khawatir kembali patah hati. Saya tidak perlu berulang-ulang dengan sedih mengunci pintu sebuah kamar dalam hati saya dan kembali membuka ruang baru. Saya tidak perlu membuat ruang di hati saya untuk-Nya karena Dia (Allah) meliputi seluruh ruang hati..
Kini, saya gembira karena saya tidak perlu lagi merasa kesepian. Dia akan senantiasa menemani saya di mana pun saya berada. Urusan-Nya dengan yang lain tidak akan membuat-Nya kehilangan perhatian kepada saya. Sahabat sepanjang masa, seperti yang pernah saya impikan. Sahabat yang senantiasa mengulurkan tangan-Nya menyambut saya untuk kembali.
“Ketika kita kembali kepada-Nya dengan merangkak, Dia menyambut kita dengan berjalan. Ketika kita kembali kepada-Nya dengan berjalan, Dia menuju kita dengan berlari”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar