Pada setiap masa dalam hidup saya, selalu ada orang-orang
yang memiliki kedudukan penting. Mereka adalah teman atau tepatnya sahabat.
Sejak kecil saya memiliki sahabat, baik laki-laki maupun perempuan. Ada yang
sebaya, ada yang lebih tua, juga ada yang lebih muda. Mereka selalu memiliki
kedudukan penting dalam hidup saya. Meskipun saya agak pendiem dan cenderung
tertutup, tapi yakinlah kalau saya sangat menyayangi kalian semua. Sahabat juga
selalu memberikan pengaruh dalam kehidupan saya, dalam sikap hidup saya, dalam
cara pandang saya, dalam cara berpikir saya. Semuanya.
Ketika saya SD, sahabat adalah orang-orang yang kepadanya
saya bercerita tentang apa saja : kegembiraan, kekesalan, kesedihan juga cerita
tentang orang-orang dan kejadian di sekeliling kami. Sahabat adalah teman saya
bermain dan belajar.
Cerita masa kecil bersama sahabat-sahabat, yaitu bersama-sama
merasakan dan menghadapi kenakalan anak-anak lain yang sok berkuasa yang
sekarang mungkin lebih dikenal dengan istilah buliying. Di mana aku dan
kedua sahabatku benar-benar di kucilkan dari teman-teman yang lain, kami tidak
boleh duduk atau bermain bersama mereka, di panggil dengan sebutan “bidadari
turun dari comberan” (kenakalan masa anak-anak). Namun kami yakin bahwa mereka
melakukan itu kepada kami bertiga mungkin karena mereka iri melihat kami lebih
dekat dan lebih disayang oleh ustad dan ustadah kami, kata ustad dan ustadah,
kami bertiga adalah anak yang penurut dan pintar.
Semua itu kita lewati bersama sehingga persahabatan kami pun
semakin kuat dan dalam sampai sekarang ini, hampir 16 tahun persahabatan ini
tetap terjaga meski kami sudah terpisah dan jarang bertemu karena kesibukan
kita masing-masing.
Sahabat masa SMP tidak lagi hanya teman bermain, tetapi juga
teman berbagi gembira dan sedih. Mereka adalah teman satu geng. Bersama mereka,
saya mencari jati diri, mengidolakan seseorang, ngobrol tentang gaya
hidup dan sejenisnya.
Pada masa SMA dan kuliah, sahabat sudah menjadi salah satu
bagian terpenting kehidupan saya. Kepada mereka, saya bercerita tentang cita-cita
saya, mempi-mimpi saya, permasalahan-permasalahan saya, pandangan saya terhadap
lingkungan, pandangan saya terhadap kehidupan, juga sikap-sikap saya terhadap
berbagai fenomena. Bersama mereka, saya berbagi aktivitas, tugas, beban dan
juga kebahagiaan.
Tentu saja, dalam kehidupan berteman, selalu ada
lika-likunya. Sebagaimana mereka teramat berarti bagi saya, saya pun ingin
menjadi teramat berarti bagi mereka. Dulu, saya sering sebal jika sahabat saya
pergi dengan orang lain, sedang saya tidak diajak. Saya merasa tersisih. Dulu,
saya pernah mendiamkan seorang sahabat karena gara-gara dia pacaran, dia tidak
lagi memiliki waktu untuk saya, tidak mau tahu jika saya sedang mengalami
hal-hal yang berat. Padahal, tentu saja saya tahu, mereka juga memiliki teman
lain, keluarga dan urusan sendiri sehingga tidak bisa meluangkan sepenuh
waktunya untuk saya. Akan tetapi, tetap saja saya merasa sedih.
Terhadap mereka, sahabat-sahabat saya itu, saya buatkan
kamar-kamar dalam hati saya. Setiap sahabat memiliki kamarnya sendiri. Setiap
sahabat memiliki kedudukannya sendiri. Jadi, jika ditanya, siapa yang paling
berarti atau paling istimewa, jawabannya adalah tidak ada. Setiap sahabat saya
unik, semuanya spesial bagi saya. Tidak tergantikan. Setiap kali mereka pergi dari
hidup saya, pintu kamar mereka saya tutup rapat-rapat dan saya kunci, tidak
boleh ada yang mengisi. Sewaktu-waktu, saya akan menengoknya dengan segala
kenangan yang telah kami lalui bersama. Saya berharap, suatu saat nanti, mereka menjadi bagian dari
hidup saya kembali hingga saya tinggal membuka pintu kamar hati itu dan
mempersilahkan mereka masuk.
Namun, toh akhirnya mereka akan pergi satu per satu dari
kehidupan saya seiring dengan perputaran waktu. Mereka menjauh dari kehidupan
saya dengan bermacam-macam alasan. Ada yang memang sengaja menjauh dari saya.
Akan tetapi, sebagian besar karena mereka harus dan telah memiliki kehidupan
baru yang berarti juga hadirnya sahabat-sahabat baru dan aktivitas baru. Memang
sudah sunnatullah, setiap ada pertemuan, akan ada perpisahan.
Setiap kali perpisahan terjadi, saya selalu berurai air mata,
patah hati, kehilangan. Cukup lama saya beradaptasi mengenang mereka, sampai
akhirnya menemukan sahabat baru dan menutup episode bersama sahabat lama.
Padahal, saya ingin memiliki sahabat sepanjang masa sehingga dengan bertambahnya
usia, akan lebih banyak orang yang hadir dalam hidup saya. Akan tetapi,
ternyata tidak bisa. Setelah mereka hadir, akhirnya selalu ada saat mereka
harus pergi.
Beberapa waktu terakhir, semua kamar dalam hati saya sudah
terkunci karena ditinggal pergi penghuninya. Sementara itu, belum lagi ada
sahabat baru. Saat saya kesepian seperti ini, saya baru teringat kepada sahabat
saya yang lain. Sahabat yang tidak pernah meninggalkan saya, tetapi justru saya
yang selama ini telah mengabaikan-Nya. Sahabat yang menawarkan rengkuhan-Nya
setiap saya bersedih atau terluka hati. Sahabat yang tidak perlu saya cemburu
jika Dia memberikan perhatian kepada yang lain karena itu pernah mengurangi
perhatian-Nya kepada saya. Sahabat yang pasti tersenyum penuh motivasi jika
saya bercerita tentang mimpi dan cita-cita saya. Sahabat yang pasti bersedia
mendengar segala permasalahan saya. Sahabat yang saya tahu tidak akan
meninggalkan saya sampai kapan pun juga.
Kini, saya tidak perlu lagi takut ditinggalkan karena
keberadaan-Nya tidak bisa dibandingkan dengan panjang usia saya. Kini, saya
tidak perlu lagi khawatir kembali patah hati. Saya tidak perlu berulang-ulang
dengan sedih mengunci pintu sebuah kamar dalam hati saya dan kembali membuka
ruang baru. Saya tidak perlu membuat ruang di hati saya untuk-Nya karena Dia
(Allah) meliputi seluruh ruang hati..
Kini, saya gembira karena saya tidak perlu lagi merasa
kesepian. Dia akan senantiasa menemani saya di mana pun saya berada. Urusan-Nya
dengan yang lain tidak akan membuat-Nya kehilangan perhatian kepada saya.
Sahabat sepanjang masa, seperti yang pernah saya impikan. Sahabat yang
senantiasa mengulurkan tangan-Nya menyambut saya untuk kembali.
“Ketika kita kembali kepada-Nya dengan merangkak, Dia
menyambut kita dengan berjalan. Ketika kita kembali kepada-Nya dengan berjalan,
Dia menuju kita dengan berlari”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar