Garis
Keturunan Rasulullah
Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn
Abdimanaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’b ibn Luay ibn Ghalib ibn Fihr
ibn Malik ibn Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar
ibn Nizzar ibn Ma’add ibn Adnan ibn Udud ibn Ilyasa ibn Humaisa ibn Salaman ibn
Nabt ibn Haml ibn Qidad ibn Ismail ibn Ibrahim Ra.a. ibn Azar ibn Nahur ibn
Saruh ibn Raghu ibn Falikh ibn Aibr ibn Syalikh ibn Arfakhsyd ibn Sam ibn Nuh
‘Alaihis Salam ibn Lamik ibn Matuwsilkh ibn Akhnukh atau Idris ‘Alaihis Salam
ibn Yard ibn Mahlayil ibn Qinan ibn Yanisy ibn Syits ibn Adam ‘Alaihis Salam.
Sedangkan nasab ibunya, Aminah binti Wahb ibn Abdimanaf ibn
Zuhrah ibn Kilab. Sedangkan nasab ibu dari bapaknya, Abdullah adalah Fatimah
binti Amru ibn Aidz ibn Imran ibn Makhzum.
Kelahiran
Nabi SAW
Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah doanya bapakku, Ibrahim,
dan berita yang disampaikan Isa. Ketika mengandungku ibuku melihat seperti ada
cahaya keluar darinya. Cahaya itu menyinari istana-istana Busra di wilayah
Syam”. (H.R. Hakim dan Baihaqi)
Nabi Muhammad lahir tanggal 12 Rabiulawal bertepatan dengan
20 April, 571 tahun setelah kelahiran Isa, atau sering disebut sebagai tahun
gajah. Karomah atau keistimewaan yang telah dibawa Rasulullah sejak lahir yaitu
Rasulullah terlahir dalam keadaan sudah terkhitan.
“Pada hari ketujuh kelahiran Rasulullah, kakeknya menyembelih
hewan kurban untuknya dan mengundang seluruh suku Quraisy. Ditengah menikmati
jamuan itu, mereka bertanya, “Wahai Abdul Muthalib, kau beri nama siapa (anak
itu)?” Jawab Abdul Muthalib, “Aku memberinya nama Muhammad”. Mereka bertanya
lagi, “Mengapa engkau lebih memilih nama itu ketimbang menamainya dengan salah
satu nama leluhurnya?” Dia menjawab, “(Karena) aku ingin Allah yang di langit
memujinya dan semua manusia yang di muka bumi ini memujinya pula”. (H.R.
Baihaqi)
Pendapat
Ulama tentang Perayaan Maulid Nabi SAW
Dalam Tarikh-nya, Ibnu Katsir mengatakan, “Raja yang
pertama mengadakan (peringatan maulid) itu adalah penguasa Erbela, Raja
Muzhaffar Abu Said Kokobri. Ia mengadakan peringatan maulid pada bulan
Rabiulawal dengan sebuah perayaan meriah. Raja Muzhaffar memang dikenal
bernyali, berani, heroik, panjang nalar, dan bijaksana”.
Sedangkan Iman Abu Syamah mengatakan, “Peringatan seperti ini
baik, dianjurkan, dan orang yang menyelenggarakannya baik dan terpuji”. Menurut
Ibnu Jauzi, bila dalam peringatan itu ada unsur menghilangkan nilai-nilai setan
dan menguatkan keimanan, maka tidak apa-apa.
Dalam fatwa yang ditulisnya sendiri, Imam Ibnu Thabbakh
mengatakan, “Jika ada yang membiayai peringatan malam itu, mengumpulkan banyak
orang untuk hadir, kemudian menjamu mereka sewajarnya semata-mata karena merasa
bahagia dengan kelahiran Muhammad, maka boleh-boleh saja dan yang terlibat di
dalamnya mendapat pahala selama tujuannya benar”.
Sedangkan kata Ibnu Hajar al-Asqalani, “Acara peringatan itu
harus sebatas ungkapan syukur kepada Allah, misalnya dengan pembacaan
Al-Qur’an, jamuan makan, sedekah, dan pembacaan puji-pujian kepada Nabi dan
tentang kezuhudan untuk menggerakkan hati kepada kebaikan dan amalan akhirat”.
Kata Imam Suyuthi, “Menurutku, awal peringatan maulid berupa
dikumpulkannya orang-orang, kemudian dibacakan beberapa ayat al-Qur’an yang
singkat, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan awal kehidupan Nabi dan ayat-ayat yang berkenaan dengan kelahirannya.
Setelah itu, dibagikan jamuan sederhana dengan sedikit inovasi positif dalam
peringatan itu karena, pada intinya, itu adalah pengagungan terhadap Nabi,
ungkapan bahagia, dan kesyukuran terhadap kelahirannya. Dan, titik. “Ini
dikutip dari Subul al-Huda wa ar-Rasyyad min Sirah Khairi al-‘Ibad,
karya Imam Syami.
Sementara yang bisa dikutip dari al-Madkhal dari Imam
Ibnul Haj adalah, “Kemuliaan hari ini termasuk pemuliaan bulan ini, bulan
ketika Nabi dilahirkan. Sehingga kita diharuskan untuk menghormati dan
mengistimewakannya sebaik-baiknya seperti Allah mengagungkan bulan-bulan baik,
termasuk bulan ini. Karena Nabi pernah berkata, ‘(di bulan) itu ada hari
kelahiranku’. Bukankah berpuasa pada hari itu adalah keistimewaan besar karena
ia dilahirkan pada hari itu?”
Bersambung..... J