Sugeng Rawuh Teng Blog Kula "Dinazad"

Jumat, 05 Juni 2015

Mengenal Lebih Dekat Sosok Rasulullah SAW


 
Garis Keturunan Rasulullah
Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdimanaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’b ibn Luay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizzar ibn Ma’add ibn Adnan ibn Udud ibn Ilyasa ibn Humaisa ibn Salaman ibn Nabt ibn Haml ibn Qidad ibn Ismail ibn Ibrahim Ra.a. ibn Azar ibn Nahur ibn Saruh ibn Raghu ibn Falikh ibn Aibr ibn Syalikh ibn Arfakhsyd ibn Sam ibn Nuh ‘Alaihis Salam ibn Lamik ibn Matuwsilkh ibn Akhnukh atau Idris ‘Alaihis Salam ibn Yard ibn Mahlayil ibn Qinan ibn Yanisy ibn Syits ibn Adam ‘Alaihis Salam.
Sedangkan nasab ibunya, Aminah binti Wahb ibn Abdimanaf ibn Zuhrah ibn Kilab. Sedangkan nasab ibu dari bapaknya, Abdullah adalah Fatimah binti Amru ibn Aidz ibn Imran ibn Makhzum.

Kelahiran Nabi SAW
Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah doanya bapakku, Ibrahim, dan berita yang disampaikan Isa. Ketika mengandungku ibuku melihat seperti ada cahaya keluar darinya. Cahaya itu menyinari istana-istana Busra di wilayah Syam”. (H.R. Hakim dan Baihaqi)
Nabi Muhammad lahir tanggal 12 Rabiulawal bertepatan dengan 20 April, 571 tahun setelah kelahiran Isa, atau sering disebut sebagai tahun gajah. Karomah atau keistimewaan yang telah dibawa Rasulullah sejak lahir yaitu Rasulullah terlahir dalam keadaan sudah terkhitan.
“Pada hari ketujuh kelahiran Rasulullah, kakeknya menyembelih hewan kurban untuknya dan mengundang seluruh suku Quraisy. Ditengah menikmati jamuan itu, mereka bertanya, “Wahai Abdul Muthalib, kau beri nama siapa (anak itu)?” Jawab Abdul Muthalib, “Aku memberinya nama Muhammad”. Mereka bertanya lagi, “Mengapa engkau lebih memilih nama itu ketimbang menamainya dengan salah satu nama leluhurnya?” Dia menjawab, “(Karena) aku ingin Allah yang di langit memujinya dan semua manusia yang di muka bumi ini memujinya pula”. (H.R. Baihaqi)

Pendapat Ulama tentang Perayaan Maulid Nabi SAW
Dalam Tarikh-nya, Ibnu Katsir mengatakan, “Raja yang pertama mengadakan (peringatan maulid) itu adalah penguasa Erbela, Raja Muzhaffar Abu Said Kokobri. Ia mengadakan peringatan maulid pada bulan Rabiulawal dengan sebuah perayaan meriah. Raja Muzhaffar memang dikenal bernyali, berani, heroik, panjang nalar, dan bijaksana”.
Sedangkan Iman Abu Syamah mengatakan, “Peringatan seperti ini baik, dianjurkan, dan orang yang menyelenggarakannya baik dan terpuji”. Menurut Ibnu Jauzi, bila dalam peringatan itu ada unsur menghilangkan nilai-nilai setan dan menguatkan keimanan, maka tidak apa-apa.
Dalam fatwa yang ditulisnya sendiri, Imam Ibnu Thabbakh mengatakan, “Jika ada yang membiayai peringatan malam itu, mengumpulkan banyak orang untuk hadir, kemudian menjamu mereka sewajarnya semata-mata karena merasa bahagia dengan kelahiran Muhammad, maka boleh-boleh saja dan yang terlibat di dalamnya mendapat pahala selama tujuannya benar”.
Sedangkan kata Ibnu Hajar al-Asqalani, “Acara peringatan itu harus sebatas ungkapan syukur kepada Allah, misalnya dengan pembacaan Al-Qur’an, jamuan makan, sedekah, dan pembacaan puji-pujian kepada Nabi dan tentang kezuhudan untuk menggerakkan hati kepada kebaikan dan amalan akhirat”.
Kata Imam Suyuthi, “Menurutku, awal peringatan maulid berupa dikumpulkannya orang-orang, kemudian dibacakan beberapa ayat al-Qur’an yang singkat, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan awal kehidupan Nabi dan ayat-ayat yang berkenaan dengan kelahirannya. Setelah itu, dibagikan jamuan sederhana dengan sedikit inovasi positif dalam peringatan itu karena, pada intinya, itu adalah pengagungan terhadap Nabi, ungkapan bahagia, dan kesyukuran terhadap kelahirannya. Dan, titik. “Ini dikutip dari Subul al-Huda wa ar-Rasyyad min Sirah Khairi al-‘Ibad, karya Imam Syami.
Sementara yang bisa dikutip dari al-Madkhal dari Imam Ibnul Haj adalah, “Kemuliaan hari ini termasuk pemuliaan bulan ini, bulan ketika Nabi dilahirkan. Sehingga kita diharuskan untuk menghormati dan mengistimewakannya sebaik-baiknya seperti Allah mengagungkan bulan-bulan baik, termasuk bulan ini. Karena Nabi pernah berkata, ‘(di bulan) itu ada hari kelahiranku’. Bukankah berpuasa pada hari itu adalah keistimewaan besar karena ia dilahirkan pada hari itu?”

Bersambung..... J

Senyuman


 
Senyuman. Satu kata yang sangat sederhana namun memberikan kekuatan yang tidak terkira. Dalam hal pelaksanaan, senyum adalah aktivitas sederhana untuk dilakukan. Hayo, siapa sih, orang yang hidup di dunia ini yang tidak bisa tersenyum? Orang miskin ataupun kaya bisa tersenyum karena senyum tidak membutuhkan modal, kecuali niat dan ketulusan hati. Manusia pintar dan tidak pintar sama-sama bisa tersenyum karena untuk bisa tersenyum tidak perlu sekolah. Sejak kita lahir, orang-orang di sekeliling kita telah menyambut kita dengan senyum lebar, sekaligus mengajarkannya kepada kita. Sakit atau sehat, cacat atau lengkap, semua orang masih bisa tersenyum karena senyum tidak membutuhkan usaha luar biasa. Caranya adalah  cukup menarik kedua ujung bibir ke atas sedikit, kecuali jika sakit dan cacatnya seputar  mulut.
Secara fisik, tersenyum dapat membuat kita selalu dalam kondisi riang. Bobby De Porter dalam bukunya Quantum Learning mengatakan bahwa sikap tubuh seseorang dapat mempengaruhi perasaan atau mood seseorang sebagaimana perasaan juga memengaruhi sikap tubuh seseorang. Ayo, kita coba! Anda sedang sedih atau marah, kemudian usahakan menarik ujung kedua bibir Anda ke atas membentuk sebuah senyuman. Tanyakan kepada hati Anda dengan jujur, “Apakah masih tetap merasa sedih seperti semula?” Saya percaya, setidaknya perasaan Anda tidak se-blue sebelumnya. Kemudian, cobalah sebaliknya. Anda sedang berperasaan biasa saja atau bahkan tengah riang dan gembira. Kemudian, duduklah dengan bahu merunduk. Bungkam mulut Anda dan kerucutkan. Tiba-tiba, Anda akan merasa sedih. Nah, mengapa kita tidak menggunakan sikap tubuh untuk memengaruhi kondisi mental dan jiwa kita? Menyikapi segala sesuatu dengan senyum, insya Allah segalanya akan lebih ringan.
Emha Ainun Najib dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa orang yang selalu riang dan suka tertawa sulit dimasuki jin dan setan karena aura tubuh mereka yang rileks tidak menyenangkan bagi jin. Makhluk ini lebih suka memasuki tubuh seorang yang suka melamun, berdiam diri, menyendiri, dan selalu bersedih hati.
Dalam hal makna, senyum juga bermakna sederhana. Mendengar kata senyum, pasti yang terbayang pertama kali adalah wajah manis penuh keramahan dan cinta (kecuali kalau di belakangnya diberi embel-embel senyum sinis, senyum sarkastis, dan lain-lain).
Senyum bisa menjadi pembuka komunikasi. Senyum pun bisa menjadi senjata jika kita sedang grogi. Senyum adalah bahasa dunia. Jika kita tidak saling mengerti bahasa lawan bicara, meski tidak saling sapa, senyum sudah cukup menjadi isyarat persahabatan. Senyum akan mencairkan kekakuan hingga ketegangan antar dua sahabat pun terlelehkan. Kemarahan pun padam. Cinta dan aura kedamaian tersebar dalam sebuah kelompok, lingkungan, dan komunitas.
Rasulullah pernah bersabda, Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah. Oleh karena itu, kita bisa beramal dan bersedekah tanpa harus memiliki sesuatu yang besar. Kita cukup melakukan satu hal sederhana, yaitu senyum penuh cinta dan tulus.
Senyum adalah solusi sederhana terhadap kepedihan peribadi, kesedihan keluarga, luka masyarakat, dan juga nestapa dunia. Lalu, mengapa kita tidak tersenyum saja agar perjalanan lebih ringan? Mengapa kita tidak tersenyum agar persahabatan lebih menyenangkan? Mengapa kita tersenyum agar dunia lebih damai? Mengapa kita tidak tersenyum agar hidup lebih nyaman? Tanpa sengaja, kita telah berkonstribusi terhadap perdamaian dunia. Alangkah indahnya! Betapa damainya! Betapa menyenangkan.

Sahabat





Pada setiap masa dalam hidup saya, selalu ada orang-orang yang memiliki kedudukan penting. Mereka adalah teman atau tepatnya sahabat. Sejak kecil saya memiliki sahabat, baik laki-laki maupun perempuan. Ada yang sebaya, ada yang lebih tua, juga ada yang lebih muda. Mereka selalu memiliki kedudukan penting dalam hidup saya. Meskipun saya agak pendiem dan cenderung tertutup, tapi yakinlah kalau saya sangat menyayangi kalian semua. Sahabat juga selalu memberikan pengaruh dalam kehidupan saya, dalam sikap hidup saya, dalam cara pandang saya, dalam cara berpikir saya. Semuanya.
Ketika saya SD, sahabat adalah orang-orang yang kepadanya saya bercerita tentang apa saja : kegembiraan, kekesalan, kesedihan juga cerita tentang orang-orang dan kejadian di sekeliling kami. Sahabat adalah teman saya bermain dan belajar.
Cerita masa kecil bersama sahabat-sahabat, yaitu bersama-sama merasakan dan menghadapi kenakalan anak-anak lain yang sok berkuasa yang sekarang mungkin lebih dikenal dengan istilah buliying. Di mana aku dan kedua sahabatku benar-benar di kucilkan dari teman-teman yang lain, kami tidak boleh duduk atau bermain bersama mereka, di panggil dengan sebutan “bidadari turun dari comberan” (kenakalan masa anak-anak). Namun kami yakin bahwa mereka melakukan itu kepada kami bertiga mungkin karena mereka iri melihat kami lebih dekat dan lebih disayang oleh ustad dan ustadah kami, kata ustad dan ustadah, kami bertiga adalah anak yang penurut dan pintar.
Semua itu kita lewati bersama sehingga persahabatan kami pun semakin kuat dan dalam sampai sekarang ini, hampir 16 tahun persahabatan ini tetap terjaga meski kami sudah terpisah dan jarang bertemu karena kesibukan kita masing-masing.
Sahabat masa SMP tidak lagi hanya teman bermain, tetapi juga teman berbagi gembira dan sedih. Mereka adalah teman satu geng. Bersama mereka, saya mencari jati diri, mengidolakan seseorang, ngobrol tentang gaya hidup dan sejenisnya.
Pada masa SMA dan kuliah, sahabat sudah menjadi salah satu bagian terpenting kehidupan saya. Kepada mereka, saya bercerita tentang cita-cita saya, mempi-mimpi saya, permasalahan-permasalahan saya, pandangan saya terhadap lingkungan, pandangan saya terhadap kehidupan, juga sikap-sikap saya terhadap berbagai fenomena. Bersama mereka, saya berbagi aktivitas, tugas, beban dan juga kebahagiaan.
Tentu saja, dalam kehidupan berteman, selalu ada lika-likunya. Sebagaimana mereka teramat berarti bagi saya, saya pun ingin menjadi teramat berarti bagi mereka. Dulu, saya sering sebal jika sahabat saya pergi dengan orang lain, sedang saya tidak diajak. Saya merasa tersisih. Dulu, saya pernah mendiamkan seorang sahabat karena gara-gara dia pacaran, dia tidak lagi memiliki waktu untuk saya, tidak mau tahu jika saya sedang mengalami hal-hal yang berat. Padahal, tentu saja saya tahu, mereka juga memiliki teman lain, keluarga dan urusan sendiri sehingga tidak bisa meluangkan sepenuh waktunya untuk saya. Akan tetapi, tetap saja saya merasa sedih.
Terhadap mereka, sahabat-sahabat saya itu, saya buatkan kamar-kamar dalam hati saya. Setiap sahabat memiliki kamarnya sendiri. Setiap sahabat memiliki kedudukannya sendiri. Jadi, jika ditanya, siapa yang paling berarti atau paling istimewa, jawabannya adalah tidak ada. Setiap sahabat saya unik, semuanya spesial bagi saya. Tidak tergantikan. Setiap kali mereka pergi dari hidup saya, pintu kamar mereka saya tutup rapat-rapat dan saya kunci, tidak boleh ada yang mengisi. Sewaktu-waktu, saya akan menengoknya dengan segala kenangan yang telah kami lalui bersama. Saya berharap,  suatu saat nanti, mereka menjadi bagian dari hidup saya kembali hingga saya tinggal membuka pintu kamar hati itu dan mempersilahkan mereka masuk.
Namun, toh akhirnya mereka akan pergi satu per satu dari kehidupan saya seiring dengan perputaran waktu. Mereka menjauh dari kehidupan saya dengan bermacam-macam alasan. Ada yang memang sengaja menjauh dari saya. Akan tetapi, sebagian besar karena mereka harus dan telah memiliki kehidupan baru yang berarti juga hadirnya sahabat-sahabat baru dan aktivitas baru. Memang sudah sunnatullah, setiap ada pertemuan, akan ada perpisahan.
Setiap kali perpisahan terjadi, saya selalu berurai air mata, patah hati, kehilangan. Cukup lama saya beradaptasi mengenang mereka, sampai akhirnya menemukan sahabat baru dan menutup episode bersama sahabat lama. Padahal, saya ingin memiliki sahabat sepanjang masa sehingga dengan bertambahnya usia, akan lebih banyak orang yang hadir dalam hidup saya. Akan tetapi, ternyata tidak bisa. Setelah mereka hadir, akhirnya selalu ada saat mereka harus pergi.
Beberapa waktu terakhir, semua kamar dalam hati saya sudah terkunci karena ditinggal pergi penghuninya. Sementara itu, belum lagi ada sahabat baru. Saat saya kesepian seperti ini, saya baru teringat kepada sahabat saya yang lain. Sahabat yang tidak pernah meninggalkan saya, tetapi justru saya yang selama ini telah mengabaikan-Nya. Sahabat yang menawarkan rengkuhan-Nya setiap saya bersedih atau terluka hati. Sahabat yang tidak perlu saya cemburu jika Dia memberikan perhatian kepada yang lain karena itu pernah mengurangi perhatian-Nya kepada saya. Sahabat yang pasti tersenyum penuh motivasi jika saya bercerita tentang mimpi dan cita-cita saya. Sahabat yang pasti bersedia mendengar segala permasalahan saya. Sahabat yang saya tahu tidak akan meninggalkan saya sampai kapan pun juga.
Kini, saya tidak perlu lagi takut ditinggalkan karena keberadaan-Nya tidak bisa dibandingkan dengan panjang usia saya. Kini, saya tidak perlu lagi khawatir kembali patah hati. Saya tidak perlu berulang-ulang dengan sedih mengunci pintu sebuah kamar dalam hati saya dan kembali membuka ruang baru. Saya tidak perlu membuat ruang di hati saya untuk-Nya karena Dia (Allah) meliputi seluruh ruang hati..
Kini, saya gembira karena saya tidak perlu lagi merasa kesepian. Dia akan senantiasa menemani saya di mana pun saya berada. Urusan-Nya dengan yang lain tidak akan membuat-Nya kehilangan perhatian kepada saya. Sahabat sepanjang masa, seperti yang pernah saya impikan. Sahabat yang senantiasa mengulurkan tangan-Nya menyambut saya untuk kembali.
“Ketika kita kembali kepada-Nya dengan merangkak, Dia menyambut kita dengan berjalan. Ketika kita kembali kepada-Nya dengan berjalan, Dia menuju kita dengan berlari”.

Hadiah : Pengikat Hati Antarsahabat





Memberi hadiah? Wah, nanti dulu. Kalau diberi hadiah, sih, mau banget! Iya, lah! Siapa juga yang tidak mau diberi hadiah? Sekecil apa pun nilainya dan seperti apa pun bentuknya, hadiah pasti teramat berarti bagi yang menerimanya, mengandung selaksa makna bagi yang memberi atau pun yang menerima.
Bahkan bagi saya, hadiah adalah ekspresi respek dan cinta pemberi hadiah tersebut kepada saya. Oleh karena itu, saya selalu sangat excited setiap menerima hadiah dari mereka. Saya sering mendapat hadiah, seperti buku, baju, jilbab, pulpen atau sekedar makanan. Saya akan berusaha menghargai hadiah-hadiah yang diberikan oleh sahabat, saudara dan kerabat dengan memanfaatkan semaksimal mungkin serta merawatnya baik-baik. Bagi saya, hadiah itu teramat berarti, sebagaimana berartinya mereka yang memberikan hadiah kepada saya. Pasti akan membahagiakan si pemberi hadiah jika tahu bahwa hadiah yang diberikannya memberi manfaat yang banyak bagi yang diberi. Saya juga sangat sedih jika hadiah itu hilang atau rusak. Rusak atau hilangnya barang itu akan membuat kenangan yang tersimpan di dalamnya hilang.
Akan tetapi, tunggu sebentar! Mengapa saya sering mendapat hadiah? Apakah saya sering meminta hadiah? Tidak! Hadiah bagi saya merupakan ungkapan perhatian dan perasaan dari pemberinya. Oleh karena itu, hadiah tidak layak diminta, tetapi hadiah harus diberikan oleh pemberinya dengan ridho. Saya memberi hadiah biasanya dengan empat alasan :
1.      Karena saya merasa harus dan perlu memberi hadiah, sebagai bentuk perhatian, pendekatan, ataupun pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan.
2.      Karena saya ingin membalas kebaikan ataupun hadiah seseorang
3.      Karena saya ingin saja, karena saya mencintai seseorang yang saya beri hadiah itu.
4.      Sebagai salah satu usaha saya menjalankan sunnah Rasulullah.
Hadiah-menghadiahi ini dari dulu sampai sekarang menyisakan banyak kenangan di hati saya. Satu kenangan yang tidak akan terlupakan adalah kado dari kakak-kakak
Allah tidak pernah salah dan apa yang disunnahkan Rasul-Nya terbukti. Salinglah memberi hadiah, niscaya akan tumbuh cinta di antara kalian. Oleh karena itu, kini, alasan pertama saya jika memberi hadiah adalah menjalankan sunnah Rasulullah
#Untuk kamu yang memiliki nama masa kecil “F”